Oleh: Lambang Wiji Imantoro
Jabatan: Tax Policy Analyst di Pratama Institute for Fiscal Policy and Governance Studies
Usai terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 (PP 58/2023) yang di antaranya mengatur penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21), pemerintah melalui Kementerian Keuangan kembali merilis aturan mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 (PMK 168/2023).
Serupa dengan PP 58/2023, tujuan dari PMK 168/2023 adalah guna memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan dalam pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi lainnya.
Walaupun sebagian ketentuan Penghitungan PPh Pasal 21 telah dibahas dalam PP 58/2023, namun demikian terdapat penjelasan mengenai beberapa aspek administratif yang diatur secara lebih rinci di PMK 168/2023. Berikut beberapa aspek tersebut.
Ketentuan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap
Pasal 15 ayat (1) dan (2) PMK 168/2023 secara tegas mengatur jika TER bulanan hanya dapat digunakan untuk penghitungan PPh Pasal 21 per masa, kecuali masa pajak terakhir. Adapun penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak terakhir (biasanya Desember), dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dan mengalikannya dengan penghasilan kena pajak (PKP) selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.
Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 3 dijelaskan bahwa dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap dan/atau Pensiunan baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian Tahun Pajak yang bersangkutan.
Aturan tersebut mempertegas bahwa diperkenalkannya sistem tarif baru dalam bentuk TER tidak menggantikan esensi pengenaan pajak atas penghasilan rill yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Di akhir tahun pajak, wajib pajak tetap berkewajiban menghitung kembali PPh yang terutang dalam satu Tahun Pajak.
Ketentuan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap
Aturan pemotongan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tidak Tetap dapat dilihat di Pasal 12 dan Pasal 16 PMK 168/2023. Untuk Pegawai Tidak Tetap yang menerima atau memperoleh pengahasilan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 dihitung menggunakan TER bulanan yang dikalikan dengan penghasilan bruto.
Lalu bagaimana ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan secara harian?
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh 21 untuk Pegawai Tidak Tetap dengan rata-rata penghasilan harian mencapai Rp2.500.000, maka penghitungan PPh 21 yang wajib dipotong atas penghasilan Pegawai tidak tetap dihitung dengan menggunakan TER harian dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan.
Jika penghasilan bruto sehari lebih dari Rp2.500.000, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan dengan dasar pengenaan dan pemotongan yang sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto sehari atau rata-rata jumlah penghasilan bruto sehari.
Ketentuan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai
Dalam PMK 168/2023 dijelaskan bahwa Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan atas Pekerjaan Bebas atau jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Bukan Pegawai juga masuk kategori subjek penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26. Kategori bukan pegawai dalam PMK 168 sangatlah beragam di antaranya adalah tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris. Masih banyak lagi kategori bukan pegawai yang dikenai PPh Pasal 21, seperti yang telah kami sebutkan juga di Artikel Sebelumnya.
Untuk dasar pengenaan pajak bagi bukan pegawai adalah 50% dari penghasilan broto, sedangkan untuk penghitungannya menggunakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh. Dalam PMK 168/2023 turut ditegaskan jika PPh Pasal 21 hanya dikenakan atas jasa.
Perubahan yang signifikan dari PMK 168/2023 adalah tidak lagi membedakan antara bukan pegawai/tenaga ahli yang menerima penghasilan berkesinambungan dengan tidak berkesinambungan. Tarif pemotongan untuk tiap masa didasarkan pada jumlah penghasilan bruto yang diterima di masa tersebut, tidak lagi ditentukan berdasarkan penghasilan kumulatif dengan masa sebelumnya