Akhir-akhir ini Core Tax Administration System (CTAS) telah mulai ditetapkan yang diatur secara resmi mulai 01 Januari 2025. Sistem CTAS ini mulai dapat diakses oleh Wajib Pajak dengan fitur terbatas dalam tahap praimplementasi dan telah semakin berkembang menanggapi baik masukan maupun kebutuhan Wajib Pajak. Namun, pertanyaannya adalah, apakah CTAS benar-benar dapat menghilangkan celah bagi Wajib Pajak untuk menghindari kewajiban perpajakan? Lebih lanjut, seberapa besar kira-kira dampaknya terhadap penerimaan negara pada tahun 2025 mendatang?
Celah Penghindaran Pajak dalam Coretax
Pada dasarnya, setiap sistem yang dibuat manusia, baik dalam bentuk aplikasi teknologi informasi maupun peraturan perpajakan, tidak akan pernah sempurna. Hal ini membuka kemungkinan adanya celah (loopholes) yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
Celah dalam sistem CTAS dapat terjadi dalam dua konteks utama, yaitu:
- Celah dalam Fitur CTAS
Beberapa fitur dalam CTAS berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Pajak, yang memungkinkan adanya judicial review ke Mahkamah Agung (MA) setelah sistem ini dan PMK 81/2024 berlaku. Beberapa contoh fitur yang tidak diakomodasi oleh CTAS, antara lain sbb.:- Penggunaan tarif 20% lebih tinggi sesuai Pasal 21 ayat (5a) UU PPh.
- Penggunaan tarif 100% lebih tinggi sesuai Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (1a) UU PPh.
- Pengkreditan Pajak Masukan untuk masa tiga bulan sesuai Pasal 9 ayat (9a) UU PPN.
- Celah dalam Peraturan Pajak
Banyak klausul dalam regulasi perpajakan yang bersifat ambigu dan masih membuka peluang bagi interpretasi hukum yang berbeda antara Wajib Pajak dan petugas pajak. Dalam praktiknya, terdapat dua jenis interpretasi utama:- Interpretasi terhadap transaksi yang didasarkan pada hukum perjanjian.
- Interpretasi terhadap norma hukum pajak yang memungkinkan multitafsir.
Wajib Pajak umumnya berusaha mencari celah agar transaksi yang dilakukan tidak dikenakan pajak. Sebaliknya, petugas pajak pun juga mencari celah agar transaksi yang dianggap tidak terutang pajak oleh Wajib Pajak menjadi terutang pajak. Kondisi inilah yang sering kali berujung pada sengketa pajak, yang dikenal dengan istilah creative compliance (kepatuhan kreatif).
Kontribusi CTAS terhadap Penerimaan Negara Tahun 2025
Pada dasarnya, CTAS bertujuan untuk mendukung sistem administrasi perpajakan dengan mengintegrasikan 21 proses bisnis dalam satu sistem teknologi informasi. Meskipun masih terdapat celah, CTAS tetap berkontribusi dalam dua hal utama, yaitu:
- Meningkatkan kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak, sehingga biaya kepatuhan dan administrasi dapat diminimalkan.
- Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan pajak, sehingga penerimaan negara bisa lebih optimal.
Target penerimaan pajak setelah penerapan CTAS telah ditetapkan dalam APBN 2025 (UU No. 64/2024) dan Perpres 201/2024, dengan rincian sebagai berikut:
- PPh: Rp1.209.278.861.976.000
- PPN & PPnBM: Rp945.120.626.363.000
- PBB P5L: Rp27.111.788.827.000
Meskipun CTAS memiliki potensi untuk meningkatkan penerimaan pajak, sistem ini bukanlah solusi yang benar-benar menghilangkan kemungkinan penghindaran pajak. Sebaliknya, efektivitasnya akan bergantung pada bagaimana sistem ini diimplementasikan dan bagaimana regulasi perpajakan berkembang dan berubah ke depannya.
Editor: Nisa’ul Haq