Belakangan istilah underground economy mulai ramai diperbincangkan. Adalah Kementerian keuang yang tengah mengupayakan untuk menarik potensi pajak dari sektor tersebut yang dianggap cukup merugikan negara karena aktivitas perekonomiannya.
Tidak hanya itu, underground economy terus menjadi tantangan besar bagi otoritas pajak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Aktivitas di sektor ini mencakup transaksi yang tidak terdata dan tidak dilaporkan, seperti perdagangan ilegal, jasa tanpa pajak, dan pembayaran tunai untuk menghindari kewajiban perpajakan. Di Indonesia, underground economy tidak hanya menggerus potensi penerimaan negara, tetapi juga menghambat upaya pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
Diperkirakan setiap tahunnya, potensi pajak yang hilang akibat aktivitas ekonomi ini mencapai puluhan triliun. Kondisi ini terjadi karena banyak aktivitas ekonomi yang tidak tercatat, mulai dari usaha kecil yang tidak memiliki izin, pekerja lepas yang tidak masuk dalam pelaporan pendapatan, hingga transaksi ilegal seperti perdagangan obat terlarang. Situasi ini mengakibatkan penurunan penerimaan negara yang seharusnya dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Kompleksitas Underground Economy
Menghadapi underground economy bukanlah tugas yang mudah, karena sektor ini sangat kompleks dan mencakup berbagai aktivitas di berbagai tingkatan. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya data yang akurat. Transaksi dalam underground economy sering kali dilakukan secara tunai dan tanpa dokumentasi yang jelas, sehingga sulit untuk diukur dan dilacak.
Selain itu, penanganan underground economy membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia. Mengawasi underground economy melibatkan pengumpulan data secara manual, audit yang intensif, serta koordinasi antara berbagai lembaga pemerintah. Untuk mengefektifkan upaya ini, pemerintah perlu menyiapkan anggaran yang tidak sedikit guna meningkatkan kapasitas lembaga perpajakan dalam mendeteksi aktivitas ekonomi bawah tanah.
Faktor budaya dan persepsi terhadap pajak juga menjadi kendala lain yang tidak kalah penting. Di beberapa sektor, masih ada anggapan bahwa tidak membayar pajak atau menghindari pencatatan adalah hal yang lumrah. Persepsi ini terutama berlaku pada sektor usaha mikro dan menengah yang kerap merasa bahwa kewajiban pajak akan menambah beban dan mengurangi profitabilitas usaha mereka. Akibatnya, underground economy terus tumbuh seiring dengan ketidakpatuhan ini dan sulit bagi otoritas pajak untuk memperluas basis pajak mereka.
Memburu Potensi Pajak
Di tengah tantangan ini, berbagai negara telah menerapkan sejumlah strategi untuk mempersempit ruang gerak underground economy, beberapa di antaranya relevan untuk diterapkan di Indonesia. Salah satu pendekatan paling efektif adalah digitalisasi sistem perpajakan. Di era teknologi saat ini, pemerintah dapat memanfaatkan platform digital untuk melacak transaksi dan pendapatan.
Di Indonesia, penerapan e-faktur dan e-SPT (Surat Pemberitahuan Elektronik) dapat mempermudah proses pelaporan pajak, terutama bagi pelaku usaha mikro dan menengah. Dengan digitalisasi, pemerintah dapat mengintegrasikan data dari berbagai sumber, seperti data transaksi perbankan atau pembayaran digital, untuk mengidentifikasi dan menilai aktivitas ekonomi yang selama ini tidak terdata. Terbaru sistem Core Tax Administration System (CTAS) di harapkan juga mampu menangani persoalan underground economy.
Selain itu, penerapan insentif bagi pelaku usaha informal juga dapat menjadi solusi yang efektif untuk mendorong sektor usaha kecil agar masuk ke dalam sistem perpajakan formal. Di beberapa negara, pemerintah menerapkan pajak progresif yang lebih rendah bagi usaha mikro dan menengah untuk memberikan insentif agar mereka melaporkan pendapatan mereka secara transparan. Insentif fiskal dan pembebasan pajak untuk tahap awal ini tidak hanya membantu pemerintah dalam memperluas basis pajak, tetapi juga mendorong usaha kecil untuk berkembang dalam lingkungan yang lebih sehat dan kompetitif.
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pajak juga berperan besar dalam upaya mengurangi underground economy. Program edukasi pajak yang berkelanjutan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran pajak masyarakat. Kampanye edukasi dapat dilakukan di tingkat lokal dengan melibatkan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan asosiasi bisnis untuk menjelaskan manfaat dan kewajiban pajak. Edukasi ini sangat penting terutama bagi pelaku UMKM yang mungkin kurang memahami sistem perpajakan dan dampak underground economy terhadap negara.
Kerja sama antar lembaga pemerintah juga merupakan langkah strategis yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi underground economy. Mengatasi underground economy membutuhkan koordinasi yang erat antara Kementerian Keuangan, BPS, Bank Indonesia, dan pihak penegak hukum. Kolaborasi ini memungkinkan pertukaran data, pengawasan bersama, dan penindakan hukum bagi pelaku underground economy yang teridentifikasi. Di beberapa negara, kolaborasi antara otoritas pajak dan institusi keuangan telah memungkinkan pelacakan aliran dana dari transaksi yang mencurigakan. Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat dan dukungan dari perbankan, pemerintah Indonesia juga dapat lebih mudah mengidentifikasi aktivitas ekonomi yang tidak tercatat.
Selain pendekatan tersebut, pemanfaatan teknologi canggih, seperti analisis data besar (big data), dapat membantu mengidentifikasi aktivitas yang mencurigakan. Data transaksi perbankan, pembayaran online, dan data dari lembaga lain dapat dianalisis untuk mendeteksi aktivitas ekonomi yang tidak terlapor. Dengan algoritma yang tepat, pemerintah dapat mengidentifikasi kelompok masyarakat yang memiliki potensi pajak namun belum tercakup. Pemanfaatan teknologi blockchain untuk melacak transaksi digital juga dapat membantu mengurangi kegiatan ilegal yang sering kali menjadi bagian dari underground economy. Teknologi ini memungkinkan pelacakan yang lebih transparan atas transaksi, termasuk transaksi yang menggunakan mata uang kripto, yang sering kali berada di luar jangkauan regulasi.
Upaya Berbagai Negara
Berbagai negara telah menunjukkan hasil positif dari penerapan kebijakan yang ketat terhadap underground economy. Sebagai contoh, di Meksiko, pemerintah mengharuskan pelaporan transaksi berbasis elektronik yang menghubungkan data penjualan langsung dengan otoritas pajak.
Langkah ini meningkatkan transparansi dan memudahkan pengawasan. Di Korea Selatan, pemerintah memberikan insentif pengurangan pajak untuk pelaku usaha kecil yang melaporkan pendapatannya secara digital. Hasilnya, mereka berhasil memperluas basis pajak secara signifikan.
Mengatasi underground economy merupakan tantangan serius yang membutuhkan langkah-langkah strategis dan konsisten. Dengan kombinasi digitalisasi perpajakan, pemberian insentif, edukasi, dan kolaborasi antar lembaga, pemerintah Indonesia memiliki peluang besar untuk mempersempit ruang gerak underground economy.
Upaya ini, jika dilaksanakan dengan baik, akan membantu meningkatkan penerimaan pajak, menciptakan iklim usaha yang lebih adil, dan mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.