Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 21 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Penerimaan Pajak di Bawah Kepemimpinan Baru

Ismail KhozenbyIsmail Khozen
21 Mei 2025
in Analisis, Artikel
Reading Time: 3 mins read
125 8
A A
0
Kantor DJP. Sumber: Metro TV

Kantor DJP. Sumber: Metro TV

152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Indonesia tampaknya akan segera memasuki babak baru dalam pengelolaan perpajakan nasional. Di tengah tekanan fiskal yang kian berat dan kebutuhan pembangunan yang makin mendesak, sorotan tajam kembali mengarah ke institusi strategis bernama Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Rencana penunjukan Bimo Wijayanto sebagai nahkoda baru DJP menjadi sinyal bahwa Presiden Prabowo menginginkan lompatan kinerja perpajakan dalam arti yang lebih substantif. Sebab, setelah bertahun-tahun berbicara tentang reformasi pajak, kini saatnya Indonesia membuktikan bahwa institusi perpajakannya bisa menjadi pengungkit pembangunan nasional, bukan sekadar pelaksana teknis.

Satu tantangan krusial yang menanti kepemimpinan baru DJP adalah memperbaiki rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax ratio) Indonesia yang terus melorot sejak 2022. Tax ratio Indonesia sempat menyentuh angka 10,38% pada 2022, namun turun menjadi sekitar 10,31% pada 2023.

Tax ratio terus menurun menjadi 10,08% di 2024, bahkan diperkirakan tak banyak membaik pada 2025. Padahal, negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam mampu mempertahankan tax ratio di atas 15%. Fakta tersebut menunjukkan bahwa ruang optimalisasi penerimaan dalam negeri masih sangat terbuka.

Apa yang salah dari sistem kita? Pertanyaan ini sudah lama menghantui para pengambil kebijakan. Salah satu isu utamanya adalah struktur dan kapabilitas administrasi perpajakan yang belum sepenuhnya mampu mengimbangi kompleksitas ekonomi digital dan mobilitas kapital modern.

Banyak pihak telah mendorong pembentukan Revenue Authority (RA) atau semacam Badan Otorita Pajak yang lebih otonom dengan menggabungkan fungsi-fungsi pajak, cukai dan lainnya. Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak dan memperluas basis pajak.

Ghana adalah salah satu negara berkembang yang menjadi laboratorium menarik dalam eksperimen tersebut. Dalam studinya, Ohemeng dan Owusu (2013) mengisahkan bagaimana negara Afrika Barat itu pernah gagal menerapkan RA model, tetapi justru kegagalan itu menjadi titik balik pembelajaran institusional.

Para arsitek reformasi yang semula gagal justru menjadi katalis keberhasilan reformasi serupa di negara-negara Afrika lainnya, dan akhirnya kembali membenahi sistem Ghana melalui pembentukan Ghana Revenue Authority (GRA) pada 2008. Pelajarannya adalah bahwa reformasi perpajakan adalah proses jangka panjang yang menuntut pembelajaran dan keberanian untuk berubah secara bertahap, bukan instan.

Lebih dari itu, keberhasilan GRA juga menunjukkan pentingnya membangun struktur administrasi yang selaras dengan konteks sosial, ekonomi, dan politik domestik. Reformasi perpajakan bukan sekadar mengganti format organisasi, tetapi menyangkut transformasi budaya kerja, integritas aparat, serta penggunaan teknologi informasi yang responsif terhadap dinamika zaman.

GRA, misalnya, berhasil meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dengan sistem informasi yang terintegrasi dan pelayanan berbasis digital. Ini paralel dengan upaya DJP di Indonesia yang belakangan mengembangkan Core Tax Administration System (CTAS), meski efektivitasnya masih menanti pembuktian nyata di lapangan.

Indonesia perlu belajar dari pendekatan learning by doing seperti yang terjadi di Ghana. Dalam konteks kita, reformasi bisa dimulai dari memperkuat tata kelola internal DJP, memperjelas batas dan kewenangan antar lembaga, serta memberi ruang bagi inovasi yang tumbuh dari dalam, bukan semata-mata mengimpor kebijakan luar.

