Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 21 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Jenis Natura atau Kenikmatan yang Menjadi Objek Pajak?

163
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Jenis natura atau kenikmatan apa saja yang dapat menambahkan penghasilan bagi karyawan? Lalu, bagaimana membedakan mana biaya yang dapat menjadi pengurang atau penambah penghasilan bruto?

Yudi S.

  • Yudi S.
Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER

Ringkasan Jawaban

Berdasarkan UU HPP, imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan merupakan salah satu objek Pajak Penghasilan. UU HPP mengatur bahwa seluruh jenis penghasilan dalam bentuk natura atau kenikmatan, merupakan objek pajak bagi penerima penghasilan, kecuali natura atau kenikmatan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka pemberian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan ini pun dapat dibebankan sebagai biaya pengurang dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan.

Pembahasan Lengkap

Terima kasih Bapak Yudi atas pertanyaannya. Perusahaan pada umumnya memberikan imbalan gaji atau tunjangan dalam bentuk uang atau disebut juga sebagai benefit in cash. Namun, tak jarang perusahaan memberikan imbalan atau tunjangan dalam bentuk barang atau fasilitas tertentu yang disebut juga dengan natura atau kenikmatan (benefit in kind).

Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 03/PJ.23/1984, kenikmatan dalam bentuk natura merupakan setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja. Dijelaskan pula dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang dimaksud dengan “imbalan dalam bentuk natura” adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan “imbalan dalam bentuk kenikmatan” adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.

Ketentuan perpajakan atas natura atau kenikmatan mengalami perubahan di dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sebelumnya, natura atau kenikmatan merupakan imbalan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja”)

“Pasal 4

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;”

– Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja

Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk karyawan yang sifatnya natura atau kenikmatan semula juga tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja.

“Pasal 9

(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;”

– Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja

Dengan dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, ketentuan pajak atas natura atau kenikmatan mengalami perubahan. Imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di dalam UU HPP merupakan salah satu objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP”) sbb.:

“Pasal 4

(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;”

– Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP

Dengan ini, maka imbalan baik dalam bentuk uang (benefit in cash) maupun dalam bentuk lain seperti barang atau fasilitas yang termasuk natura atau kenikmatan (benefit in kind) merupakan objek pajak yang dikenakan PPh bagi Wajib Pajak yang menerimanya. Sebagai contoh, perusahaan memberikan tunjangan hari raya dalam bentuk uang tunai dan voucher tiket pesawat bagi pegawainya yang ingin pulang kampung. Keduanya merupakan objek Pajak Penghasilan bagi pegawai sehingga akan dikenakan PPh Pasal 21.

Biaya yang dikeluarkan perusahaan atas pemberian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan kepada pegawai juga dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan. Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh s.t.d.t.d UU HPP sbb.:

“Pasal 6

(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

n. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.”

– Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh s.t.d.t.d UU HPP

Namun, tidak semua natura atau kenikmatan merupakan objek Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d UU HPP mengatur bahwasannya terdapat 5 jenis natura atau kenikmatan yang dikecualikan sebagai objek pajak yaitu sbb.:

“Pasal 4

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan, meliputi:

1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;

2. natura dan/ atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;

3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;

4. natura dan/ atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau

5. natura dan/ atau kenikmatan dengan jenis dan/ atau batasan tertentu;”

– Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d UU HPP

Ketentuan natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak tersebut akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana.

Kesimpulannya, ketentuan pajak saat ini mengatur bahwa seluruh jenis penghasilan dalam bentuk natura atau kenikmatan merupakan objek pajak bagi penerima penghasilan, kecuali natura atau kenikmatan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka pemberian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan ini pun dapat dibebankan sebagai pengurang dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan.

Tags: Biaya 3MKenikmatanNaturaNon Objek PajakObjek PajakPajak Penghasilan
Share65Tweet41Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Perjanjian Pranikah : Bagaimana Kewajiban Perpajakan Wajib Pajak?

Next Post

Pandemi dan Digitalisasi Corporate Social Responsibility (CSR)

Related Posts

Image by freepik
Konsultasi

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

1 bulan ago
ESG
Konsultasi

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

1 bulan ago
Jasa konstruksi
Konsultasi

Apakah Jasa Instalasi dan Bangunan dari Perseorangan Selalu Dikenakan PPh Pasal 23?

3 bulan ago
Majalah online
Konsultasi

Aspek PPh dan PPN atas Transaksi Berlangganan Majalah Online dari Luar Negeri

3 bulan ago
Global Minimum Tax
Konsultasi

Bagaimana Penerapan GMT di Indonesia?

3 bulan ago
Akun CTAS
Konsultasi

Apakah Karyawan Level Staf Bisa Menjadi PIC Akun CTAS?

5 bulan ago

BACA JUGA

Kurfa Laffer dan relevansinya perpajakan di Indonesia

Relevansi Kurva Laffer bagi Perpajakan Indonesia

20 Juni 2025
Berburu pajak saat ekonomi stagnan

Berburu Penerimaan Pajak di Tengah Stagnasi Perekonomian

19 Juni 2025
Sumber: Freepik

Memahami Perbedaan Standar Assurance Laporan Keberlanjutan

16 Juni 2025

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

Pajak untuk Pemerataan Literasi

Menakar Efisiensi Pemungutan PPN melalui Cerminan Struktur Ekonomi Nasional

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

Merapor Fiskal Indonesia Kuartal 1 2025

Kendala Fiskal Usulan Pemekaran dan Keistimewaan Daerah

Kebijakan Pajak yang Lebih Progresif bagi Penyandang Disabilitas

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

Diskursus: Apakah Kebijakan Tax Amnesty Bersifat Ekses?

Briefing ASRRAT 2025 Tegaskan Kriteria Baru

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1469 shares
    Share 588 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    957 shares
    Share 383 Tweet 239
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    932 shares
    Share 373 Tweet 233
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    779 shares
    Share 312 Tweet 195
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    737 shares
    Share 295 Tweet 184
Next Post
corporate social responsibility

Pandemi dan Digitalisasi Corporate Social Responsibility (CSR)

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.

  • Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Pada dasarnya Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien – konsultan pajak tidak terjadi. Untuk suatu nasihat yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang konsultan pajak yang kompeten.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.

Artikel jawaban tertentu dari Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id mungkin sudah tidak sesuai/tidak relevan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Kami sarankan Anda untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan di dalam artikel jawaban Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.