Ringkasan Jawaban
Pada dasarnya, selama terdapat Pajak Keluaran atas suatu penyerahan BPK dan/atau JKP maka Pajak Masukan yang berkaitan dengan transaksi tersebut dapat dikreditkan. Secara konsep, PPN tidak dipungut itu Pajak Keluarannya tetap terutang, namun tidak dipungut oleh PKP. Dengan demikian, Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan JKP kepada pengusaha yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut tetap dapat dikreditkan.
Penjelasan Lengkap
Terima kasih Bapak Fredy atas pertanyaannya. Sebelum menjawab pertanyaan Bapak, mari kita bahas terlebih dahulu mengenai perbedaan fasilitas PPN tidak dipungut dengan fasilitas PPN dibebaskan. Fasilitas PPN tidak dipungut salah satunya diberikan untuk penyerahan ke kawasan ekonomi tertentu seperti kawasan berikat, kawasan bebas, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
Fasilitas PPN tidak dipungut juga berlaku untuk impor atau penyerahan alat angkutan tertentu di bidang pertahanan, TNI atau Polri sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 41/PMK.03/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Sementara, fasilitas PPN dibebaskan umumnya diberikan kepada PKP (Pengusaha Kena Pajak) yang melakukan penyerahan atau impor BKP (Barang Kena Pajak) yang bersifat strategis dan penyerahan BKP dan/atau JKP (Jasa Kena Pajak) tertentu. Barang yang bersifat strategis pada hakikatnya merupakan BKP, namun karena tujuan tertentu (merujuk pada urgensinya bagi khalayak atau pengembangan usaha tertentu) pemerintah memberikan fasilitas PPN.
Oleh karena itu, saat penyerahan BKP yang bersifat strategis, pemerintah memberikan fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2018 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Ketentuan fasilitas PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan diatur di dalam Pasal 16B ayat (1) UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU PPN”) sebagai berikut:
“Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
a. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
b. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
c. impor Barang Kena Pajak tertentu;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
(Pasal 16B ayat (1) UU PPN)
Kemudian, ketentuan mengenai pengkreditan Pajak Masukan atas fasilitas PPN tidak dipungut diatur di dalam Pasal 16B ayat (2) UU PPN.
“Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat dikreditkan.”
(Pasal 16B ayat (2) UU PPN)
Sebaliknya, atas fasilitas PPN dibebaskan, Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur di dalam Pasal 16B ayat (3) UU PPN.
“Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.”
(Pasal 16B ayat (3) UU PPN)
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan JKP kepada pengusaha yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut tetap dapat dikreditkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 16B ayat (2) UU PPN. Secara konsep, PPN tidak dipungut itu Pajak Keluarannya tetap terutang, namun tidak dipungut oleh PKP.
Konsep PPN yang diterapkan di Indonesia adalah “Nilai Tambah = t (output) – t (input)” atau metode subtraktif-tidak langsung (metode faktur atau metode kredit). Dengan demikian, logika dasar pengenaan PPN di Indonesia adalah selama terdapat Pajak Keluaran atas suatu penyerahan BPK dan/atau JKP maka Pajak Masukan yang berkaitan dengan transaksi tersebut tetap dapat dikreditkan.
Sebaliknya, fasilitas PPN dibebaskan mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan yang memperoleh pembebasan PPN tersebut tidak dapat dikreditkan.