Tahun baru, peraturan baru. Nampaknya, masyarakat tidak dapat berlibur dengan tenang pada saat pergantian tahun 2024 menuju 2025. Bagaimana tidak? Masyarakat yang sebelumnya sempat dibuat was-was menanti kenaikan tarif PPN 12% per 1 Januari 2025, tiba-tiba diberikan plot twist melalui cuitan Bu Sri Mulyani, Menteri Keuangan, di akun X-nya yang menyatakan “PPN TIDAK NAIK…!”. Antara senang dan bingung, apakah benar?
Tidak perlu penantian terlalu lama, sembari berpesta pergantian tahun, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131/2024 di tanggal 31 Desember 2024. Isi PMK 131/2024 tersebut menjawab kegundahan dan kegaduhan masyarakat mengenai apakah tarif PPN jadi naik menjadi 12% atau tidak.
Tarif PPN Tetap Naik Menjadi 12%
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025 diatur di dalam UU PPN (UU No. 8/1983 s.t.d.t.d UU No. 6/2023). Tentu secara hirarki, kedudukan UU PPN berada di atas PMK 131/2024 sehingga PMK 131/2024 tidak dapat membuat pengaturan yang bertentangan dengan UU PPN. Apa artinya? Artinya, tarif PPN tetap naik menjadi 12% sesuai amanat UU PPN.
Akan tetapi, PMK 131/2024 ibarat mencari “celah” di dalam UU PPN. Jika ditinjau ke bagian “menimbang”, PMK 131/2024 menjadi ketentuan turunan dari Pasal 8A UU PPN yang mengatur mengenai DPP (Dasar Pengenaan Pajak) Nilai Lain. PMK 131/2024 membagi pengaturan DPP menjadi dua, sbb.:
- Barang tergolong mewah berupa kendaraan atau selain kendaraan (sesuai yang dikenakan PPnBM sebagaimana disebutkan di Lampiran PMK 42/2022 dan PMK 15/2023), DPP ditetapkan sebesar harga jual atau nilai impor secara penuh.
- Barang selain tergolong mewah dan penyerahan jasa, DPP berupa nilai lain, yaitu sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual, nilai impor, atau penggantian
Perhitungan PPN-nya adalah dengan mengalikan tarif 12% dengan DPP masing-masing barang dan/atau jasa.
Maka dari itu, berdasarkan PMK 131/2024, tarif PPN tetap 12%, namun untuk barang selain tergolong mewah, beban PPN yang ditanggung masyarakat adalah 11% karena menggunakan DPP nilai lain 11/12. Sementara itu, untuk barang-barang mewah di bawah ini (sesuai PMK 42/2022 dan PMK 15/2023), beban PPN-nya tetap 12% karena DPP-nya adalah harga jual atau nilai impor.
- Kendaraan bermotor sebagaimana diatur dalam PMK-141/PMK.010/2021 sebagaimana telah diubah dengan PMK-42/2022;
- Hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau lebih;
- Balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;
- Peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara, tidak termasuk peluru senapan angin;
- Helikopter, pesawat udara dan kendaraan udara lainnya;
- Senjata artileri, revolver, pistol, dan senjata api lainnya yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak;
- Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum;
- Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum atau usaha
pariwisata.
Ketentuan Peralihan
Bagi barang mewah yang diserahkan kepada konsumen akhir, terdapat masa transisi dari tanggal 1 Januari 2025 s.d. 31 Desember 2025. Pada masa transisi, barang mewah yang diserahkan kepada konsumen akhir dapat menggunakan DPP Nilai Lain 11/12, sehingga beban PPN-nya menjadi 11%. Mulai Februari 2025, beban PPN-nya menjadi 12% (DPP berupa harga jual x tarif PPN 12%). Hal ini diatur di Pasal 5 PMK 131/2024.
PPN yang Sebelumnya Menggunakan DPP Nilai Lain Berdasarkan Peraturan Tersendiri dan Besaran Tertentu
Sesuai Pasal 4 ayat (1) PMK 131/2024, penyerahan BKP/JKP yang sudah menggunakan DPP Nilai Lain berdasarkan peraturan tersendiri dan juga penyerahan BKP/JKP dengan Besaran Tertentu, dikecualikan dari pengaturan di PMK 131/2024. Sebagai contoh, jasa freight forwarding yang dikenakan PPN Besaran tertentu sebesar 10% x tarif PPN x jumlah yang ditagih/seharusnya ditagih berdasarkan PMK 71/PMK.03/2022, tidak dapat menggunakan DPP nilai lain yang diatur di PMK 131/2024. Dengan demikian, jasa freight forwarding memiliki tarif efektif PPN sebesar 1,2% (10% x tarif PPN 12%).
Pengecualian DPP nilai lain dan Besaran tertentu berdasarkan peraturan tersendiri dari PMK 131/2024 merupakan penerapan dari prinsip lex specialis derogate legi generali. Artinya, pengaturan yang lebih spesifik/khusus (lex specialis) mengesampingkan pengaturan yang bersifat umum (lex generalis).
Pembuatan Faktur Pajak
Petunjuk teknis pembuatan Faktur Pajak atas pelaksanaan PMK 131/2024 diatur di Peraturan Dirjen Pajak No. 1/PJ/2025 (Per-1/2025). Beberapa poin pengaturan di Per-01/2025 adalah sbb.:
- PKP masih dapat menerbitkan Faktur Pajak dengan tarif PPN 11% s.d 31 Maret 2025 atas penyerahan non-barang mewah; [Pasal 4 ayat (1)]
- Faktur Pajak atas penyerahan non-barang mewah yang menggunakan tarif PPN 11% x dengan harga jual atau tarif PPN 12% dikali dengan harga jual s.d 31 Maret 2025 dianggap benar dan tidak dikenakan sanksi. [Pasal 4 ayat (1)]
- Bagi PKP yang melakukan penyerahan non-barang mewah dan sudah terlanjur memungut PPN 12%, pembeli dapat meminta pengembalian. Atas pengembalian tersebut, PKP harus membetulkan Faktur Pajak yang sudah diterbitkan; [Pasal 4 ayat (2)]
- Kode Faktur Pajak atas penyerahan non-barang mewah menggunakan kode 040. [Lampiran]
- Apabila ada penyerahan BKP/JKP yang menggunakan kode Faktur Pajak lainnya (misal 020, 030, 050, 070, dsb), kode Faktur Pajak tersebutlah yang digunakan. [Lampiran]
Dengan demikian, Per-01/2025 memberikan masa transisi bagi PKP yang melakukan penyerahan non-barang mewah s.d 31 Maret 2025. Maka dari itu, sebaiknya tiap-tiap Pengusaha berstatus PKP mulai mempersiapkan penerapan PMK 131/2024 dan Per-01/2025 berupa DPP nilai lain 11/12 sehingga tidak memunculkan kekeliruan di kemudian hari.