Faktor sosial dalam kerangka Environmental, Social, dan Governance (ESG) semakin perlu diperhatikan karena menjadi salah satu kunci dalam bisnis berkelanjutan. Secara sederhana, faktor sosial adalah pertimbangan tentang bagaimana model suatu bisnis memengaruhi manusia. Faktor ini berkaitan dengan hak asasi manusia, kesetaraan, dan bagaimana bisnis berdampak pada individu, dan dalam beberapa kasus, masyarakat secara keseluruhan.
Mengadopsi tanggung jawab sosial membantu suatu perusahaan membangun kepercayaan dan menjaga hubungan yang kuat dengan para pemangku kepentingan. Hal ini juga menempatkan mereka sebagai penggerak perubahan positif dalam industri dan komunitas mereka.
Selain itu, transparansi tambahan terkait faktor sosial memungkinkan pemangku kepentingan, regulator, dan masyarakat umum untuk mendapatkan wawasan mengenai komitmen perusahaan terhadap praktik etis, kualitas lingkungan kerja, dan apakah mereka berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat atau tidak. Sebagai hasilnya, pengawasan ini pada akhirnya dapat mendorong para pemimpin bisnis untuk membuat keputusan yang lebih baik, dengan fokus pada insentif jangka panjang.
Siklus transparansi, pengawasan, dan empati ini membuat perusahaan yang memprioritaskan faktor sosial lebih responsif terhadap masukan pemangku kepentingan, yang mengarah pada:
- 1. produk dan layanan yang lebih baik;
2. evaluasi risiko dan mitigasi yang lebih efektif; dan
3. kemampuan lebih tinggi untuk keberlanjutan dan ketahanan jangka panjang.
Bagaimana Faktor Sosial Diterapkan dalam Bisnis?
Dalam konteks bisnis, mempertimbangkan faktor sosial berarti memeriksa atau mengevaluasi semua interaksi yang dimiliki perusahaan atau bisnis dengan manusia dan mengukurnya atau mempertimbangkannya berdasarkan prinsip etika, keadilan, dan kepedulian terhadap kesejahteraan.
Ini dapat mencakup aspek dasar seperti bagaimana perusahaan memperlakukan karyawannya, hingga dampak mereka terhadap pelanggan, mitra bisnis, dan pemangku kepentingan lainnya.
Beberapa isu yang menjadi fokus dalam faktor sosial, seperti:
- 1. ketimpangan sosial;
2. kondisi kerja;
3. hak asasi manusia;
4. keamanan produk;
5. hubungan dengan komunitas; dan
6. transparansi rantai pasokan.
Sementara itu, indikator kinerja sosial dalam ESG dapat mencakup hal-hal seperti:
- 1. keberagaman dan inklusi dalam tenaga kerja;
2. ketimpangan pendapatan;
3. tingkat kecelakaan kerja;
4. filantropi dan tanggung jawab sosial perusahaan; dan
5. praktik ketenagakerjaan pemasok.
Oleh karena itu, tujuan dari faktor sosial dalam ESG adalah untuk mengukur sejauh mana organisasi memenuhi kewajibannya terhadap manusia, baik dalam operasional bisnis, rantai pasokan global, maupun komunitas lokal.
Baca juga artikel: Greenwashing pada Praktik ESG
Peran Bisnis dalam Mengatasi Ketimpangan Sosial
Perusahaan yang berhasil mengadopsi pilar sosial dalam ESG umumnya memahami bahwa bisnis beroperasi dalam masyarakat yang sering kali memiliki ketimpangan sistemik. Hal ini berarti bahwa beberapa individu lebih rentan mengalami ketidakadilan dan ketimpangan lebih besar dibandingkan yang lain. Oleh karena itu, bisnis memiliki tanggung jawab sosial untuk mempertimbangkan apakah mereka dapat mengatasi ketimpangan ini dalam operasi bisnis mereka. Pada faktanya, perusahaan yang tidak melakukannya semakin sering “dituduh” dalam arti dikritik telah mempertahankan ketimpangan sistemik, sehingga menuai kritik dari pelanggan, karyawan, investor, regulator, dan kelompok pemangku kepentingan lainnya misalnya seperti:
- pelanggan yang memboikot produk mereka;
- karyawan yang menuntut kondisi kerja lebih adil;
- investor yang mulai mempertimbangkan faktor ESG dalam keputusan investasi mereka;
- regulator yang menerapkan aturan lebih ketat; dan
- kelompok advokasi dan LSM yang meningkatkan pengawasan.
