Bloomberg Technoz.com | 6 Desember 2024
Bloomberg Technoz, Jakarta – Kalangan pengamat pajak menilai perubahan terhadap Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP harus dilakukan bila pada akhirnya Indonesia memutuskan untuk mengubah skema tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari saat ini satu tarif menjadi multitarif.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menggarisbawahi Indonesia merupakan negara hukum, di mana pernyataan apapun tidak dapat dijadikan sebagai acuan hukum dan harus berdasarkan norma hukum sesuai asas legalitas.
Sehingga, Pasal 7 Ayat 1 Huruf B Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) harus diubah. Sebab, pasal tersebut mengatur bahwa tarif PPN di Indonesia merupakan satu tarif yakni 12% mulai 1 Januari 2025.
“Tidak ada pembedaan tarif PPN untuk barang mewah yang terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah [PPnBM] atau non-barang mewah,” ujar Prianto kepada Bloomberg Technoz, Kamis (5/12/2024).
Untuk mengubah tarif tunggal menjadi multitarif, kata Prianto, cara yang paling cepat untuk melakukan revisi Pasal 7 UU HPP adalah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) karena alasan kegentingan memaksa. Namun, cara demikian akan rentan diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Prianto mengatakan cara normal untuk merevisi ketentuan tarif pada UU HPP, sesuai pernyataan Dewan Perwakilan Rakyat, adalah dengan kembali mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) pajak.
“[Namun] cara ini akan membutuhkan waktu lebih lama dari penerbitan Perppu. Acuannya adalah UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujarnya.
Padahal, sesuai Pasal 7 UU HPP, pemerintah juga dapat mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah untuk dibahas bersama dengan RUU APBN Perubahan 2025. Cara demikian diatur pada Pasal 7 Ayat 3 dan 4 UU HPP.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan keputusan PPN, yang diusulkan untuk berubah dari skema tarif tunggal menjadi multitarif, bakal diputuskan oleh Presiden Prabowo Subianto pada pekan depan.
Hal ini disampaikan Airlangga menanggapi pernyataan Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun yang mengklaim pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12% secara selektif, yakni hanya terhadap komoditas tertentu. Pernyataan disampaikan dalam Konferensi Pers di Istana Negara usai bertemu Prabowo.
Airlangga mengaku tidak menghadiri rapat antara Prabowo dengan para Anggota DPR di Istana Kepresidenan hari ini, Kamis (5/12/2024), yang membahas usulan penerapan PPN secara selektif dan tidak satu tarif.
“Kita tunggu minggu depan, minggu depan akan diputus Pak Presiden [Prabowo]. PPN kan saya tidak ikut, dengan DPR saya tidak ikut,” ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Kamis (5/12/2024).
Artikel ini telah dimuat pada Bloomberg Technoz..com dengan judul “PR Pemerintah usai Skema PPN Diubah Jadi Multitarif” selengkapnya di sini:
https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/56947/pr-pemerintah-usai-skema-ppn-diubah-jadi-multitarif/2