Bisnis Indonesia | 14 April 2023
Intan Pratiwi (Accounting Policy Analyst di Pratama Institute for Fiscal & Governance Studies)
Sejak organisasi yang mengawasi standar akuntansi internasional yaitu IFRS (International Financial Reporting Standards) Foundation, mengumumkan pembentukan International Sustainability Standards Board (ISSB) pada November 2021, penyusun laporan keberlanjutan (sustainability reporting) sudah harus bersiap untuk standar pelaporan yang baru.
ISSB telah diresmikan dalam rangkaian acara konferensi perubahan iklim. ISSB adalah Dewan Standar pengungkapan terkait keberlanjutan yang dibentuk oleh IFRS sebagai dasar global yang komprehensif yang berfokus pada kebutuhan investor dan pasar keuangan. ISSB bertanggung jawab untuk mengembangkan standar
pengungkapan keberlanjutan yang disebut dengan IFRS Sustainability Disclosure Standards. Standar ini akan mencakup topik sustainability yaitu environment, social, and governance (ESG) yang akan dimulai dengan iklim karena isu perubahan iklim memiliki risiko yang akan berdampak pada risiko keuangan entitas.
Saat ini standar internasional tentang pelaporan keberlanjutan masih sangat beragam. Terdapat lima standar pelaporan keberlanjutan yaitu International Integrated Reporting Council (IIRC), Sustainability Accounting Standards Board (SASB), Climate Disclosure Standards Board (CDSB), Global Reporting Initiative (GRI), dan Carbon Disclosure Project (CDP). Lima standar tersebut sepakat untuk bekerja sama membentuk comprehensive corporate reporting system.
Dalam mempercepat penerapan standar baru, IIRC dan SASB sudah melakukan merger kemudian membentuk Value Reporting Foundation (VRF). Pada Januari 2022, CDSB telah bergabung dengan IFRS Foundation untuk mengembangkan ISSB. Pada Juni 2022, IFRS Foundation telah mengonsolidasi CDSB dan VRF. Kemudian GRI, SASB, CDP dan CDSB menetapkan kerangka kerja dan standar untuk pengungkapan keberlanjutan.
Untuk IFRS Sustainability Disclosure Standards rencananya akan diterbitkan pada akhir kuartal II/2023 dan kewajiban penggunaan standarnya akan ditentukan oleh otoritas di masing-masing yurisdiksi.
KESIAPAN RI
Dalam rangka mempersiapkan rencana dan implementasi pelaporan keberlanjutan atau pelaporan komprehensif
perusahaan di Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), anggota dari asosiasi profesi akuntan internasional (International Federation of Accountants/IFAC), membentuk Task Force Comprehensive Reporting (TF CCR) untuk mempercepat penerapan standar pelaporan keberlanjutan berkualitas tinggi yang konvergen secara global.
Di Indonesia sebanyak 144 emiten sudah mengimplementasikan prinsip-prinsip ESG dan pelaporan keberlanjutan. PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) merupakan contoh perusahaan terbaik pada 2019 yang membuat laporan keberlanjutan sesuai prinsip ESG. Istilah laporan keberlanjutan di Indonesia sudah ada sejak 2005 yang diperkenalkan oleh National Center for Sustainability Reporting (NCSR). Akan tetapi, NCSR lebih fokus pada laporan keberlanjutan dengan standar GRI, sedangkan Laporan Keberlanjutan di Indonesia baru diwajibkan pada 2017 sesuai dengan POJK No. 51/ POJK.03/2017 yang kerangka kerjanya sesuai dengan kelima standar internasional pelaporan keberlanjutan.
IFRS Sustainability Disclosure Standards berfokus pada pengungkapan yang kemungkinan penyajiannya akan berada pada Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) di Laporan Tahunan atau jika merujuk pada SEOJK No.16/SEOJK.04/2021 Laporan Keberlanjutan merupakan bagian dari Laporan Tahunan namun dapat disajikan secara terpisah. Pada Lampiran II SEOJK 16/2021 dijelaskan bahwa penyusunan laporan keberlanjutan dapat diperluas sesuai kebutuhan termasuk dengan mengacu pada standar internasional. Standar baru ini juga kemungkinan dapat diterapkan oleh beberapa sektor karena mengadopsi salah satu standar internasional yaitu SASB di mana standar ini biasa mengindentifikasi isu keberlanjutan untuk 77 industri.
Akuntan sebagai penyusun laporan keberlanjutan harus memimpin pelaporan iklim dan pengungkapan ESG lainnya (Mardiasmo, 2022). Dengan menggunakan pendekatan capaian pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development Goals/SDGs) dan ESG, saat ini sudah cukup banyak perusahaan di Indonesia yang sadar akan pentingnya bisnis yang berkelanjutan. Kini, entitas bisnis tidak hanya mengejar profit, tetapi juga menjalankan bisnis yang ramah lingkungan. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara peringkat tertinggi di kawasan Asia Tenggara terkait pelaporan keberlanjutan.
Meskipun demikian, tidak semua laporan keberlanjutan yang disusun sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Laporan keberlanjutan harus sesuai dengan dampak perusahaan yang berkelanjutan, termasuk di dalamnya pengungkapan upaya mengurangi emisi, demi mencapai target net zero emission.
Penerapan standar baru ini adalah salah satu upaya mitigasi perubahan iklim untuk mendukung komitmen nol emisi karbon 2050 di mana Indonesia memiliki kewajiban untuk berkontribusi dalam pengurangan emisi sesuai Paris Agreement sebagai bentuk pengendalian perubahan iklim. Dengan standar baru yang sedang dikembangkan oleh IFRS Foundation melalui ISSB, investor diharapkan mempertimbangkan perusahaan yang menggunakan standar baru sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Dengan demikian, jumlah perusahaan yang membuat laporan keberlanjutan dapat meningkat seiring dengan kebutuhan para investor.
Artikel ini telah tayang di Bisnis Indonesia dengan judul “Era Baru Laporan Keberlanjutan Mitigasi Perubahan Iklim” pada 14 April 2023, dengan tautan berikut: https://koran.bisnis.com/read/20230414/251/1646770/opini-era-baru-pelaporan-keberlanjutan-mitigasi-perubahan-iklim