Belakangan, olahraga padel menjadi perbincangan hangat bukan hanya karena popularitasnya yang menanjak, tapi juga karena statusnya sebagai objek pajak hiburan. Di Jakarta, padel kini secara resmi dikenai Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dengan tarif 10 persen, seiring dimasukkannya olahraga ini ke dalam kategori “olahraga permainan” berdasarkan Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025.
Kebijakan ini sontak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, pengenaan pajak terhadap padel bukanlah hal baru maupun bentuk respons semata terhadap tren sesaat. Dalam konteks peraturan perpajakan nasional, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah mengatur bahwa daerah berwenang memungut PBJT atas jasa hiburan dan kesenian, termasuk kegiatan olahraga permainan.
Olahraga Permainan = Jasa Hiburan?
Kategorisasi ini sering menimbulkan pertanyaan: mengapa olahraga—yang lazim diasosiasikan dengan kesehatan dan gaya hidup aktif—justru dianggap sebagai bentuk hiburan yang dikenai pajak?
Menurut penjelasan otoritas pajak daerah, objek PBJT di bidang hiburan tidak semata-mata mengacu pada sifat kegiatan, melainkan juga pada pola konsumsi dan segmentasi pasarnya. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan bahwa fasilitas olahraga seperti padel, tenis, squash, bahkan bulu tangkis sekalipun, telah lama masuk dalam cakupan pajak hiburan karena berbasis pada sistem persewaan ruang atau alat, dan umumnya ditujukan kepada masyarakat yang mampu.
“Bulu tangkis saja juga kena, billiard juga kena, tennis juga kena, renang juga kena, masa ini nggak kena? Apalagi yang main padel kan rata-rata orang yang mampu,” ujarnya pada 4 Juli 2025.
Dengan kata lain, PBJT tidak ditujukan pada aktivitas olahraganya, melainkan pada jasa penyediaan fasilitas berbayar untuk olahraga tersebut.
Tarif yang Lebih Rendah dari PPN
Dalam situs resminya, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta menjelaskan bahwa pajak hiburan dibagi ke dalam dua kategori: hiburan mewah dengan tarif 40–75 persen, dan hiburan populer seperti olahraga permainan dengan tarif lebih ringan, yaitu 10 persen—bahkan lebih rendah dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang berlaku umum sebesar 11 persen.
Pendekatan ini mencerminkan prinsip keadilan dalam pemajakan: bukan membebani aktivitas fisik masyarakat umum, melainkan menyesuaikan tarif dengan daya beli dan sifat konsumsi.
Daftar Olahraga yang Terkena Pajak
Pajak hiburan tidak hanya dikenakan terhadap padel. Dalam Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025, terdapat sedikitnya 21 jenis fasilitas olahraga permainan yang termasuk dalam objek PBJT, antara lain:
-
Lapangan futsal, sepak bola, mini soccer
-
Lapangan tenis, basket, voli, bulutangkis, squash
-
Kolam renang, arena jetski
-
Tempat kebugaran: fitness center, yoga, pilates, zumba
-
Tempat biliar, panjat tebing, sasana tinju, lapangan panahan
-
Arena atletik, lapangan tembak, lapangan padel
Dengan rincian tersebut, jelas bahwa padel tidak mendapat perlakuan istimewa, melainkan diperlakukan setara dengan olahraga-olahraga permainan lainnya.