Bagaimana Menerapkan Indikator Sosial?
Pembahasan mengenai faktor sosial dalam bisnis telah menghadapi banyak tantangan.
Beberapa pihak mempertanyakan sifat subjektif dari berbagai indikator sosial atau variabilitas dalam cara perusahaan mendefinisikan, mengukur, dan menerapkan “Strategi Sosial” mereka. Tidak seperti faktor lingkungan atau tata kelola yang lebih mudah diukur dengan data kuantitatif, beberapa aspek sosial lebih sulit untuk dikuantifikasi, setidaknya untuk saat ini.
Namun demikian, ada beberapa tren yang mendorong bagaimana perusahaan mendefinisikan dan melaporkan dampak sosial mereka kepada pemangku kepentingan. Sebagai contoh, di banyak bagian dunia, isu sosial telah diatur dalam hukum, termasuk standar mengenai:
upah minimum;
- kesehatan dan keselamatan pekerja;
- anti-perbudakan atau praktik kerja paksa;
- perlindungan bagi pelapor pelanggaran (whistleblower protection); dan
- privasi data.
Baca juga artikel: Grey Area Peraturan ESG di Indonesia
Melampaui Kepatuhan: Menciptakan Dampak Positif
Penting untuk dicatat bahwa contoh terbaik dari perusahaan yang menganalisis dan menciptakan kebijakan terkait dampak sosial operasional mereka tidak hanya berfokus pada kepatuhan terhadap regulasi. Artinya, dalam praktik terbaiknya, perusahaan yang benar-benar berkomitmen terhadap ESG tidak hanya sekadar mematuhi peraturan.
Sebaliknya, mereka mengambil langkah lebih jauh dengan menciptakan dampak sosial yang positif, seperti misalnya:
- mendorong budaya kerja yang inklusif;
- mempromosikan praktik ketenagakerjaan yang adil;
- mendukung hak asasi manusia; dan
- berinteraksi dengan komunitas untuk memahami dan memenuhi kebutuhan mereka
Saat ini, perusahaan menghadapi banyak tekanan eksternal, bukan hanya untuk mencapai kinerja yang baik, tetapi untuk melakukannya dengan cara yang bertanggung jawab. Masyarakat tidak lagi hanya memperhatikan berapa banyak pendapatan yang dihasilkan suatu perusahaan, tetapi semakin fokus pada bagaimana pendapatan tersebut dihasilkan. Adapun beberapa contoh tekanan eksternal dalam hal ini, termasuk:
- ekspektasi dari pelanggan dan mitra bisnis;
- boikot terhadap perusahaan yang dianggap tidak etis; dan
- tekanan dari LSM dan kelompok lobi.
Dengan demikian, jika tujuan perusahaan adalah membangun organisasi yang berkembang dan tumbuh dalam jangka panjang, dengan model bisnis dan praktik yang berkelanjutan, maka semakin penting untuk mempertimbangkan tidak hanya dampak lingkungan dan tata kelola dari organisasi tersebut, tetapi juga dampak sosial dan kemanusiaan.
Informasi Jasa Pratama Institute
Penerapan ESG dilaporkan dalam laporan keberlanjutan perusahaan yang wajib dibuat setiap tahunnya. Jika Anda ingin memastikan laporan keberlanjutan perusahaan Anda disusun secara profesional dan menarik, kami di Pratama Institute hadir untuk membantu Anda. Dengan pengalaman dan keahlian dalam penyusunan laporan tahunan yang sesuai dengan standar terbaik, kami menghadirkan dokumen yang informatif sehingga bisa mencerminkan identitas perusahaan Anda. Hubungi kami untuk solusi laporan keberlanjutan yang ciamik!