Ringkasan Jawaban
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Bapak/Ibu Mardiani atas pertanyaannya. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, serta imbalan jasa. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 (“PP-94/2010”) yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2021 (“PP-9/2021”), pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak yang membayarkan penghasilan dapat dilakukan pada:
a. akhir bulan dibayarkannya Penghasilan,
b. disediakan untuk dibayarkannya Penghasilan, atau
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan.
Pihak pemotong PPh Pasal 23 wajib memberikan bukti potong atas pemotongan PPh Pasal 23 kepada penerima penghasilan. Bukti potong ini digunakan sebagai bukti yang sah untuk mengkreditkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan.
Pengkreditan PPh Pasal 23 yang tercantum dalam bukti potong dapat dikreditkan pada tahun pajak yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”). Pasal 28 ayat (1) UU PPh berbunyi:
“Bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
a. pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
b. pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22;
c. pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23;
d. pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
e. pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
f. pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5).”
Sebagai contoh, misalnya atas transaksi dilakukan pembayaran pada 2 Oktober 2020 maka bukti potong PPh Pasal 23 harus dibuat pada akhir Oktober 2020. Bukti potong ini dapat digunakan untuk mengkreditkan PPh Pasal 23 terhadap PPh yang terutang pada SPT Tahunan PPh Badan 2020.
Lain halnya apabila bukti potong atas pemotongan PPh Pasal 23 diterbitkan pada tahun pajak yang berbeda dengan tahun pajak pengakuan penghasilan maka bukti potong tersebut dikreditkan di tahun pajak dilakukannya pemotongan sebagaimana yang diatur pada Pasal 16 PP-94/2010. Contoh, transaksi dilakukan pada desember 2020, namun pemotongan PPh Pasal 23 baru dilakukan pada Januari 2021 dan bukti potong tertanggal pada Januari 2021. Dalam hal ini, penggkreditan PPh Pasal 23 dilakukan pada SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2021.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa batas waktu untuk melakukan pengkreditan bukti potong PPh Pasal 23 pada SPT Tahunan PPh Badan adalah pada tahun pajak pemotongan PPh Pasal 23 sesuai tanggal bukti potong.
Semoga penjelasan kami cukup membantu, terima kasih.