Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Kamis, 22 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

7 Pekerjaan Rumah Pimpinan Baru Ditjen Pajak

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
22 Mei 2025
in Analisis, Artikel
Reading Time: 4 mins read
125 8
A A
0
Ilustrasi juru mudi kapal

Sumber: Freepik

152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Presiden Prabowo Subianto menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, menggantikan Suryo Utomo. Hal ini dibenarkan oleh Bimo Wijayanto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Dikutip dari CNBC Indonesia, Bimo mengatakan Prsiden Prabowo menitipkan pesan kepada dirinya. Pesan tersebut yaitu memperbaiki sistem perpajakan Indonesia supaya lebih akuntabel, lebih berintegritas, lebih independen untuk mengamankan program-program nasional beliau, khususnya dari sisi penerimaan negara.

Pergantian pimpinan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bukanlah sekadar proses administratif, melainkan momentum penting untuk mempercepat reformasi perpajakan di Indonesia. Dalam konteks tekanan fiskal yang semakin tinggi dan kebutuhan pembiayaan pembangunan yang terus meningkat, pimpinan baru DJP menghadapi segudang pekerjaan rumah yang tidak ringan. Di bawah ini adalah sejumlah isu strategis yang harus segera ditangani berdasarkan data dan fakta yang dapat diverifikasi.

  1. Implementasi Core Tax Administration System (CTAS)

Salah satu agenda paling krusial adalah penyelesaian dan implementasi sistem Core Tax Administration System (Coretax) yang ditargetkan berlaku penuh pada 2025. Coretax merupakan sistem administrasi perpajakan baru yang dirancang untuk menggantikan sistem-sistem lama seperti e-Filing, e-Billing, dan e-Faktur yang selama ini berjalan secara terpisah.

Dalam peluncuran awal Coretax sejumlah persoalan teknis turut menyeret Wajib Pajak dalam pusaran permasalahan. Beberapa wajib pajak melaporkan adanya surat teguran yang diterbitkan otomatis meskipun kewajiban mereka telah diselesaikan, menunjukkan masih adanya bug dan kelemahan dalam validasi data. Masalah ini telah menjadi sorotan dalam berbagai kanal berita dan publikasi resmi DJP, termasuk dalam laman pajak.go.id dan pajakku.com.

Selain itu, Pada Januari 2025, banyak wajib pajak yang kesulitan mengakses sistem tersebut, terutama untuk melakukan deposit pajak, yang merupakan fitur utama pembayaran yang diandalkan dalam sistem baru tersebut. Akibatnya, terjadi keterlambatan atau bahkan kegagalan pembayaran pajak yang berdampak langsung pada penerimaan negara.

Penyempurnaan sistem ini bukan hanya soal perangkat lunak, tetapi juga soal kesiapan infrastruktur data, pelatihan SDM internal, serta komunikasi yang baik kepada wajib pajak agar tidak terjadi kebingungan massal. Tanpa pembenahan serius, Coretax bisa menjadi senjata makan tuan yang justru merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pajak nasional.

  1. Validitas NPWP-NIK

Sejak diberlakukannya integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti NPWP berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.03/2022, DJP telah melakukan proses pemadanan data NIK dan NPWP. Hingga Mei 2025, menurut laporan Antara News, proses ini telah mencapai 99%, menyisakan sekitar 400.000 wajib pajak yang belum terintegrasi.

Namun, angka 99% tidak serta merta menjamin validitas data. Kualitas pemadanan menjadi isu krusial. Kesalahan dalam mencocokkan identitas, dobel data, hingga belum adanya integrasi dengan status kependudukan terkini masih menjadi pekerjaan rumah besar. Apabila data pajak tidak solid dan terpercaya, maka akurasi penghitungan kewajiban pajak pun akan menjadi lemah.

  1. Peningkatan Kepatuhan Pajak

Pemerintah telah menyuarakan komitmen untuk meningkatkan rasio perpajakan (tax ratio) yang stagnan di angka sekitar 10-11% terhadap PDB selama lebih dari satu dekade. Presiden Prabowo Subianto bahkan menekankan bahwa reformasi perpajakan berbasis digital adalah salah satu pilar utama untuk mencapai target fiskal yang lebih sehat. Untuk itu, dibentuklah Komite Percepatan Transformasi Digital Nasional yang juga akan berfokus pada integrasi data fiskal.

Kepatuhan sukarela (voluntary compliance) adalah indikator utama keberhasilan sistem pajak modern. Namun, survei dari Bank Dunia dan OECD menunjukkan bahwa persepsi wajib pajak terhadap kompleksitas dan ketidakpastian hukum perpajakan di Indonesia masih tinggi. Artinya, selain transformasi digital, reformasi regulasi dan simplifikasi prosedur pajak juga mendesak untuk dilakukan.

  1. Reformasi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Organisasi

Tak dapat dipungkiri bahwa kredibilitas DJP sempat terguncang akibat skandal pegawai pajak yang memamerkan gaya hidup mewah, yang mencoreng institusi secara luas. Reformasi SDM harus dimulai dari evaluasi sistem mutasi, promosi, dan pengawasan internal.

