Jawaban singkat:
Terima kasih Ibu Dewi atas pertanyaannya. Berdasarkan ketentuan terbaru, kegiatan membangun sendiri (KMS) rumah tinggal di atas tanah di atas atau sama dengan 200 m² terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) KMS. Besaran PPN KMS yang berlaku mulai 1 Agustus 2025 adalah sebesar 2,4% dari total biaya membangun (tidak termasuk tanah), sesuai PMK 81/2024 s.t.d.t.d. PMK 53/2025. PPN ini dibayar setiap masa pajak (bulanan) sampai bangunan selesai, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Kantor pajak dapat mendeteksi kegiatan membangun melalui data perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), pengajuan sertifikat tanah, laporan dari kontraktor/penyedia jasa, maupun hasil pengawasan lapangan.
Jawaban lengkap:
Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) merupakan objek PPN yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan yang membangun bangunan untuk digunakan sendiri, bukan untuk kegiatan usaha. Ketentuan ini diatur dalam PMK 81/2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan SIAP, kemudian diubah dengan PMK 11/2025, dan terakhir disesuaikan melalui PMK 53/2025 yang berlaku efektif 1 Agustus 2025.
Adapun ketentuannya adalah sbb.:
- Subjek Pajak: orang pribadi atau badan yang melakukan KMS.
- Objek Pajak: pembangunan rumah atau bangunan permanen/semi permanen dengan luas minimal 200 m².
- Dasar Pengenaan Pajak (DPP): jumlah biaya yang dikeluarkan/dibayarkan untuk pembangunan bangunan setiap masa pajak sampai bangunan selesai, tidak termasuk harga tanah.
- Besaran tertentu PPN KMS (PMK 53/2025 Pasal 324): 20% x 11/12 x Tarif PPN (12%) x DPP, atau setara dengan 2,4% × DPP.
Berikut merupakan simulasi perhitungan pajak terutang KMS:
Jika biaya membangun rumah = Rp1.200.000.000 (tidak termasuk tanah), maka:
PPN KMS = 2,4% × Rp1.200.000.000 = Rp28.800.000.
Waktu pembayaran:
Adapun waktu pembayaran PPN KMS yaitu dibayar setiap bulan (masa pajak) selama proses pembangunan berlangsung, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 324 ayat (1) dan ayat (2) PMK 81/2024 s.t.d.t.d. PMK 53/2025, dengan dasar pengenaan pajak sesuai ayat (3). PPN tersebut dilaporkan dalam SPT Masa PPN paling lambat akhir bulan berikutnya sesuai ketentuan umum pelaporan PPN.
Apabila Ibu tidak memenuhi kewajiban tersebut, kantor pajak tetap dapat mendeteksi kegiatan KMS melalui beberapa data yang terkait dengan proses pembangunan rumah itu sendiri. Misalnya melalui data perizinan PBG (pengganti IMB), pengajuan sertifikat tanah, laporan dari kontraktor/penyedia jasa, maupun hasil pengawasan lapangan.
Dengan demikian, atas rencana membangun rumah senilai Rp1,2 miliar, estimasi PPN KMS yang akan terutang adalah sebesar Rp28,8 juta (2,4% × Rp1,2 miliar). Pajak ini bukan dibayar sekaligus di awal, melainkan disetor bertahap setiap masa pajak (bulanan) sesuai dengan biaya pembangunan yang benar-benar dikeluarkan pada bulan tersebut, sampai bangunan selesai. Sebagai ilustrasi, jika biaya dikeluarkan sebesar Rp400 juta per bulan selama 3 bulan, maka PPN KMS yang dibayar tiap bulan adalah Rp9,6 juta. Ketentuan ini merujuk pada Pasal 324 ayat (1)–(3) PMK 81/2024 s.t.d.t.d. PMK 53/2025. Demikian jawaban kami, semoga membantu.
