Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur tentang insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Aturan ini mulai berlaku sejak 4 Februari 2025 dan bertujuan utama untuk menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah ke bawah, khususnya mereka dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan.
Langkah ini bukanlah pertama kalinya pemerintah menerapkan kebijakan insentif PPh 21 DTP. Sebelumnya, saat pandemi Covid-19, kebijakan serupa pernah diterapkan sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi guna meredam perlambatan ekonomi yang terjadi. Pada saat itu, karyawan yang memiliki NPWP dan berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta setahun di sektor-sektor tertentu mendapatkan manfaat pajak yang tidak dipotong pemberi kerja, tetapi diberikan langsung dalam bentuk tunai kepada pegawai. Selain itu, pemberi kerja yang menerima fasilitas ini diwajibkan melaporkan realisasi penggunaan insentif tersebut secara bulanan. Pengalaman ini menunjukkan bahwa insentif PPh 21 DTP dapat memberikan dampak positif terhadap daya beli pekerja dan keberlanjutan sektor usaha yang terdampak.
Baca juga : Menimbang Untung Rugi Tax Holiday
Oleh karena itu, pemerintah berinisiatif untuk memberikan insentif yang sama sebagai upaya strategis dalam menghadapi tantangan ekonomi yang berdampak pada kelompok pekerja dengan penghasilan terbatas. Dengan belajar dari penerapan sebelumnya selama pandemi, pemerintah memahami bahwa keringanan pajak ini dapat memberikan dampak langsung dalam meningkatkan daya beli masyarakat. Dengan menanggung PPh 21 bagi pekerja sektor tertentu, pemerintah berupaya meringankan beban finansial mereka serta memastikan daya beli tetap terjaga. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk mendukung stabilitas perekonomian nasional dengan meningkatkan konsumsi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Kriteria Pegawai yang Berhak Mendapatkan Insentif
Insentif PPh 21 DTP diberikan kepada pegawai yang bekerja di sektor industri yang dinilai berperan dalam perekonomian nasional seperti Industri alas kaki, Tekstil dan pakaian jadi, Furnitur, dan Kulit dan barang dari kulit. Selain bekerja di sektor tersebut, pegawai yang berhak mendapatkan insentif ini harus memiliki penghasilan bruto yang tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan atau Rp500.000 per hari. Hal ini memastikan bahwa insentif diberikan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada pekerja dengan penghasilan tinggi.
Persyaratan bagi Pegawai Tetap:
- Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
- Menerima penghasilan bruto tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10.000.000 per bulan.
- Tidak menerima insentif PPh 21 DTP lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Persyaratan bagi Pegawai Tidak Tetap:
- Memiliki NPWP dan/atau NIK yang terintegrasi dengan sistem administrasi DJP.
- Menerima upah dengan jumlah:
- Rata-rata per hari tidak lebih dari Rp500.000, jika upah diterima secara harian, mingguan, satuan, atau borongan.
- Tidak lebih dari Rp10.000.000, jika upah diterima secara bulanan.
- Tidak menerima insentif PPh 21 DTP lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dengan adanya batasan penghasilan ini, kebijakan insentif PPh 21 DTP menjadi lebih tepat sasaran dan memastikan bahwa bantuan diberikan kepada kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh tekanan ekonomi.
Mekanisme Pemberian Insentif
Agar kebijakan ini berjalan efektif dan memberikan dampak optimal bagi perekonomian, pemerintah menetapkan mekanisme penyaluran insentif yang transparan dan akuntabel. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menekankan bahwa desain paket kebijakan ekonomi harus mencakup berbagai aspek, terutama dalam menjaga keseimbangan antara sisi permintaan dan daya beli masyarakat. Meskipun indikator konsumsi masih menunjukkan ketahanan yang cukup baik, pemerintah tetap waspada terhadap potensi penurunan daya beli, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Oleh karena itu, paket stimulus ini dirancang untuk memberikan perlindungan dan bantuan maksimal bagi kelompok tersebut, sehingga konsumsi rumah tangga tetap terjaga dan sektor usaha produktif dapat terus beroperasi.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada pegawai. Insentif ini tidak diperhitungkan sebagai penghasilan kena pajak bagi pegawai, sehingga manfaatnya dapat diterima secara penuh oleh pekerja. Dengan demikian, insentif ini berfungsi sebagai instrumen penting dalam meningkatkan pendapatan riil pekerja serta menjaga stabilitas perekonomian.
Baca juga : Insentif Pajak Manufaktur Makin Besar, Kontribusinya ke PDB Makin Minim
Selain itu, pemberi kerja juga memiliki kewajiban administratif untuk memastikan transparansi dalam pelaksanaan kebijakan ini. Mereka wajib membuat bukti pemotongan dan melaporkan pemanfaatan insentif ini melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21/26 untuk setiap masa pajak dari Januari hingga Desember 2025. Langkah ini bertujuan agar pemberian insentif dapat diawasi dengan baik dan tepat sasaran, sehingga kebijakan ini benar-benar memberikan manfaat bagi kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Kebijakan insentif PPh 21 DTP yang tertuang dalam PMK No. 10 Tahun 2025 merupakan salah satu langkah konkret pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Dengan menanggung pajak penghasilan bagi pegawai dengan penghasilan bruto di bawah Rp10.000.000 per bulan, pemerintah tidak hanya membantu meningkatkan pendapatan riil mereka, tetapi juga mendorong konsumsi dan stabilitas ekonomi nasional. Dengan mekanisme yang terstruktur dan persyaratan yang jelas, kebijakan ini diharapkan mampu memberikan manfaat maksimal bagi kelompok masyarakat yang paling membutuhkan. Selain itu, dengan menjaga daya beli masyarakat, kebijakan ini juga dapat memberikan efek domino positif bagi sektor usaha dan perekonomian secara keseluruhan, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan optimisme di tengah masyarakat.