Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 21 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Dilema Penerapan Pemutihan PKB

Muhammad Akbar AditamabyMuhammad Akbar Aditama
29 April 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
129 5
A A
0
Keadilan
153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pertama-tama, beragam provinsi di Indonesia kini menerapkan kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor (PKB) pada periode 2025. Mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Aceh, hingga Kalimantan Selatan, sebab mereka menghadapi defisit anggaran dan menumpuknya tunggakan yang mengganggu perencanaan fiskal. Sementara itu, DKI Jakarta justru memilih untuk tidak menggelar program serupa, dengan logika bahwa basis wajib pajak di ibu kota didominasi pemilik kendaraan lebih dari satu yang secara finansial mampu, sehingga subsidi semacam itu dinilai tidak tepat sasaran.

Selanjutnya, di provinsi lain seperti Jawa Barat, pelaksanaan pemutihas yang sedang berlangsung saat ini dimulai pada 20 Maret sampai dengan hari terakhir 6 Juni 2025 berhasil memungut tunggakan dengan cepat. Pada hari pertama, realisasi pembayaran mencapai Rp 44 miliar hanya dalam 1,5 jam pertama pembukaan layanan. Lonjakan penerimaan ini logis dipilih sebagai upaya memulihkan kas daerah yang terdampak pandemi dan backlog administrasi, serta menunjukkan bahwa pemutihan denda dapat secara signifikan meningkatkan penerimaan jangka pendek dan mendorong penunggak lama untuk melunasi kewajibannya

Meski demikian, skema pemutihan juga membawa risiko moral hazard. Ketika wajib pajak terbiasa menunggu program pemutihan untuk membayar tunggakan, kebiasaan menunda bayar semakin mengakar, mereka semakin yakin denda akan dihapus pada periode berikutnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemutihan, meski populer, dapat merusak kedisiplinan fiskal jangka panjang .

Selain itu, jika dilihat dari sisi keadilan distributif, Pemerintah daerah Jakarta memprioritaskan penghargaan kepada wajib pajak yang taat membayar tepat waktu dengan tidak menghapus denda. Pemprov Jakarta menegaskan bahwa setiap orang wajib memenuhi kewajiban perpajakan tanpa pengecualian, sehingga tidak ada “ketidakadilan” subsidi silang dari penunggak kepada pembayar tertib. Pernyataan tersebut terdengar logis untuk menjaga kepercayaan dan mendukung prinsip bahwa tidak ada yang diberi keuntungan lebih tanpa kontribusi setara.

Lebih lanjut, Gubernur Pramono Anung menjelaskan bahwa sebagian besar penunggak pajak kendaraan di Jakarta merupakan pemilik mobil kedua, ketiga, atau bahkan lebih. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tergolong mampu secara finansial dan tidak layak menerima keringanan pajak. Oleh karena itu, Pemprov DKI memilih untuk mengejar penunggak pajak ini daripada memberikan pemutihan.

Dibandingkan penerapan pemutihan, Pemprov DKI Jakarta memfokuskan bantuan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Contohnya, program pemutihan ijazah dan penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tertentu. Pemutihan pajak kendaraan dianggap tidak tepat sasaran karena lebih banyak menguntungkan kelompok masyarakat yang mampu .

Namun demikian, berdasarkan perspektif keadilan horizontal, kebijakan berbeda di setiap daerah menimbulkan inkonsistensi perlakuan. Penunggak pajak di daerah lain bisa terbebas dari denda, sementara penunggak dengan KTP  Jakarta harus membayar penuh. Kebijakan ini menciptakan ketidaksetaraan semata-mata berdasarkan domisili, sehingga menunjukkan kebijakan fiskal antar-daerah perlu harmonisasi agar tidak menimbulkan kesan diskriminatif.

Namun demikian, ketidakseragaman kebijakan ini juga menimbulkan kegelisahan di kalangan warga. Misalnya, dalam wawancara dengan Kompas pada 28 April 2025, Agus Santoso, pengendara roda dua di Jakarta Utara, mengaku “Saya heran, kok di Bekasi ada pemutihan hingga akhir Juni, sementara KTP saya Jakarta Utara tidak kebagian sama sekali. Padahal saya cuma menunggak satu tahun.” Bahkan sebuah survei daring oleh Lembaga Kajian Publik (terbit 25 April 2025) menunjukkan 62 % responden DKI merasa ‘kurang adil’ dibandingkan tetangga yang mendapatkan amnesti.

Dengan demikian, perbedaan kebijakan antardaerah tak hanya soal angka, tapi juga berdampak nyata pada kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan daerah. Situasi ini menegaskan bahwa di balik pemutihan terdapat pertimbangan popularitas politik dan goodwill demografis yang diperebutkan kepala daerah.

Sebagai penutup, meski program pemutihan pajak kendaraan telah terbukti menyuntikkan arus kas instan dan meringankan beban denda bagi warga berpenghasilan rendah, kebijakan ini juga memunculkan risiko moral hazard dan ketimpangan perlakuan antar-daerah yang dapat meruntuhkan disiplin fiskal dan kepercayaan publik. Secara agregat, dampak negatif termasuk ketidakadilan horizontal dan fluktuasi pendapatan cenderung mengungguli manfaat jangka pendek jika amnesti diterapkan tanpa kriteria tegas.

Oleh karena itu, Pemerintah Daerah sebaiknya mengadopsi skema pemutihan terbatas dengan sasaran jelas (misalnya nontunggakan di bawah plafon tertentu atau bagi golongan berpenghasilan rendah), sambil memperkuat edukasi pajak dan sanksi tegas bagi penunggak berulang, agar keseimbangan antara keadilan, kepatuhan, dan stabilitas fiskal tercapai

Tags: Pajak Kendaraan BermotorPemutihan Pajak Kendaraan Bermtor
Share61Tweet38Send
Previous Post

Membaca Pembalikan Tren Penerimaan Pajak di Maret 2025

Next Post

Mengejar Penerimaan Pajak di Tengah Stagnasi Perekonomian

Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Related Posts

Kantor DJP. Sumber: Metro TV
Analisis

Penerimaan Pajak di Bawah Kepemimpinan Baru

21 Mei 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Setelah Retribusi, Saatnya Kualitas Layanan Dibenahi

20 Mei 2025
Artikel

Penerapan ESG dalam Dunia Usaha Indonesia: Meningkatkan Nilai atau Beban Tambahan?

20 Mei 2025
Alert to Greenwashing - concept with text against a woodland and magnifying glass
Artikel

Mengungkap Praktik Greenwashing: Kasus Coca-Cola dan Tantangan Implementasi ESG

20 Mei 2025
Artikel

Membangun Standar Nasional Assurance Keberlanjutan

20 Mei 2025
Artikel

Implementasi Tarif PPN 12% dan Skema Nilai Lain 11/12

19 Mei 2025
Next Post
Ilustrasi penurunan penerimaan pajak

Mengejar Penerimaan Pajak di Tengah Stagnasi Perekonomian

Ilustrasi Bank Emas atau Bullion Bank

Menata Ulang Kebijakan Fiskal Emas untuk Bullion Bank

Standar Baru Jaminan Laporan Keberlanjutan ISSA 5000

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1463 shares
    Share 585 Tweet 366
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    931 shares
    Share 372 Tweet 233
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    908 shares
    Share 363 Tweet 227
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    753 shares
    Share 301 Tweet 188
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    721 shares
    Share 288 Tweet 180
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.