Setoran Pajak Penghasilan (PPh) Badan mengalami penurunan tajam hingga minus 35,7% secara neto pada Mei 2024, berbalik dari kenaikan 24,8% pada periode yang sama tahun lalu. Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama Institute, menyatakan bahwa penurunan ini mencerminkan kondisi ekonomi Indonesia yang kurang baik.
Prianto menjelaskan bahwa penurunan PPh Badan disebabkan oleh dua faktor. Pertama, banyak perusahaan mencairkan restitusi PPh Badan pada 2022 yang baru cair pada Januari-Juni 2024 setelah pemeriksaan KPP yang menghasilkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB). Kedua, ekonomi yang lesu pada 2024 membuat banyak perusahaan mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Angsuran PPh dapat diturunkan jika proyeksi PPh Badan 2024 lebih besar 75% dari PPh Badan 2023.
“Ini menunjukkan bahwa laba perusahaan menurun karena pendapatan yang turun, menandakan ekonomi yang tidak sehat,” ujarnya kepada CNBC Indonesia.
PPN Mendominasi Restitusi Pajak
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), menunjukkan nilai realisasi restitusi hingga 30 April 2024 mencapai Rp 110,64 triliun, meningkat 81,67% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 60,9 triliun. Peningkatan restitusi ini terkait dengan fluktuasi harga komoditas 2022-2023 yang menyebabkan angsuran PPh 25 lebih besar dari yang terutang.
Hingga kuartal I-2024, realisasi pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau restitusi pajak mencapai Rp 83,51 triliun, meningkat 96,72% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Secara agregat, total realisasi restitusi hingga 31 Maret 2024 mencapai Rp 83,51 triliun,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Secara rinci, restitusi pada periode ini didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri (DN) sebesar Rp 71,30 triliun, meningkat 101,32%. Selain itu, restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan juga mendominasi dengan nilai Rp 11,04 triliun, naik 101,15%.
Restitusi PPN juga meningkat di awal tahun 2024, meski secara jika dilihat pada konsumsi dan indeks PMI Manufaktur masih ekspansif. Menurut Fajry, peningkatan restitusi PPN terjadi karena perusahaan melakukan ekspansi usaha dengan membeli mesin dan bahan baku, namun hasil produksi belum terjual karena proses produksi dan distribusi yang memakan waktu, menyebabkan lebih bayar.
Selain itu, peningkatan restitusi PPN juga dipicu oleh kebutuhan pendanaan korporasi di tengah likuiditas yang ketat akibat kenaikan suku bunga fed fund rate dan Bank Indonesia (BI).
Menurut sumbernya, rincian realisasi restitusi terdiri dari restitusi normal sebesar Rp 44,44 triliun, restitusi dipercepat sebesar Rp 34,33 triliun, dan restitusi upaya hukum sebesar Rp 4,74 triliun.
Penyebab Restitusi Pajak
Peningkatan restitusi menyebabkan beberapa jenis pajak mengalami tekanan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan hingga kuartal I-2024 mengalami kontraksi yang cukup dalam, yakni sebesar 29,8% secara neto dan 21,5% secara bruto.
Penurunan ini disebabkan oleh penurunan signifikan harga komoditas pada tahun 2023 yang mengakibatkan penurunan pembayaran PPh Tahunan serta peningkatan restitusi.
“Ini terutama didominasi oleh perusahaan-perusahaan pertambangan dan manufaktur. Untuk pertambangan koreksinya adalah harga dan juga ekspor sehingga mereka meminta restitusi. Harga turun tajam di 2024 ini yang mulai muncul di dalam pembayaran pajak mereka yang dikoreksi dengan penurunan dari sejak tahun lalu sebetulnya,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers APBN