Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas pajak melalui peraturan Undang-undang memberikan kewenangan bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri (Self Assessment). Pemilihan sistem Self Assessment mengakibatkan DJP memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dalam mengawasi kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Lantas, apakah definisi pemeriksaan pajak sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku di Indonesia? Kemudian, apa tujuan dilakukannya pemeriksaan pajak? Mari kita Bahas pemeriksaan pajak pada artikel ini
Pengertian Pemeriksaan Pajak
Pengaturan mengenai pemeriksaan pajak diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP).
Merujuk pada Pasal 1 ayat (25) UU KUP, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sesuai dengan pengertian dari pemeriksaan pajak, tujuan dari kegiatan pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kriteria Pemeriksaan Wajib Pajak
DJP akan melakukan pemeriksaan pajak dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Perpajakan. Adapun Pemeriksaan akan dilakukan jika memenuhi kriteria sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) PMK-184/2015 sebagai berikut :
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7B Undang:-Undang KUP;
- terdapat keterangan lain berupa data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a Undang-Undang KUP; konkret ayat (1)
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a;
- Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
- Wajib Pajak melakukan penggabungan, pdeburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
- Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
- Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau
- Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko.
Sementara itu, sesuai dengan Pasal 70 PMK-184/2015 sehubungan dengan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
- pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secarajabatan;
- penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
- pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan;
- pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
- Wajib Pajak mengajukan keberatan;
- pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
- pencocokan data dan/ atau alat keterangan;
- Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
- penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
- Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
- penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/ atau
- memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.