Peningkatan rasio pajak telah menjadi agenda utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 12/2025. Pemerintah menargetkan rasio pendapatan negara terhadap PDB sebesar 13,75%-18% dan rasio penerimaan pajak terhadap PDB sebesar 11,52%-15%. Penting untuk membedakan antara rasio penerimaan negara dan rasio penerimaan pajak, karena penerimaan negara mencakup Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan demikian, target rasio pajak yang lebih realistis pada tahun 2029 adalah 11,52%-15%.
Namun, tantangan besar masih menghadang. Salah satu strategi utama pemerintah adalah meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis pajak, termasuk menyasar underground economy (UGE). Underground economy terdiri dari empat kategori utama yang masing-masing memiliki tantangan tersendiri dalam pemajakan. Illegal economy mencakup aktivitas seperti perdagangan narkoba, prostitusi, perjudian ilegal, penyelundupan, dan penipuan yang tidak dapat dikenakan pajak karena melanggar hukum.
Unreported economy melibatkan transaksi ekonomi yang tidak dilaporkan ke otoritas pajak untuk menghindari kewajiban pajak, sehingga intensifikasi pajak bisa dilakukan melalui pemeriksaan pajak. Unrecorded economy mencakup pembayaran upah secara tunai yang tidak tercatat serta transaksi barter yang sulit dipantau oleh otoritas pajak. Sementara itu, informal economy mencakup pedagang kaki lima, warung kecil, tukang ojek, pengemudi becak, dan pemulung, yang sulit dipajaki karena sistem administrasi pajak yang kompleks untuk segmen ini.
Baca juga : Penurunan Tarif PPh Badan dan Peningkatan Rasio Pajak
Rasio pajak dihitung berdasarkan penerimaan pajak dibagi dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk meningkatkan rasio pajak, pertumbuhan penerimaan pajak harus lebih tinggi dari pertumbuhan PDB. Ini dapat dicapai melalui strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Intensifikasi pajak dapat dilakukan dengan penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data/Keterangan (SP2DK), yang ditujukan kepada wajib pajak yang diduga memiliki pajak kurang bayar. Pemeriksaan pajak juga bisa dilakukan hingga lima tahun ke belakang untuk menemukan potensi pajak terutang.

Sementara itu, ekstensifikasi pajak dapat dilakukan dengan digitalisasi perpajakan, penguatan pengawasan transaksi ekonomi digital, serta penyederhanaan prosedur pendaftaran pajak bagi usaha kecil dan menengah (UMKM). Penerapan teknologi dalam pemantauan pajak juga menjadi strategi penting, seperti penggunaan big data analytics untuk mendeteksi transaksi yang belum dilaporkan, pemanfaatan artificial intelligence (AI) dalam audit pajak, serta integrasi sistem pembayaran digital guna meningkatkan pencatatan transaksi ekonomi informal.
Secara teoritis, ada dua kemungkinan dalam pencapaian target rasio pajak: bisa tercapai atau tidak. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa rasio pajak di Indonesia masih berkisar 10% dalam beberapa tahun terakhir. Tantangan utama yang dihadapi adalah meningkatkan voluntary compliance atau kepatuhan sukarela wajib pajak, memastikan pemeriksaan pajak berjalan efektif tanpa memberatkan dunia usaha, serta mengurangi kebocoran penerimaan akibat korupsi dan administrasi yang belum optimal.
Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela, wajib pajak harus memiliki kepercayaan tinggi terhadap otoritas pajak. Pemerintah perlu memperbaiki gaya komunikasi dan pelayanan perpajakan agar wajib pajak merasa didukung, bukan sekadar diperiksa. Selain itu, layanan digital Coretax perlu diperbaiki agar stabil dan aman digunakan oleh wajib pajak. Sosialisasi pemanfaatan Coretax juga harus lebih masif agar wajib pajak dan konsultan pajak memiliki pengalaman pengguna yang baik. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak juga sangat penting. Wajib pajak akan lebih patuh jika mereka yakin bahwa pajak digunakan untuk pembangunan, bukan untuk pemborosan atau korupsi. Pemerintah harus menyediakan laporan pemanfaatan pajak yang lebih transparan kepada publik.
Baca juga : Mengapa Rasio Pajak Indonesia Rendah?
Peningkatan rasio pajak merupakan tantangan besar, tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Dengan strategi intensifikasi, ekstensifikasi, dan digitalisasi pajak, target penerimaan dapat lebih realistis dicapai. Namun, keberhasilan strategi ini bergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak, efisiensi administrasi perpajakan, dan transparansi penggunaan pajak oleh pemerintah. Jika langkah-langkah ini dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin Indonesia akan mencapai rasio pajak yang lebih tinggi dan meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani perekonomian secara berlebihan.