Sebagai pegawai di sebuah instansi atau perusahaan, pengambilan pajak tidak hanya menyasar kepada gaji, tetapi juga menyasar pada Fringe Benefit yang diterima. Jadi, apa itu Fringe Benefit? Mengapa Fringe Benefit yang diterima juga dikenakan pajak?
Apa itu Fringe Benefit
Jika merujuk kepada OECD Glossary, Fringe Benefit berarti tunjangan yang melengkapi upah atau gaji normal. Fringe Benefit dapat diberikan dalam bentuk tunjangan tunai seperti bonus atau dalam bentuk kenikmatan seperti akomodasi gratis.
Di Indonesia, fringe benefit dikenal juga dengan istilah natura dan kenikmatan yaitu imbalan untuk pegawai dari perusahaan dalam bentuk selain uang. Uang yang dimaksud tentu tidak hanya berbentuk tunai, namun juga termasuk cek saldo tabungan uang elektronik atau saldo dompet digital.
Fringe benefit dalam sistem perpajakan di Indonesia dan negara-negara lain di dunia sangat terkait dengan konsep taxability dan deductibility.
Taxability berarti imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang diterima pegawai diperlakukan sebagai objek pajak, sedangkan deductibility berarti biaya atas imbalan dapat menjadi biaya pengurang Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Badan Usaha Tetap sepanjang biaya tersebut sehubungan dengan 3M, yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Meskipun begitu, ada jenis-jenis Fringe Benefit yang dikecualikan dari objek pajak.
Fringe Benefit di Negara Lainnya
Di Australia, perlakuan pajak atas fringe benefit yang diterima pegawai ditanggung oleh pemberi kerja dan dapat menjadi biaya bagi pemberi kerja dalam menghitung pajak penghasilan badannya.
Di Jepang, otoritas pajak memperlakukan pajak atas fringe benefit sebagai penghasilan bagi penerimanya kemudian digabungkan dengan perhitungan atas penghasilan yang diterima ke dalam kategori employment income.
Di Tiongkok, tidak mengenal ketentuan khusus mengenai pajak atas fringe benefit, namun berdasarkan Undang-undang pajak penghasilan di Tiongkok, fringe benefit termasuk ke dalam gaji, upah, dan semua benefit kenikmatan yang diterima oleh pegawai.
Rujukan
- Pasal 6 ayat (1) UU HPP juncto PMK No. 66 Tahun 2023
- Pasal 4 ayat (3) huruf d UU HPP juncto PMK No. 66 Tahun 2023
- Penjelasan Pasal 23 ayat (1) PP No. 55 Tahun 2022 juncto PMK No. 66 Tahun 2023