Depok, Pratama Institute — Analis kebijakan publik dan perpajakan Pratama Institute (PRINS), Ismail Khozen, berkesempatan menjadi narasumber dalam penelitian tugas akhir mahasiswa Universitas Indonesia, M. Rafsanjani. Topik penelitian yang dibahas yaitu “Strategi Optimalisasi Penerimaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Hiburan Tertentu di Kota Depok.”

Dalam sesi wawancara mendalam yang dilangsungkan pagi ini, Khozen menyampaikan sejumlah perspektif penting terkait kebijakan pajak hiburan yang saat ini menjadi sorotan publik. Utamanya menyusul implementasi Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Kota Depok, sebagaimana daerah lain di Indonesia, kini mulai mengimplimentasikan ketentuan baru mengenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), termasuk pajak hiburan. Kota tersebut mengenakan tarif sebesar 40% pada jasa hiburan tertentu berupa karaoke.
Sementara itu, tarif pajak untuk hiburan diskotek, klub malam, dan bar sebesar 75%. Kendati demikian, jenis usaha tersebut belum ada di wilayah Kota Depok.
Dalam penjelasannya, Khozen menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan aspek keadilan, efektivitas pengawasan, serta keberlanjutan sektor usaha dalam menyusun strategi optimalisasi penerimaan pajak. Ia juga menyoroti peluang dan tantangan dari simplifikasi lima jenis pajak daerah ke dalam PBJT sebagaimana diamanatkan oleh UU HKPD.
“Pajak hiburan harus dilihat bukan semata dari sisi potensi penerimaannya, tetapi juga dari aspek keberterimaan sosial dan kemampuan sektor usaha untuk bertahan. Tarif yang terlalu tinggi berpotensi kontraproduktif dan mendorong penghindaran pajak,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Khozen mengemukakan peluang pemberian insentif fiskal sebagaimana diatur dalam Pasal 101 UU HKPD.
Ia juga memberikan masukan mengenai intensifikasi dan ekstensifikasi pajak hiburan. Di antara yang cukup mendesak adalah terkait pemutakhiran data objek pajak, pemanfaatan teknologi, penyusunan peraturan daerah, serta penguatan kapasitas fiskus daerah.
Khozen mendorong agar kebijakan PBJT dapat diimplementasikan dengan pendekatan kolaboratif antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat.
Ia juga menyampaikan apresiasinya atas topik penelitian yang diangkat oleh M. Rafsanjani. Menurutnya, kajian semacam ini sangat relevan dan dibutuhkan, terutama dalam konteks penguatan kemandirian fiskal daerah dan perbaikan tata kelola pajak daerah ke depan.
“Senang rasanya bisa berdiskusi dan berbagi pandangan. Semoga penelitian yang dilakukan bisa segera rampung dan memberikan kontribusi nyata bagi para pemangku kepentingan,” pungkasnya.