Dr. Prianto Budi S., Ak., CA., MBA
Dosen, Dep. Ilmu Administrasi Fiskal, FIA UI dan Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute
Ismail Khozen, S.I.A.
Peneliti di Pratama-Kreston Tax Research Institute
Pada 26 Juli 2017, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 72: Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan. PSAK 72 ini mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2020, meskipun entitas diperkenankan untuk melakukan penerapan dini.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara ringkas adopsi IFRS 15 ke dalam PSAK 72 di Indonesia berkenaan dengan masalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Di dalam melakukan penelitian ini, kami menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam.
Temuan penelitian ini menekankan perlunya entitas mempertimbangkan masalah perpajakan yang mungkin timbul sejak adanya perubahan pengaturan terkait pengakuan pendapatan. Ketidaksesuaian yang mungkin timbul antara akuntansi dan pajak mengharuskan entitas untuk menjelaskan perbedaan ini melalui dokumentasi transaksi di tahap awal. Wajib Pajak perlu menggarisbawahi beban kepatuhan yang timbul dari adopsi IFRS 15, yaitu biaya kepatuhan berupa mark-to-market dan realization taxation.
Dalam upaya menyelaraskan penerapan PSAK 72 dengan prinsip realisasi dalam UU PPh, biaya kepatuhan wajib pajak akan meningkat karena diperlukannya rekonsiliasi fiskal yang lebih rinci rinci. Dari sisi PPN, Pengusaha Kena Pajak (“PKP”) perlu mempertimbangkan penyesuaian kontrak dengan pihak lawan transaksi untuk memastikan bahwa waktu penyerahan menjadi dasar penentuan PPN yang terutang.
Informasi lebih lanjut mengenai hasil penelitian dapat Bapak/Ibu akses pada file berikut:
JBA | https://doi.org/10.24258/jba.v17i2.877
[pdf-embedder url=”https://tri.pratamaindomitra.co.id/wp-content/uploads/securepdfs/2021/12/JBA-Tax-Administration-Issues-on-Revenue-Recognition-after-IFRS-15-Adoption-in-Indonesia.pdf” title=”JBA Tax Administration Issues on Revenue Recognition after IFRS 15 Adoption in Indonesia”]