Kabarbursa.com | 27 Juli 2024
KABARBURSA.COM – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa beberapa barang telah masuk dalam daftar pra-kajian untuk dijadikan objek cukai.
Barang-barang tersebut antara lain rumah, tiket pertunjukan hiburan seperti konser musik, makanan cepat saji (fast food), hingga tisu. Selain itu, smartphone, MSG, batubara, hingga deterjen juga termasuk dalam radar pra-kajian pengenaan cukai.
Fajry Akbar, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), menyatakan bahwa hal ini merupakan langkah yang sah. Menurutnya, cukai memiliki potensi besar dalam kontribusi penerimaan negara. Ia menjelaskan bahwa cukai, seperti pigouvian tax, memiliki dua keuntungan utama, yakni pengurangan eksternalitas negatif dan peningkatan penerimaan negara
“Jika kita melihat negara lain seperti Kamboja atau Thailand, cukai berpotensi besar dalam kontribusi penerimaan negara. Jadi langkah ini sah-sah saja,” ujarnya kepada Kabar Bursa, Sabtu 27 Juli 2024.
Lebih lanjut, Fajry menekankan bahwa tidak semua objek cukai berkaitan dengan eksternalitas negatif. Selama barang tersebut memenuhi karakteristik yang tercantum dalam Pasal 2 UU Cukai, yaitu (1) konsumsinya perlu dikendalikan, (2) menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau (3) pungutannya demi keadilan dan keseimbangan. Jika sesuai dengan itu maka barang dapat dijadikan objek cukai.
“Untuk menjadi objek cukai tidak selamanya terkait dengan eksternalitas negatif. Asal dia masuk ke dalam karakteristik Barang Kena Cukai seperti dalam Pasal 2 UU Cukai. Contohnya (3) pungutannya demi keadilan dan keseimbangan. Lebih terkait keadilan sosial,” jelasnya.
Fajry juga menjelaskan bahwa dalam memilih barang yang akan dikenakan cukai, terdapat tiga kategori utama yang harus diperhatikan. Pertama, barang tersebut harus sesuai dengan karakteristik yang diatur dalam UU Cukai. Kedua, jumlah pelaku usaha yang terlibat dalam industri tersebut juga menjadi pertimbangan penting, terutama terkait dengan kemudahan administrasi.
“jangan sampai kita mengenakan cukai pada industri yang sedang sunset. Penerimaannya tidak akan sustainable,” tutur Fajry.
Senada, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, turut angkat bicara mengenai penambahan objek cukai. Menurutnya, penambahan objek cukai harus dilihat berdasarkan Pasal 2 UU Cukai.
Prianto menjelaskan bahwa ada empat tujuan utama penerapan cukai dalam UU tersebut. Pertama, untuk mengendalikan konsumsi barang yang menjadi objek cukai. Kedua, untuk mengawasi peredaran objek cukai. Ketiga, untuk mengatasi dampak negatif dari objek cukai bagi masyarakat atau lingkungan. Keempat, untuk menambah penerimaan pajak demi keadilan dan keseimbangan.
“Jadi, berdasarkan ketentuan di atas, tujuan penambahan objek cukai tidak sebatas untuk memperkuat keuangan negara sesuai poin keempat dari ketentuan tersebut,” terang Prianto kepada Kabar Bursa, Sabtu 27 Juli 2024.
Dimensi Pengenaan Cukai
Prianto menjelaskan bahwa pengenaan pajak berupa cukai memiliki dua dimensi utama. Dimensi pertama adalah untuk menambah penerimaan negara (fungsi budgetair). Dimensi kedua adalah untuk pengaturan (fungsi regulerend).
Fungsi budgetair dapat berupa pengenaan cukai untuk penjualan batubara, mengingat belakangan ini terjadi kenaikan harga yang signifikan. Sistem Pajak Penghasilan (PPh) tidak optimal diterapkan karena dasar pengenaan pajaknya mengacu pada net income, bukan gross income. Selain itu, sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga kurang efektif diterapkan ketika penjualannya adalah ekspor. Bahkan, pengusaha ekspor batubara bisa meminta restitusi PPN atas masukan mereka.
Di sisi lain, fungsi pengaturan bisa berupa pengendalian dampak negatif dari objek cukai tersebut. Contohnya adalah cukai rokok, plastik, dan minuman berpemanis. Ketika pengenaan cukai difokuskan pada fungsi pengendalian, target utamanya bukanlah peningkatan penerimaan, melainkan pengendalian dampak negatif (eksternalitas negatif).
Prianto menambahkan bahwa hasil penerimaan cukai sesuai fungsi pengendalian akan dimanfaatkan untuk membantu mengatasi dampak negatif tersebut. Cara demikian sering disebut earmarking.
Tepatkah Penambahan Objek Cukai?
Pertanyaan mengenai apakah penambahan objek cukai tepat atau tidak akan tergantung pada tujuan pengenaannya. Masing-masing objek cukai bisa memiliki landasan tujuan yang berbeda.
Kita dapat melihat tujuan pengenaan cukai dari jenis barang kena cukainya. Misalnya, cukai atas rumah, tiket konser, fast food, gawai, tisu, dan batubara lebih fokus pada penerimaan pajak. Sementara cukai atas deterjen dan MSG lebih fokus pada pengendalian eksternalitas negatif.
“Jadi, tepat atau tidaknya arah penambahan cukai tergantung pada tujuannya, sesuai penjelasan di atas,” tandas Prianto. (*)
Artikel ini telah tayang di laman Kabarbursa.com dengan judul “Masuk Daftar Pra-Kajian: Tepatkah Detergen Dikenakan Cukai?” pada 27 Juli 2024, melalui tautan berikut:
https://www.kabarbursa.com/market-hari-ini/69733/masuk-daftar-pra-kajian-tepatkah-detergen-dikenakan-cukai