Sistem perpajakan suatu negara mencerminkan kondisi perekonomian serta dinamika masyarakatnya. Seiring dengan perkembangan teknologi, transformasi digital dalam administrasi pajak menjadi suatu keharusan. Teknologi modern, termasuk kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), diklaim mampu membangun sistem perpajakan yang lebih efisien dan akuntabel.
AI memungkinkan analisis data yang lebih akurat, deteksi anomali transaksi, serta penyesuaian kebijakan perpajakan secara real-time. Namun, tantangan terbesar dalam implementasinya adalah validitas dan akuntabilitas data yang digunakan oleh otoritas pajak.
Saat ini, otoritas pajak telah memanfaatkan AI untuk penilaian risiko (risk assessment) terhadap wajib pajak, baik individu maupun badan usaha. Meski demikian, menurut laporan Inventory of Tax Technology Initiative (ITTI) 2023 dari OECD, AI masih belum dimanfaatkan secara optimal dalam mendeteksi penggelapan pajak dan meningkatkan efisiensi layanan administrasi perpajakan.
Di Indonesia, implementasi AI dalam perpajakan sudah mulai dilakukan, terutama dalam e-filing, e-billing, e-invoicing, dan e-SPT (Rahayu, 2024). Namun, penerapan AI masih terbatas pada aspek teknis seperti membantu pengisian formulir pajak, tanpa adanya sistem yang membimbing wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya.
Sebagai perbandingan, Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) telah mengembangkan AI VICA, yang membantu wajib pajak memahami kewajiban mereka, mengecek status pembayaran, serta melakukan pembayaran pajak dan denda keterlambatan. Hasilnya, 96,3% wajib pajak orang pribadi (WPOP) di Singapura berhasil melaporkan pajaknya tepat waktu dengan bantuan VICA.
Implementasi AI dalam perpajakan memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Dari perspektif wajib pajak, AI mengurangi biaya kepatuhan (compliance cost), karena perhitungan dan penyetoran pajak menjadi lebih efisien. Dari perspektif otoritas pajak, AI meningkatkan kepatuhan pajak dan transparansi dalam administrasi pajak.
AI dalam Deteksi Ketidakpatuhan Pajak
AI memainkan peran penting dalam mendeteksi potensi fraud dan ketidakpatuhan pajak. Algoritma AI dapat menganalisis laporan pajak, laporan keuangan, serta pola transaksi untuk mengidentifikasi anomali yang berpotensi mengindikasikan pelanggaran perpajakan (Faúndez-Ugalde et al., 2020; Kuznetsova et al., 2023).
Selain mendeteksi anomali, AI juga membantu mengotomatiskan tugas administratif, seperti pemrosesan formulir, penanganan pertanyaan rutin wajib pajak, serta pengelolaan basis data (Saragih et al., 2023). Dengan demikian, AI mengurangi beban administratif otoritas pajak, memungkinkan lebih banyak sumber daya dialokasikan pada aktivitas strategis seperti audit dan investigasi.
Baca juga : Menakar Efektivitas Core Tax System dalam Reformasi Perpajakan
Lebih lanjut, AI dapat memberikan panduan yang dipersonalisasi kepada wajib pajak, membantu mereka memahami aturan perpajakan yang kompleks dan meningkatkan kepatuhan (Kamil, 2022). Dengan mendeteksi transaksi mencurigakan sejak dini, AI membantu meningkatkan pemulihan pendapatan negara dan mengurangi penghindaran pajak.
Teknologi ini juga dapat memperkuat mobilisasi pendapatan pajak dengan mengoptimalkan pemrosesan data, meningkatkan kepatuhan, serta mendeteksi potensi penggelapan pajak (Saragih et al., 2023).
AI dalam perpajakan tidak hanya meningkatkan efisiensi administrasi, tetapi juga berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Charles & Nara (2024) menunjukkan bahwa peningkatan 1% dalam AI dan pendapatan pajak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar 0,017% dan 0,030%.
Negara-negara maju telah memanfaatkan AI untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. IRS di Amerika Serikat menggunakan AI untuk mendeteksi kecurangan pajak, sementara Estonia telah membangun sistem pajak otomatis yang sangat efisien.