Pimpinan baru diharapkan mampu membangun sistem manajemen kinerja yang transparan dan merit-based. Hal ini bisa dilakukan dengan memperluas sistem pengawasan berbasis teknologi dan memperkuat lembaga audit internal. Kepercayaan publik tidak akan tumbuh bila masih ada pegawai pajak yang memperkaya diri dengan cara tidak wajar, sementara rakyat diminta patuh membayar pajak.

  1. Peningkatan Kualitas dan Integrasi Data

DJP harus mampu menjadi institusi berbasis data yang kuat. Hal ini membutuhkan pembenahan dalam pengumpulan, verifikasi, dan integrasi data dari berbagai sumber. Misalnya, data kepemilikan aset dari Kementerian ATR/BPN, data transaksi keuangan dari perbankan, serta data pengeluaran dari sektor konsumsi perlu dirajut menjadi satu sistem terpadu yang akurat.

DJP telah menyebut pentingnya sistem informasi yang menjadi “single source of truth.” Namun pada praktiknya, perbedaan data antarunit di dalam DJP sendiri masih sering ditemukan. Pimpinan baru harus memastikan bahwa DJP bukan hanya institusi pemungut pajak, tetapi juga pusat informasi ekonomi yang kredibel dan tangguh.

  1. Pengawasan Berbasis Risiko

Pengawasan terhadap wajib pajak kini diarahkan pada pendekatan berbasis risiko (risk-based supervision). DJP telah membentuk Komite Kepatuhan untuk menyusun Daftar Prioritas Pengawasan Wajib Pajak (DP3). Tujuannya agar pengawasan tidak bersifat acak dan menyasar pada pelanggar yang sebenarnya berisiko tinggi.

Namun pendekatan ini memerlukan data yang sangat akurat dan SDM yang mampu melakukan analisis risiko secara mendalam. Tanpa pembekalan dan algoritma yang presisi, pendekatan ini justru bisa menciptakan bias pengawasan yang tidak adil.

  1. Penyelesaian Sengketa Pajak

Tingginya jumlah sengketa pajak yang menumpuk di Pengadilan Pajak menjadi indikasi lain dari perlunya perbaikan sistem. Dalam banyak kasus, proses penyelesaian sengketa berlangsung berlarut-larut, bahkan hingga bertahun-tahun. Ini tidak hanya merugikan wajib pajak, tetapi juga menghambat pemasukan negara.

Diperlukan langkah terobosan dalam bentuk mediasi pajak yang efisien, penyederhanaan prosedur keberatan, serta transparansi dalam pengambilan keputusan. Langkah-langkah ini akan mempercepat proses penyelesaian dan meminimalkan konflik antara fiskus dan wajib pajak.

Sang nahkoda baru DJP tentu dihadapkan pada tantangan ganda. Memperkuat fondasi digitalisasi perpajakan, sekaligus memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi, menjadi pekerjaan rumah yang harus segera di selesaikan.

Dengan menyelesaikan tujuh pekerjaan rumah di atas secara konsisten dan berintegritas, DJP bukan hanya akan menjadi lebih modern, tetapi juga lebih adil dan akuntabel. Karena pada akhirnya, pajak bukan hanya sekadar instrumen fiskal semata, tetapi juga instrumen keadilan sosial dan keberlanjutan negara.

Tags: CTASDJPNIKNIK-NPWPNPWP
Share61Tweet38Send
Previous Post

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

Next Post

Krisis Iklim Adalah Cermin Moral di Tengah Kapitalisme Hijau

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Sumber: Freepik
Analisis

Menimbang Insentif Fiskal Pajak Hiburan

22 Mei 2025
Artikel

Krisis Iklim Adalah Cermin Moral di Tengah Kapitalisme Hijau

22 Mei 2025
Kantor DJP. Sumber: Metro TV
Analisis

Penerimaan Pajak di Bawah Kepemimpinan Baru

21 Mei 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Setelah Retribusi, Saatnya Kualitas Layanan Dibenahi

20 Mei 2025
Artikel

Penerapan ESG dalam Dunia Usaha Indonesia: Meningkatkan Nilai atau Beban Tambahan?

20 Mei 2025
Alert to Greenwashing - concept with text against a woodland and magnifying glass
Artikel

Mengungkap Praktik Greenwashing: Kasus Coca-Cola dan Tantangan Implementasi ESG

20 Mei 2025
Next Post

Krisis Iklim Adalah Cermin Moral di Tengah Kapitalisme Hijau

Sumber: Freepik

Menimbang Insentif Fiskal Pajak Hiburan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1463 shares
    Share 585 Tweet 366
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    932 shares
    Share 373 Tweet 233
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    908 shares
    Share 363 Tweet 227
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    753 shares
    Share 301 Tweet 188
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    722 shares
    Share 289 Tweet 181
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.