Klik untuk Akses & Download |
Belum genap setahun menjabat, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, perhatian tertuju pada temuan bahwa 30 dari total 55 wakil menteri merangkap jabatan sebagai komisaris di berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Praktik rangkap jabatan ini menegaskan bahwa pemerintah masih mengabaikan situasi konflik kepentingan.
Selain itu, kondisi ini tidak hanya bersinggungan dengan permasalahan etika, tetapi juga bertolak belakang dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). BUMN menuntut profesionalisme dan dedikasi para pengelolanya, termasuk instrumen pengawas. Ketika pengawasan dilakukan oleh pejabat yang merangkap jabatan, maka efektivitas dan independensi fungsi tersebut patut dipertanyakan.
Fenomena rangkap jabatan sebenarnya bukanlah hal baru di BUMN. Penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2023 mencatat dari 263 komisaris dan dewan pengawas BUMN, sebanyak 53,9 persen terindikasi merangkap jabatan. Beberapa bahkan memegang lebih dari dua posisi. Termasuk di dalamnya, empat wakil menteri yang menjabat sebagai komisaris di perusahaan pelat merah. Lalu, apa dampak dari fenomena rangkap jabatan ini? Bagaimana seharusnya sikap yang perlu diambil? Simak hasil kajian mendalam kami dalam buletin Pratama Insight Edisi 06/2025 ini. Selamat membaca!
Disusun oleh:
Pratama Institute for Fiscal Policy & Governance Studies
Penanggung Jawab:
Ismail Khozen
Tim Redaksi:
Dwi Purwanto
Gustofan Mahmud
Lambang Wiji Imantoro
Muhamad Akbar Aditama
Desain, Ilustrasi, & Tata Letak:
Umar Hanif Al Faruqy
Diterbitkan oleh:
PT Pratama Indomitra Konsultan
Antam Office Park Tower B lantai 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan 12530 Indonesia
Telp: 62-21-2963.4945 (hunting), Faks: 62-21-2963.4946
E-mail: [email protected]
Website: www.pratamaindomitra.co.id
