Dalam dua dekade terakhir, isu ESG—lingkungan, sosial, dan tata kelola—telah menjadi pusat perhatian dalam dunia bisnis global. Namun, banyak yang tidak menyadari bahwa gerakan EGS sebenarnya tidak muncul begitu saja. Pada mulanya, isu ESG dibentuk dan dipicu oleh serangkaian krisis besar, yang mengungkapkan kegagalan mendasar dalam etika, transparansi, dan tata kelola perusahaan. Dua kasus paling menonjol yang menjadi titik balik bagi munculnya gerakan ESG global adalah kasus Enron dan Volkswagen—atau yang lebih dikenal sebagai Dieselgate.
Kasus Enron: Kebangkrutan yang Mengubah Tata Kelola Keuangan Dunia
Pada awal 2000-an, Enron adalah salah satu perusahaan paling bernilai di dunia, dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua secara global. Namun, perusahaan energi asal AS ini mengumumkan kebangkrutan pada Desember 2001 setelah skema penipuan keuangannya terungkap. Enron, melalui metode akuntansi mark-to-market, mencatatkan keuntungan yang belum direalisasikan sebagai pendapatan nyata, dan menggunakan entitas tujuan khusus (special purpose entities) untuk menyembunyikan utangnya.
Firma akuntansi Arthur Andersen—salah satu dari lima besar dunia saat itu—menyokong praktik ini dengan audit yang menyesatkan. Kasus ini menelan lebih dari 4.500 pekerjaan dan menyebabkan kerugian miliaran dolar bagi para investor. CEO dan eksekutif senior Enron dijatuhi hukuman karena penipuan dan konspirasi.
Akibatnya, Kongres AS mengesahkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) pada 2002. Undang-undang ini mewajibkan pengungkapan informasi keuangan yang transparan, penerapan kode etik bagi eksekutif senior, serta perlindungan terhadap pelapor (whistleblowers). Meskipun SOX fokus pada aspek keuangan dan tata kelola, hal ini menjadi fondasi bagi kerangka regulasi ESG global yang kita kenal hari ini—dengan penekanan pada akuntabilitas, transparansi, dan tanggung jawab sosial.
Kasus Volkswagen: Kasus Emisi yang Menunjukkan Pentingnya Etika dan Transparansi
Sementara Enron meledak dari dalam dunia keuangan, Dieselgate menunjukkan bagaimana kegagalan ESG juga bisa muncul dari ketidakjujuran teknologi dan tata kelola yang lemah.
Kasus ini bermula pada 2013, ketika John German dari International Council on Clean Transportation (ICCT) mulai menyelidiki perbedaan emisi nitrogen oksida antara mobil diesel di Eropa dan AS. Bersama tim dari West Virginia University, mereka melakukan pengujian dalam kondisi jalan nyata dan menemukan bahwa dua model mobil Volkswagen—Passat dan Jetta—mengeluarkan emisi hingga 35 kali lipat dari batas yang diizinkan.
Investigasi selanjutnya mengungkap bahwa Volkswagen memasang defeat device berupa perangkat lunak dalam 11 juta mobil diesel untuk menipu pengujian emisi. Saat mobil diuji di laboratorium, perangkat ini akan mengaktifkan kontrol emisi agar lolos uji. Namun dalam kondisi nyata, perangkat ini dinonaktifkan, menyebabkan polusi jauh lebih tinggi.
Setelah ketahuan pada September 2015, saham Volkswagen jatuh dari USD 167 ke USD 104, menghapus sekitar USD 20 miliar nilai pasar. Kasus ini menyebabkan CEO Martin Winterkorn mengundurkan diri dan sejumlah eksekutif dijerat hukum. Volkswagen akhirnya membayar denda dan penyelesaian hukum senilai lebih dari USD 34,6 miliar.
Namun lebih dari sekadar kasus buruk lingkungan, Dieselgate mencerminkan kegagalan struktural dalam tata kelola perusahaan. Sistem dual board di Jerman mewajibkan perusahaan publik memiliki dewan pengawas dan dewan manajemen yang terpisah. Di Volkswagen, dewan pengawas didominasi oleh perwakilan pekerja dan pemerintah negara bagian Lower Saxony, yang memiliki kepentingan sebagai pemilik saham. Hal ini menyebabkan lemahnya independensi dan pengawasan terhadap manajemen.
Gaya kepemimpinan yang otoriter, budaya ketakutan, dan tekanan untuk memenuhi target ambisius “Strategi 2018” membuat para insinyur Volkswagen memilih jalan pintas dengan merancang defeat device—alih-alih mencari solusi teknologi yang berkelanjutan. Ini adalah pelajaran mahal mengenai pentingnya keseimbangan antara ambisi bisnis dan tanggung jawab sosial.
Pelajaran dari Kasus Enron dan Dieselgate
Kasus Enron memicu reformasi regulasi besar-besaran di Amerika Serikat, sementara itu, kasus Volkswagen mendorong industri otomotif global untuk lebih serius menangani isu keberlanjutan dan tata kelola. Kedua kasus ini menunjukkan bahwa kegagalan dalam transparansi, etika, dan tanggung jawab sosial dapat meruntuhkan bahkan perusahaan global terbesar sekalipun.
Gerakan ESG yang kian berkembang sampai dengan saat ini adalah respons terhadap kegagalan masa lalu—usaha untuk memastikan bahwa perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan finansial, tetapi juga memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari aktivitas bisnisnya.
Kini, semakin banyak investor yang menilai perusahaan tidak hanya dari kinerja keuangan, tapi juga dari komitmen terhadap keberlanjutan, etika, dan tata kelola. Perusahaan yang menanamkan prinsip ESG secara nyata akan memiliki daya tahan lebih kuat terhadap krisis, risiko reputasi, dan perubahan regulasi.
Ke Depan, Siapa yang Bertanggung Jawab?
Kasus Enron dan Dieselgate memberikan pelajaran penting: Tata kelola yang lemah, budaya perusahaan yang tidak sehat, dan pengabaian terhadap dampak sosial-lingkungan akan selalu membawa risiko besar. Pertanyaannya kini: siapa yang bertanggung jawab bila praktik-praktik buruk ini masih terjadi? Apakah cukup menyalahkan beberapa individu, atau justru sistem tata kelola dan struktur kekuasaan korporasi yang perlu diperbaiki?
Masa depan ESG bukan hanya tentang kepatuhan terhadap standar dan regulasi, tetapi juga tentang perubahan nilai dan budaya perusahaan secara menyeluruh—dari ruang dewan direksi hingga lini produksi. Kita semua—mulai dari regulator, investor, pemegang saham, hingga konsumen—memiliki peran dalam menuntut dan mendorong perubahan ke arah yang lebih etis, adil, dan berkelanjutan.
Informasi Jasa Pratama Institute
Penerapan ESG dilaporkan dalam laporan keberlanjutan perusahaan yang wajib dibuat setiap tahunnya. Jika Anda ingin memastikan laporan keberlanjutan perusahaan Anda disusun secara profesional dan menarik, kami di Pratama Institute hadir untuk membantu Anda. Dengan pengalaman dan keahlian dalam penyusunan laporan tahunan yang sesuai dengan standar terbaik, kami menghadirkan dokumen yang informatif sehingga bisa mencerminkan identitas perusahaan Anda. Hubungi kami untuk solusi laporan keberlanjutan yang ciamik!