Ringkasan Jawaban
Setiap transaksi afiliasi wajib memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU PPh. Salah satu tahapan penting adalah melakukan analisis transfer pricing, termasuk penentuan pihak yang diuji (tested party). Dalam praktiknya, tested party umumnya dipilih berdasarkan prinsip less complex, yaitu pihak yang menjalankan fungsi lebih sederhana dan tidak memiliki properti tidak berwujud yang unik atau bernilai tinggi. Namun, dalam transaksi pinjaman, tested party dapat berada di salah satu dari dua sisi (baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman), karena tersedia pembanding independen di kedua belah pihak. Dengan demikian, pemilihan tested party dalam transaksi pinjaman, jika dilakukan sesuai dengan prinsip yang berlaku, seharusnya tidak menimbulkan risiko signifikan saat pemeriksaan pajak dilakukan.
Jawaban Lengkap
Terima kasih Ibu Anne atas pertanyaan yang diajukan. Langkah awal Ibu bertanya kepada kami merupakan langkah yang tepat dan perlu kami apresiasi. Melalui pertanyaan yang Ibu ajukan, nampaknya Ibu sudah memahami bahwa di dalam transaksi pinjam meminjam antara pihak-pihak berafiliasi perlu menggunakan suku bunga wajar. Hal ini sebagaimana diatur di Pasal 18 ayat (3) UU PPh bahwa setiap transaksi hubungan istimewa harus menggunakan nilai wajar sesuai prinsip ALP (Arm’s Length Principle).
Salah satu tahap yang dilakukan untuk menentukan bahwa transaksi yang dilakukan oleh pihak dengan hubungan istimewa sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, adalah dengan melakukan analisis transfer pricing. Menentukan pihak yang diuji (tested party), merupakan salah satu bagian dari analisis tersebut.
Secara umum, pemilihan tested party didasarkan oleh prinsip less complex (pihak yang memiliki fungsi lebih sederhana) dan tidak memiliki unique/valuable intangible property. Konsep ini didasarkan terhadap OECD Guidelines Chapter III Paragraph 3.18, yang berbunyi: ….The choice of tested party should be consistent with the functional analysis of the transaction. As a general rule, the tested party is the one to which a transfer pricing method can be applied in the most reliable manner and for which the most reliable comparables can be found, i.e. it will most often be the one that has the less complex functional analysis.”
Penerapan less complex analysis di OECD Guidelines tersebut diadaptasi di Indonesia melalui PER-22/PJ/2013. Di Lampiran PER-22/PJ/2013 Bab II huruf B angka 2, dinyatakan sbb.:
“Pemilihan tested party dilakukan berdasarkan analisis fungsi yang telah dibuat dan keandalan data/bukti/keterangan serta fakta yang diperoleh dalam pemeriksaan. Pemeriksa Pajak dapat memilih Wajib Pajak yang sedang diperiksa (audited party) sebagai pihak yang diuji (tested party). Pemeriksa Pajak juga dapat memilih lawan transaksi dari Wajib Pajak yang sedang diperiksa sebagai pihak yang diuji (tested party). Pada umumnya, yang dipilih sebagai pihak yang diuji (tested party) adalah pihak yang memiliki fungsi yang lebih sederhana (less complex functions) dan tidak memiliki unique/valuable intangible property”.
Untuk menentukan less complex function, Wajib Pajak dapat menjalankan analisis fungsi yang dilakukan oleh pihak yang bertransaksi dengan melibatkan keandalan data, bukti, keterangan, dan/atau fakta yang tersedia. Analisis ini biasa disebut dengan analisis FAR (fungsi, aset, resiko) dan diatur pada Peraturan DJP (PER DJP) PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Adapun format analisis FAR yang digunakan dapat mengacu kepada lampiran poin F dari PER DJP tersebut.
Akan tetapi, terdapat ketentuan lebih lanjut yang mengatur bahwa penentuan tested party tidak semata-mata hanya mengandalkan analisis FAR saja. Pasal 8 ayat (4) PMK 172 Tahun 2023 menjelaskan bahwa untuk menentukan less complex, Wajib Pajak juga harus mempertimbangkan: (1) metode transfer pricing yang digunakan dan (2) ketersediaan data. Untuk transaksi pinjam meminjam, metode transfer pricing yang digunakan akan selalu Comparable Uncontrolled Method, yaitu dengan membandingkan suku bunga yang ditetapkan pihak yang bertransaksi dengan suku bunga independen.
Adapun terdapat keunikan bagi transaksi pinjam-meminjam, yaitu penunjukan tested party dapat dilakukan pada kedua sisi, baik pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman. Hal ini dikarenakan data pembanding, dalam hal ini suku bunga, dapat ditemukan pada kedua pihak.
- Dari sisi pemberi pinjaman, suku bunga yang ditetapkan dibandingkan dengan suku bunga simpanan Selama suku bunga tersebut berada dalam rentang suku bunga simpanan independen, maka transaksi dianggap wajar. Apabila transaksi Ibu suku bunganya di atas rentang kewajaran (karena menggunakan suku bunga pinjaman), tidak ada risiko yang timbul karena perspektif pemberi pinjaman adalah dari pendapatan bunga.
- Dari sisi penerima pinjaman, suku bunga yang ditetapkan dibandingkan dengan suku bunga pinjaman Selama suku bunga tersebut berada dalam rentang suku bunga pinjaman independen, maka transaksi dianggap wajar. Apabila transaksi Ibu suku bunganya di bawah rentang kewajaran (karena menggunakan suku bunga simpanan), tidak ada risiko yang timbul karena perspektif penerima pinjaman adalah dari biaya bunga.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di dalam transaksi pinjam-meminjam, pemilihan tested party tidak menimbulkan risiko signifikan karena penentuan suku bunga wajarnya dapat menggunakan dua sisi (pemberi pinjaman atau penerima pinjaman). Namun, apabila Ibu ingin melengkapi analisis menggunakan prinsip less complex, hal tersebut juga dapat menjadi tambahan dokumen pendukung apabila di kemudian hari terjadi koreksi sehubungan dengan pemilihan tested party.
Demikian jawaban dari kami, semoga membantu.
-DP
Co-writer: Amarta Devanda, Tax Consulting Intern