Selayang Pandang Thomas Hobbes
Thomas Hobbes, seorang filsuf Inggris abad ke-17, menawarkan pandangan mendalam tentang pentingnya otoritas dalam menjaga ketertiban masyarakat. Dalam karyanya Leviathan, Hobbes menggambarkan bagaimana negara dibentuk melalui kontrak sosial, sebuah perjanjian kolektif di mana individu menyerahkan sebagian kebebasan mereka kepada otoritas yang lebih besar demi terciptanya stabilitas dan keamanan.
Konsep ini bisa menjadi pisau bedah yang ampuh dalam membahas peran pajak sebagai salah satu instrumen utama negara untuk menjalankan fungsi ketertiban. Dalam pandangan Hobbes, state of nature atau keadaan alamiahnya manusia adalah saat tidak adanya hukum, pemerintahan, atau otoritas adalah (solitary, poor, nasty, brutish, and short) adalah keadaan dasar saat manusia memulai kehidupannya.
Untuk itu menurut Hobbes, tanpa adanya otoritas yang mengatur, manusia cenderung hidup dalam kekacauan akibat dorongan egoisme dan kompetisi untuk bertahan hidup. Untuk itu Leviathan, atau konsep negara dengan otoritas penuh, hadir sebagai otoritas absolut yang bertugas mencegah kekacauan ini, dengan pajak/upeti yang difungsikan menjadi salah satu cara utama bagi negara untuk memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsinya.
Hobbes: Pajak Sebagai Fondasi Leviathan
Sebagai perwujudan dari kontrak sosial, pajak mencerminkan pengorbanan individu untuk mendukung keberlangsungan negara. Individu menyerahkan sebagian dari penghasilan mereka melalui pajak dengan harapan bahwa negara akan menggunakan dana tersebut untuk menyediakan layanan publik seperti keamanan, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Dengan demikian, pajak bukan hanya bersifat kewajiban finansial, tetapi juga menjadi simbol dari hubungan antara individu dan negara. Namun, peran Leviathan hanya dapat berjalan efektif jika negara mampu mengelola pajak dengan baik.
Ketika negara gagal menggunakan pajak secara adil dan transparan, masyarakat mulai mempertanyakan kontrak sosial yang mendasari keberadaan Leviathan. Ketidakadilan dalam distribusi manfaat, seperti korupsi atau alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran, dapat melemahkan legitimasi negara di mata rakyatnya.
Akibatnya, rasa saling percaya antara masyarakat dan negara terkikis, dan masyarakat dapat terancam kembali ke kondisi yang mendekati state of nature.
Kepercayaan dan Transparansi dalam Kebijakan Perpajakan
Hobbes menekankan pentingnya otoritas negara yang kuat untuk menjaga ketertiban, tetapi kekuatan ini harus disertai dengan tanggung jawab. Dalam konteks pajak, tanggung jawab ini diwujudkan melalui keadilan dan transparansi.
Pajak yang dikelola secara tidak adil, seperti sistem perpajakan yang membebani kelompok tertentu secara tidak proporsional, dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berujung pada ketegangan sosial. Sebaliknya, ketika negara mampu menunjukkan bahwa pajak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas, legitimasi Leviathan semakin kokoh.
Transparansi juga menjadi elemen penting dalam membangun kepercayaan. Ketika masyarakat mengetahui bagaimana pajak mereka digunakan dan dapat melihat hasil konkret dari kontribusi mereka, mereka cenderung lebih bersedia membayar pajak.
Dalam konteks modern, hal ini dapat diwujudkan melalui laporan anggaran yang terbuka, pengawasan publik terhadap pengelolaan keuangan negara, dan kebijakan anti-korupsi yang tegas.
Stabilitas Melalui Pajak
Stabilitas adalah prasyarat utama bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang teratur, dan pajak memainkan peran penting dalam menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk menjaga stabilitas tersebut.
Misalnya, dana dari pajak digunakan untuk mendanai lembaga penegak hukum, militer, dan sistem peradilan, yang semuanya berfungsi untuk mencegah konflik dan memastikan berlakunya hukum.
Selain itu, pajak juga dapat digunakan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi, yang sering menjadi sumber ketegangan dalam masyarakat. Ketimpangan yang ekstrem dapat memicu rasa ketidakadilan dan memperburuk konflik sosial.
Pajak progresif, misalnya, dirancang untuk membebankan pajak yang lebih besar kepada individu atau kelompok dengan penghasilan tinggi, sehingga redistribusi kekayaan dapat terjadi. Dalam kerangka Hobbesian, upaya ini adalah bagian dari tanggung jawab Leviathan untuk menjaga keseimbangan sosial demi mencegah kekacauan.
Namun, upaya ini harus dilakukan dengan hati-hati. Jika kebijakan perpajakan dianggap terlalu berat atau tidak adil, Leviathan dapat kehilangan dukungan dari masyarakat. Oleh karena itu, negara harus memastikan bahwa kebijakan perpajakan tidak hanya adil secara nominal, tetapi juga dirasakan adil oleh rakyat.
Pajak sebagai Tanggung Jawab Kolektif
Pandangan Hobbes tentang kontrak sosial menekankan pentingnya tanggung jawab kolektif dalam menjaga keberlangsungan masyarakat. Pajak adalah salah satu bentuk tanggung jawab ini.
Dengan membayar pajak, individu berkontribusi untuk mendukung fungsi negara yang lebih besar daripada kepentingan pribadi mereka. Hal ini mencerminkan pengorbanan yang diperlukan untuk menjaga ketertiban dan kesejahteraan bersama.
Namun, tanggung jawab ini hanya dapat diterima jika negara mampu menunjukkan bahwa pengorbanan tersebut menghasilkan manfaat nyata. Jika masyarakat merasa bahwa pajak hanya digunakan untuk keuntungan segelintir orang atau tidak memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka, rasa tanggung jawab kolektif ini dapat memudar.
Dalam situasi seperti ini, negara harus bekerja lebih keras untuk membangun kembali kepercayaan dan memastikan bahwa kontrak sosial tetap dihormati oleh semua pihak.
Pajak dan Leviathan
Konsep Leviathan yang digagas oleh Hobbes memberikan kerangka filosofis yang relevan untuk memahami peran pajak dalam negara modern. Pajak bukan hanya alat pengumpulan pendapatan, tetapi juga simbol dari hubungan antara individu dan negara yang didasarkan pada kontrak sosial.
Sebagai Leviathan, negara memiliki tanggung jawab untuk menggunakan pajak secara adil dan transparan demi menciptakan stabilitas dan kesejahteraan. Ketika negara gagal memenuhi tanggung jawab ini, legitimasi Leviathan dapat dipertanyakan, dan masyarakat dapat terancam kembali ke kondisi yang penuh ketidakpastian.
Sebaliknya, ketika negara berhasil mengelola pajak dengan baik dan menunjukkan hasil nyata dari kontribusi masyarakat, kontrak sosial menjadi lebih kuat, dan individu lebih bersedia mendukung sistem perpajakan.
Dengan demikian, pajak tidak hanya menjadi instrumen keuangan, tetapi juga alat untuk menjaga harmoni dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, sebagaimana yang dibayangkan oleh Hobbes dalam Leviathan.