Ringkasan Jawaban
Aspek pajak atas pembubaran badan usaha yang utama adalah PPh dan PPN. PPh dikenakan atas pembayaran pesangon kepada karyawan, keuntungan karena pembebasan utang, pembagian dividen kepada pemegang saham, keuntungan karena pengalihan harta, dan pembayaran jasa profesional terkait pembubaran badan usaha. Sementara, PPN dikenakan atas penjualan aktiva yang semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran dan atas pembayaran jasa profesional.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Bapak Agus atas pertanyaannya. Proses berdirinya, berlangsungnya, dan bubarnya badan usaha memang tidak luput dari aspek perpajakan. Aspek pajak atas pembubaran atau likuidasi sebuah badan usaha yang paling umum di antaranya Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pajak Penghasilan
a) Pembayaran Pesangon kepada Pegawai
Pembayaran uang pesangon kepada pegawai yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pembubaran perusahaan merupakan objek pajak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009, penghasilan dalam bentuk uang pesangon yang diterima pegawai akan dikenakan PPh Pasal 21. Pembayaran uang pesangon kepada pegawai dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu uang pesangon yang dibayarkan sekaligus atau dianggap dibayarkan sekaligus dan uang pesangon yang dibayarkan secara bertahap. Uang pesangon yang dibayarkan sekaligus atau dibayarkan secara bertahap dalam waktu 2 tahun kalender akan dikenakan PPh pasal 21 yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:
Sementara, jika uang pesangon dibayarkan secara bertahap melebihi jangka waktu 2 tahun, pemajakan atas uang pesangon yang dibayarkan pada tahun ketiga dan seterusnya akan dikenakan PPh pasal 21 dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. PPh Pasal 21 yang dipotong untuk tahun ketiga dan seterusnya ini bersifat tidak final sehingga dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.
b) Keuntungan atas Pembebasan utang
Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k, keuntungan karena pembebasan utang merupakan objek PPh, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pembebasan utang oleh kreditur (pihak yang berpiutang) dianggap sebagai penghasilan bagi debitur (pihak yang semula berutang), sedangkan bagi kreditur pembebasan utang ini dapat dibebankan sebagai biaya. Akan tetapi, Peraturan Pemerintah mengatur bahwa pembebasan utang debitur kecil, misalnya kredit usaha keluarga prasejahtera (Kukesra), kredit usaha tani (KUT), kredit usaha rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. Pengecualian tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 130 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa utang kreditur kecil dengan jumlah kredit tidak melebihi Rp350 juta dikecualikan sebagai objek pajak.
c) Pembagian Dividen Kepada Pemegang Saham
Pada saat perusahaan melakukan pembubaran, dimungkinkan terjadi pengembalian dana kepada pemegang saham baik yang besarnya lebih kecil, sama dengan, atau lebih besar dari jumlah modal yang disetor kepada perusahaan. Pengembalian dana kepada pemegang saham yang melebihi jumlah modal yang disetor merupakan salah satu jenis dividen sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh.
“(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis;” (UU PPh)
Perlakuan pajak atas dividen ini akan berbeda tergantung siapa pihak yang menerimanya. Jika yang menerima dividen adalah orang pribadi, dividen tersebut merupakan objek pajak. Dividen yang diterima WP orang pribadi dapat dikecualikan sebagai objek pajak dengan syarat dividen tersebut diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Jika yang penerima dividen merupakan WP Badan, dividen tersebut dikecualikan sebagai objek pajak tanpa adanya syarat apapun. Hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh sebagai berikut:
“(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
a) orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b) badan dalam negeri;” (UU PPh)
Sementara, jika penerima dividen merupakan WP Luar Negeri, dividen akan dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% atau dikenakan tarif berdasarkan P3B yang berlaku.
d) Keuntungan atas pengalihan harta
Ketika perusahaan melakukan pengalihan harta, maka keuntungan atas pengalihan tersebut merupakan objek pajak. Harta yang dialihkan dapat berupa tanah atau bangunan maupun harta selain tanah atau bangunan. Keuntungan atas pengalihan tanah atau bangunan akan dipotong PPh final berdasarkan Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh.
“(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;” (UU PPh)
Tarif PPh final atas pengalihan tanah atau bangunan ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Sementara, untuk keuntungan atas pengalihan harta selain tanah atau bangunan akan dikenakan PPh berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf d angka 3.
“(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;”
Keuntungan penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi akan dipotong PPh berdasarkan tarif pajak sesuai Pasal 17 ayat (1) UU PPh. Nilai perolehan atau nilai pengalihan atas pengalihan harta karena pembubaran badan usaha ini dilakukan berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
e) Jasa Profesional
Perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 2% jika hendak melakukan pembayaran atas jasa profesional terkait dengan asistensi pembubaran perusahaan, seperti imbalan jasa untuk notaris, legal counsel, likuidator, konsultan hukum dan konsultan pajak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh.
“(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.”
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a) Aktiva yang semula tidak untuk diperjualbelikan
Berdasarkan Pasal 1A ayat (1) huruf e, penyerahan atas persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan termasuk dalam penyerahan Barang Kena Pajak. Diatur lebih lanjut dalam Pasal 16D, PPN dikenakan atas penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c. Dengan kata lain, jika aktiva memenuhi syarat sebagai BKP yang memenuhi ketentuan Pasal 16D, atas penyerahan aktiva tersebut akan dikenakan PPN dengan tarif 11%.
b) Jasa Profesional
Selain dikenakan PPh Pasal 23, atas penghasilan dari penyerahan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa kepada perusahaan akan dipungut PPN sebesar 11% oleh perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN.
“(1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;”
Dengan demikian, aspek pajak atas pembubaran badan usaha yang utama adalah PPh dan PPN. PPh dikenakan atas pembayaran pesangon kepada karyawan, keuntungan karena pembebasan utang, pembagian dividen kepada pemegang saham, keuntungan karena pengalihan harta, dan pembayaran jasa profesional terkait pembubaran badan usaha. Sementara PPN dikenakan atas penjualan aktiva yang semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran dan atas pembayaran jasa profesional.