Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 21 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Implementasi Tarif PPN 12% dan Skema Nilai Lain 11/12

Muhammad Akbar AditamabyMuhammad Akbar Aditama
19 Mei 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
125 10
A A
0
154
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 % menjadi 12 % paling lambat 1 Januari 2025. Amanat Pasal 7 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d. UU HPP akan diterjemahkan dalam praktik sehari-hari dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.03/2024 (“PMK-131/2024”) pada 31 Desember 2024, yang merinci mekanisme dasar pengenaan pajak (DPP) dan perhitungan PPN bagi berbagai jenis Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

Sejak pandemi COVID-19, penerimaan negara melemah akibat turunnya aktivitas ekonomi. UU HPP kemudian hadir untuk memperkuat struktur fiskal, antara lain dengan menaikkan tarif PPN menjadi 12 %. Kenaikan satu poin persentase ini diharapkan membuka ruang anggaran lebih besar bagi belanja prioritas seperti di sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur—serta membantu menekan defisit anggaran jangka menengah. Meski pemerintah belum merilis proyeksi angka resmi, penambahan 1 % tarif PPN diperkirakan dapat menambah kontribusi penerimaan cukup signifikan.

PMK-131/2024 memberikan dua skema dasar pengenaan pajak yang berlaku mulai 1 Januari 2025. Pertama, untuk BKP tergolong mewah, DPP ditetapkan sama dengan harga jual atau nilai impor sehingga perhitungan PPN langsung sebesar 12 %. Kedua, untuk BKP non-mewah, JKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP impor, dikenakan skema DPP alternatif yakni 11/12 × nilai transaksi yang menghasilkan tarif efektif 11 % meski tarif resmi secara hukum tetap 12 %. Pendekatan ini semacam “diskon” pada dasar pajak tanpa merubah tarif nominal.

BKP Mewah dan Non-Mewah

BKP mewah mencakup barang-barang bernilai tinggi sesuai PP 73/2019 jo. PP 74/2021 dan PP 61/2020, seperti mobil penumpang bermesin di atas ambang kapasitas silinder (misalnya > 1.500 cc), motor listrik dengan harga jual tinggi, hunian bernilai di atas Rp 30 miliar, kapal pesiar, pesawat pribadi, serta perhiasan dan batu mulia bernilai tinggi. Karena permintaan barang-barang ini relatif tidak elastis terhadap harga, pemerintah menerapkan tarif penuh 12 % agar penerimaan maksimal, tanpa menimbulkan beban sosial yang berarti bagi konsumen segmen premium.

Perhitungan PPN pada BKP mewah dilakukan secara sederhana, yakni DPP sama dengan harga jual atau nilai impor, kemudian PPN sebesar 12 % dikalikan DPP. Misalnya, kapal pesiar impor senilai Rp 10 miliar akan menimbulkan PPN terutang sebesar Rp 1,2 miliar (12 % × Rp 10 miliar). Prosedur ini memudahkan wajib pajak dan fiskus karena tidak memerlukan skema penyesuaian atau potongan lagi.

Berbeda dengan skema mewah, PMK-131/2024 memudahkan administrasi BKP non-mewah dan JKP lewat dasar pengenaan nilai lain. DPP dihitung sebagai 11/12 kali nilai transaksi, setelah itu PPN tetap dihitung 12 % dari DPP tadi. Secara matematis, tarif efektifnya menjadi 11 % (12 % × 11/12). Sebagai contoh, sebuah paket jasa konsultasi senilai Rp 10 juta memiliki DPP = Rp 9.166.667 (11/12 × Rp 10 juta), lalu PPN = ±Rp 1.100.000 (12 % × Rp 9.166.667). Meski tarif resmi tak berubah, mekanisme ini sangat membantu sistem akuntansi otomatis dalam menghitung PPN dengan satu rumus sederhana.