Jika Indonesia dapat mengadopsi teknologi serupa, peningkatan penerimaan pajak serta dampaknya terhadap ekonomi seperti yang ditemukan dalam studi Charles & Nara (2024) bukan hal yang mustahil.
AI bukan sekadar alat bantu administratif, tetapi merupakan game changer dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih canggih, akuntabel, dan kompetitif. Jika diimplementasikan dengan optimal, AI dapat menjadi pilar utama dalam reformasi pajak yang berfokus pada efisiensi, transparansi, dan peningkatan penerimaan negara.
Langkah Strategis untuk Implementasi AI dalam Perpajakan
Penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam sistem perpajakan di Indonesia merupakan langkah strategis yang dapat meningkatkan efisiensi administrasi pajak, transparansi, serta kepatuhan wajib pajak. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur digital yang mendukung sistem tersebut. Investasi dalam infrastruktur digital menjadi keharusan agar AI dapat berjalan optimal dalam mengelola data pajak, mendeteksi anomali, serta mempercepat proses pelayanan perpajakan. Tanpa sistem yang kuat dan terintegrasi, pemanfaatan AI tidak akan mencapai potensinya secara maksimal, sehingga dapat menghambat upaya modernisasi perpajakan.
Selain infrastruktur, sumber daya manusia (SDM) yang kompeten juga menjadi faktor penentu keberhasilan implementasi AI dalam perpajakan. Pegawai pajak harus diberikan pelatihan yang memadai agar mereka tidak hanya mampu mengoperasikan teknologi AI, tetapi juga memahami bagaimana AI dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum pajak. Tanpa pelatihan yang memadai, ada risiko ketidakseimbangan antara kecanggihan sistem dan keterampilan penggunanya, yang justru dapat menciptakan hambatan baru dalam administrasi perpajakan.
Lebih dari itu, kolaborasi dengan sektor swasta sangat diperlukan untuk mempercepat inovasi dalam digitalisasi perpajakan. Perusahaan teknologi dapat berperan dalam pengembangan sistem AI yang lebih canggih, menghadirkan solusi berbasis data yang lebih akurat, serta mempercepat adopsi teknologi di lingkungan otoritas pajak. Dengan kerja sama yang erat antara pemerintah dan sektor swasta, pengembangan ekosistem perpajakan digital dapat berjalan lebih efisien, selaras dengan praktik terbaik yang telah diterapkan di berbagai negara maju.
Baca juga : Meningkatkan Kepatuhan Pajak Melalui AI dan Blockchain
Dengan langkah-langkah strategis ini, transformasi perpajakan berbasis AI di Indonesia tidak hanya akan meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan dan mudah diakses oleh masyarakat. Reformasi perpajakan berbasis teknologi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan mendesak untuk menjawab tantangan perpajakan di era digital. Jika Indonesia mampu beradaptasi dengan cepat dan menerapkan kebijakan yang tepat, maka AI dapat menjadi solusi jangka panjang dalam membangun sistem perpajakan yang lebih modern, efisien, dan berdaya saing global.
Menurut laporan World Bank (2021), negara-negara yang sukses dalam transformasi perpajakan rata-rata mengalokasikan 5%-10% dari anggaran perpajakan untuk pengembangan teknologi dan SDM.Jika Indonesia menerapkan strategi yang tepat, AI dalam perpajakan tidak hanya akan meningkatkan penerimaan pajak, tetapi juga berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Penerapan AI dalam perpajakan bukan lagi sekadar wacana, tetapi menjadi kebutuhan mendesak di era digital. AI mampu meningkatkan efisiensi administrasi pajak, mendeteksi ketidakpatuhan, serta mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui optimalisasi penerimaan pajak.
Dengan contoh sukses di berbagai negara, Indonesia harus segera mengambil langkah strategis agar tidak tertinggal dalam transformasi digital perpajakan. Dengan investasi yang tepat, pelatihan SDM, serta kerja sama dengan sektor swasta, AI dapat menjadi pilar utama dalam membangun sistem perpajakan yang lebih transparan, efisien, dan berdaya saing tinggi.