Konsistensi dan keberlanjutan menjadi kunci. Mengingat bahwa setiap struktur birokrasi membawa inersia, maka reformasi tidak bisa hanya dilakukan setengah hati atau sekadar sebagai proyek kosmetik lima tahunan.

Kita juga harus membangun sistem pengawasan dan akuntabilitas yang kuat. Dalam banyak kasus, kebocoran pajak bukan karena lemahnya peraturan, melainkan karena lemahnya implementasi dan integritas aparat.

Digitalisasi layanan perpajakan harus dibarengi dengan perlindungan data yang andal dan kesadaran etis seluruh pelaksana teknis. Di tengah meningkatnya kebutuhan penerimaan yang ajeg dari pajak, kita tak bisa terus bergantung pada utang atau sumber daya alam. Perpajakan harus menjadi tulang punggung kemandirian fiskal nasional.

Momentum kepemimpinan baru menjadi peluang emas bagi DJP untuk menunjukkan bahwa mereka bukan hanya teknokrat yang piawai, tetapi juga pembaharu yang visioner. Dukungan politik dari Presiden dan komitmen lintas lembaga bisa menjadi modal sosial untuk mereformasi DJP secara menyeluruh.

Tentu saja, publik juga harus turut mengawal dan berpartisipasi dalam proses ini, karena perpajakan sejatinya adalah perjanjian sosial antara negara dan warganya.

Reformasi pajak yang berhasil tidak akan tercapai tanpa keberanian untuk belajar dari masa lalu dan membangun struktur yang adaptif terhadap masa depan. Indonesia, dengan segala sumber dayanya, tidak kekurangan kapasitas, meskipun masih perlu memantapkan arah, menata sistem, dan memperkuat kepercayaan. Jika langkah-langkah ini dilakukan secara konsisten, kita punya alasan untuk optimistis bahwa rasio pajak akan membaik.

Kini, semua mata tertuju pada DJP. Masa depan penerimaan negara ada di tangan mereka yang berani berbenah dan mau belajar. Jika Ghana bisa memetik pelajaran dari kegagalan, Indonesia seharusnya bisa melampauinya. Sebab bangsa yang besar bukan hanya yang belajar dari sejarahnya sendiri, tetapi juga dari langkah kecil negara-negara yang pernah tertatih dan kini berdiri tegak.

Tags: DJPPenerimaan pajakTax Ratio
Share61Tweet38Send
Previous Post

Setelah Retribusi, Saatnya Kualitas Layanan Dibenahi

Next Post

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

Ismail Khozen

Ismail Khozen

Manager Pratama Institute. Pengajar di Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.

Related Posts

Sumber: Freepik
Analisis

Setelah Retribusi, Saatnya Kualitas Layanan Dibenahi

20 Mei 2025
Artikel

Penerapan ESG dalam Dunia Usaha Indonesia: Meningkatkan Nilai atau Beban Tambahan?

20 Mei 2025
Alert to Greenwashing - concept with text against a woodland and magnifying glass
Artikel

Mengungkap Praktik Greenwashing: Kasus Coca-Cola dan Tantangan Implementasi ESG

20 Mei 2025
Artikel

Membangun Standar Nasional Assurance Keberlanjutan

20 Mei 2025
Artikel

Implementasi Tarif PPN 12% dan Skema Nilai Lain 11/12

19 Mei 2025
Sumber Freepik
Analisis

Cukai untuk Rekayasa Sosial, Tepatkah?

17 Mei 2025
Next Post
Image by freepik

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1463 shares
    Share 585 Tweet 366
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    931 shares
    Share 372 Tweet 233
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    907 shares
    Share 363 Tweet 227
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    753 shares
    Share 301 Tweet 188
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    721 shares
    Share 288 Tweet 180
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.