Menjelang berakhirnya bulan April, sejumlah perusahaan tengah bersiap menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan. Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) memang mengatur pelaksanaan RUPS tahunan agar diadakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.
Di tengah padatnya jadwal jajaran direksi dan komisaris, masih ada waktu tersisa untuk menyempurnakan dokumen penting perusahaan termasuk laporan keberlanjutan (Sustainability Report/SR), yang biasanya menjadi sorotan dalam forum RUPS.
Sejalan dengan Pasal 74 UU PT, SR kini tak lagi dianggap sebagai pelengkap, melainkan bagian tak terpisahkan dari pertanggungjawaban sosial dan lingkungan korporasi. Laporan keberlanjutan mencerminkan komitmen jangka panjang perusahaan terhadap praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Data OJK mencatat bahwa pada tahun pelaporan 2022, sebanyak 88 persen perusahaan tercatat telah menyampaikan laporan keberlanjutan. Jumlah ini melonjak pada tahun pelaporan 2023 yang disampaikan di tahun 2024, yakni mencapai 97 persen atau setara dengan 873 perusahaan. Tren tersebut mencerminkan kesadaran yang tumbuh atas pentingnya pelaporan keberlanjutan.
Agar laporan tersebut benar-benar kredibel di mata publik, perusahaan tidak cukup jika hanya berhenti di tahap penyusunan. Atas SR yang disusun, dibutuhkan pula mekanisme assurance yang menjamin kebenaran dan keandalan isi laporan dan dilakukan oleh pihak independen.
Kendati demikian, kesadaran akan pentingnya assurance atas laporan keberlanjutan di Indonesia bisa dikatakan masih minim. Banyak perusahaan belum memahami bahwa laporan yang telah disusun tetap memerlukan validasi independen agar memiliki daya dorong yang lebih kuat dalam membangun reputasi dan kepercayaan publik.
Di kancah global, assurance sudah menjadi praktik yang umum dan bahkan dianggap sebagai standar minimum dalam penyampaian tanggung jawab sosial dan keberlanjutan. Salah satu standar internasional yang banyak diakui dan digunakan dalam melakukan assurance atas laporan non-keuangan adalah International Standard on Assurance Engagements (ISAE) 3000, yang disusun oleh International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB).
ISAE 3000 ditujukan untuk menjamin kualitas dan integritas dari proses assurance. Standar tersebut tidak hanya digunakan oleh akuntan profesional, namun juga oleh praktisi dari profesi lain seperti konsultan, insinyur, atau lembaga sertifikasi.
Pada tahun 2013, IAASB merevisi ISAE 3000 yang memungkinkan profesional di luar akuntan untuk malaksanakan penjaminan (assurance) dengan ISAE 3000. Langkah tersebut ditempuh dengan kesadaran bahwa kepentingan publik akan lebih terlayani jika semua praktisi yang kompeten (tidak terbatas hanya pada akuntan) dapat menggunakan ISAE 3000 sebagai tolok ukur kerja assurance mereka.
Namun, untuk menjaga kualitas dan integritas dari Assurance Statement yang diterbitkan para konsultan, IAASB mensyaratkan agar para pengguna ISAE 3000 harus mematuhi kode etik dan sistem pengendalian mutu yang setara dengan standar internasional, serta secara transparan mengungkapkannya dalam laporan assurance yang diterbitkan.
Keberadaan ISAE 3000 merupakan simbol komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas. Penelitian oleh Roger Simnett dan koleganya berjudul “Evaluating the Use of International Standards for Assurance Engagements by Non-accounting Practitioners” menunjukkan bahwa penggunaan ISAE 3000 oleh non-akuntan justru meningkatkan kualitas laporan assurance yang mereka hasilkan. Hal ini terutama dalam hal pengungkapan metodologi, independensi, serta pengendalian mutu.
Temuan tersebut memberi sinyal kuat kepada pengguna laporan bahwa proses penjaminan dilakukan secara serius, bukan sekadar formalitas. Sebaliknya, ketika para praktisi assurance meninggalkan ISAE 3000 dan beralih ke standar lain yang kurang ketat, terjadi penurunan transparansi yang signifikan dalam laporan yang mereka hasilkan.
Transparansi sangat penting karena laporan keberlanjutan tidak memiliki standar pelaporan yang seketat laporan keuangan. Beragamnya topik dan pendekatan dalam laporan keberlanjutan menjadikan assurance sebagai satu-satunya langkah untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan benar-benar bisa dipercaya dan sejalan dengan praktik terbaik.
Menariknya, tidak hanya pengguna laporan yang diuntungkan, tetapi juga penyedia assurance itu sendiri. Dengan menggunakan ISAE 3000, mereka memperoleh reputasi yang lebih tinggi dan kepercayaan pasar yang lebih luas, bahkan berpeluang memperbesar pangsa pasar assurance. Laporan yang menyatakan secara eksplisit bahwa assurance dilakukan mengikuti ISAE 3000 menjadi semacam “cap” yang menunjukkan bahwa perusahaan bersangkutan benar-benar serius dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Konteks ini menjadi semakin penting ketika kita mengingat pergeseran kebijakan publik yang mendorong penguatan peran sektor swasta dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia melalui berbagai regulasi telah memberikan sinyal kuat bahwa perusahaan tidak bisa lagi mengabaikan aspek lingkungan dan sosial. Dalam jangka panjang, perusahaan yang gagal menunjukkan keseriusannya dalam aspek keberlanjutan akan tertinggal, baik dalam hal kepercayaan publik maupun akses terhadap modal.
Oleh karena itu, dalam menyambut RUPS dan momen pelaporan tahunan, para pengambil keputusan di perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan assurance atas laporan keberlanjutan mereka. Assurance tak semestinya dipandang sebagai tambahan beban, namun perlu ditempatkan sebagai investasi strategis dalam membangun reputasi dan kredibilitas.
Sudah saatnya perusahaan Indonesia tidak hanya fokus pada audit laporan keuangan. Perusahaan perlu memberikan perhatian yang sama besarnya terhadap kualitas dan validitas laporan keberlanjutan mereka.
Dengan menggandeng penyedia assurance yang kompeten dan menggunakan ISAE 3000 sebagai standar, perusahaan bisa memastikan bahwa pesan keberlanjutan yang mereka sampaikan bisa lebih baik dan dipercaya. Kepercayaan merupakan modal sosial paling berharga dalam membangun masa depan usaha yang berkelanjutan.