Tanggal 21 November diperingati sebagai Hari Pohon Dunia. Peringatan tersebut kiranya menjadi momentum yang tepat bagi kita untuk merenungkan kembali nilai dari eksistensi hutan di bumi ini. Hutan sebagai paru-paru dunia juga merupakan rumah bagi lebih dari 80% keanekaragaman hayati.
Namun, ada ancaman besar yang mengintai mereka yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian alam. Ancaman tersebut berasal dari tindakan kita yang sembrono dan masih jauh dari kata bertanggung jawab. Sebagai gambaran, dua pertiga dari populasi satwa liar telah musnah terutama sebagai akibat dari deforestasi (BBC, 2020).
Di Indonesia, situasi ini tercermin misalnya dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pada tahun 2020-2021, deforestasi mencapai 113,5 ribu hektare. Angka tersebut adalah hasil dari deforestasi bruto sebesar 139,1 ribu hektare, yang hanya sedikit terimbangi oleh upaya reforestasi sebesar 25,6 ribu hektare.
Reforestasi merupakan solusi utama untuk mengatasi masalah deforestasi. Program tersebut ditujukan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang marak terjadi di seluruh dunia. Selain berfokus pada penanaman kembali pepohonan, program reforestasi juga menekankan pada pemulihan ekosistem hutan, serta mengoptimalkan manfaat yang didapat masyarakat dari keberadaan hutan.
Belakangan ini, kesadaran akan reforestasi semakin meningkat. Ada lebih banyak perusahaan yang memiliki program reforestasi. Untuk semakin mendorong penghijauan kembali, dalam konteks perusahaan menjadi semakin penting untuk mendorong transparansi dan pengungkapan informasi, khususnya melalui Laporan Keberlanjutan mereka. Langkah tersebut tentunya dapat menjadi pendorong untuk menciptakan alam yang lebih hijau, yang belakangan ini menjadi semakin penting untuk menanggulangi dampak perubahan iklim.
Salah satu contoh nyata dari upaya reforestasi adalah Program Pertamina Forest, seperti diungkap dalam Sustainability Report Pertamina 2023. Sejak diluncurkan, lebih dari enam juta pohon telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, Pertamina juga rutin mengungkapkan data dan informasi mengenai progres program mereka dalam laporan keberlanjutan mereka.
Contoh lain yang layak disebutkan adalah pengungkapan oleh Sime Darby Plantation, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dari Malaysia. Di Laporan Keberlanjutannya, perusahaan ini telah melaksanakan program reforestasi dengan menanam 2,284,028 pohon di lahan bekas kebun kelapa sawit. Selain bertujuan untuk menambah luas hutan, program tersebut juga ditujukan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati di kawasan yang sebelumnya terdegradasi.
Dari kedua contoh di atas, dapat dilihat bahwa integrasi program reforestasi dalam strategi bisnis memberi harapan bagi pertumbuhan berkelanjutan. Upaya untuk menyukseskan program reforestasi sangat erat kaitannya dengan peran dari masyarakat sekitar. Dengan melibatkan komunitas lokal dan mendengarkan kebutuhan mereka, perusahaan dapat menciptakan program reforestasi yang juga dapat memberikan manfaat luas bagi masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan.
Pengungkapan program-program lingkungan dalam laporan keberlanjutan perusahaan merupakan bentuk komitmen terhadap tanggung jawab atas dampak yang timbul dari aktivitas perusahaan. Pengungkapan yang jelas memungkinkan pemangku kepentingan, khususnya masyarakat dan investor, untuk menilai sejauh mana perusahaan menjalankan program-program tersebut secara efektif. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi pembelajaran dalam bentuk best practices untuk menjadi contoh bagi perusahaan lain.
Setelah memastikan program reforestasi menjadi agenda prioritas perusahaan, hal yang tidak kalah penting lagi adalah memastikan kelanjutan dari program tersebut. Sebagaimana diungkap McElwee dan Nghi (2021) pada kasus di Vietnam, banyak program reforestasi yang sering kali lebih terfokus pada manfaat jangka pendek, misalnya rotasi cepat untuk produksi kayu. Artinya, program tersebut sangat mungkin kurang memperhatikan manfaat sosial jangka panjang bagi masyarakat sekitar.
Fakta tersebut menjadi pengingat bagi kita bahwa jika program reforestasi tidak direncanakan dengan baik, akan sulit mencapai keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Oleh karena itu, Laporan Keberlanjutan yang dibuat oleh perusahaan semestinya juga dapat mengungkap rencana jangka panjang atau kelanjutan dari program tersebut untuk memastikan manfaatnya lestari. Jika rencana tersebut belum tersedia, tetap penting untuk mengungkap komitmen perusahaan terkait agenda perbaikan yang akan dicanangkan.
Akhirnya, di momen penting seperti Hari Pohon Dunia atau Hari Menanam Pohon Indonesia yang jatuh pada 28 November, kita diingatkan akan peran vital pohon dan hutan bagi kehidupan kita. Kolaborasi antara perusahaan, pemerintah, dan masyarakat akan menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Satu poin kunci terkait reforestasi adalah tentang membangun kembali ikatan antara manusia dan alam, serta memastikan bahwa generasi mendatang dapat menikmati kekayaan lingkungan yang terus terjaga.