Meskipun dirancang untuk menyederhanakan, implementasi dua skema ini menghadirkan beberapa tantangan. Pertama, kesiapan sistem e-faktur dan perangkat akuntansi UMKM perlu ditingkatkan agar mendukung perhitungan 11/12 secara otomatis. Tanpa pembaruan perangkat lunak, risiko kesalahan manual dan keterlambatan pelaporan akan meningkat. Kedua, interpretasi tentang ambang batas BKP mewah dapat bervariasi antar kantor pajak daerah, sehingga perlu panduan seragam agar sengketa klasifikasi dapat diminimalkan. Ketiga, jika sosialisasi kebijakan belum merata, banyak pelaku usaha kecil yang kebingungan saat menerapkan kedua skema ini, sehingga potensi salah bayar atau kurang bayar harus diantisipasi.

Respon Pelaku Usaha

Respons pelaku usaha terhadap kebijakan ini beragam. Perusahaan besar umumnya cepat menyesuaikan sistem ERP dan e-faktur mereka, bahkan menambahkan quality-assurance internal untuk memastikan konsistensi perhitungan DPP. Sebaliknya, UMKM lebih mengandalkan jasa konsultan pajak atau beralih ke software akuntansi berbasis cloud yang otomatis menyesuaikan skema 11/12. Praktisi dan konsultan pajak sendiri aktif menyelenggarakan webinar dan pelatihan, membantu klien memahami kapan harus menggunakan DPP penuh dan kapan skema nilai lain.

Untuk memperlancar implementasi, DJP dan Kementerian Keuangan perlu mengintensifkan beberapa upaya. Pertama, pengembangan modul bimtek dan pelatihan online interaktif tentang perhitungan DPP dan PPN, lengkap dengan studi kasus nyata, akan sangat membantu pelaku usaha. Kedua, penerbitan surat edaran nasional yang menegaskan ambang batas BKP mewah di semua wilayah akan menstandarkan interpretasi dan meminimalkan variasi implementasi. Ketiga, pemerintah bisa mempertimbangkan insentif, misalnya potongan PPh final bagi UMKM yang berhasil mengadopsi sistem e-faktur terintegrasi dalam enam bulan pertama penerapan.

Secara keseluruhan, PMK-131/2024 telah memberikan kerangka teknis yang matang untuk menerjemahkan kenaikan tarif PPN 12 % menjadi praktik sehari-hari. Dengan skema DPP ganda, pemerintah berhasil menyeimbangkan kebutuhan penerimaan fiskal yang lebih besar dengan kemudahan administrasi bagi pelaku usaha non-mewah dan jasa. Keberhasilan kebijakan ini sangat tergantung pada kolaborasi antara pemerintah, otoritas pajak, dan pelaku usaha dalam menyiapkan sistem, melakukan sosialisasi, serta mematuhi ketentuan pelaporan.

Tags: PMK 131/2024PPN 11/12Tarif PPN 12%
Share62Tweet39Send
Previous Post

Cukai untuk Rekayasa Sosial, Tepatkah?

Next Post

Membangun Standar Nasional Assurance Keberlanjutan

Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Related Posts

Kurfa Laffer dan relevansinya perpajakan di Indonesia
Analisis

Relevansi Kurva Laffer bagi Perpajakan Indonesia

20 Juni 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Memahami Perbedaan Standar Assurance Laporan Keberlanjutan

16 Juni 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

2 Juni 2025
Artikel

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

2 Juni 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Pajak untuk Pemerataan Literasi

30 Mei 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

28 Mei 2025
Next Post

Membangun Standar Nasional Assurance Keberlanjutan

Alert to Greenwashing - concept with text against a woodland and magnifying glass

Mengungkap Praktik Greenwashing: Kasus Coca-Cola dan Tantangan Implementasi ESG

Penerapan ESG dalam Dunia Usaha Indonesia: Meningkatkan Nilai atau Beban Tambahan?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1469 shares
    Share 588 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    957 shares
    Share 383 Tweet 239
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    932 shares
    Share 373 Tweet 233
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    779 shares
    Share 312 Tweet 195
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    737 shares
    Share 295 Tweet 184
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.