Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Beleid terkait pelaksanaan core tax system ini ditetapkan Sri Mulyani pada 14 Oktober 2024, diundangkan pada 18 Oktober 2024 dan dinyatakan berlaku pada 1 Januari 2025 mendatang.
PMK ini juga disiapkan dalam rangka pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan yang sekaligus menjadi dasar hukum yang menetapkan perubahan teknis dalam sistem administrasi perpajakan Indonesia. Selain disebut sebagai PMK sapu jagat karena mengakomodasi banyak peraturan perpajakan, PMK No. 81 Tahun 2024 juga menciptakan landasan bagi sistem perpajakan digital di Indonesia secara lebih mutakhir dan terintegrasi.
Dengan fitur-fitur teknis yang mencakup portal wajib pajak, tanda tangan elektronik, basis data elektronik, serta integrasi dengan lembaga lain, sistem ini memungkinkan DJP untuk menjalankan fungsi pengawasan dan pemantauan secara efektif. Apa saja sistem terbaru yang akan diaplikasikan oleh DJP kepada para wajib pajak?
1. Portal dan Akun Wajib Pajak
PMK 81/2024 menjelaskan mengenai adanya Portal Wajib Pajak dan Akun Wajib Pajak sebagai elemen kunci untuk layanan pajak daring. Sesuai dengan yang dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 21, Portal Wajib Pajak adalah sarana elektronik yang memfasilitasi pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak melalui laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam portal ini, setiap wajib pajak mendapatkan Akun Wajib Pajak, yang fungsinya sebagai penyimpanan terpusat untuk dokumen-dokumen pajak, kumpulan data, dan informasi penting lainnya terkait administrasi perpajakan.
Akun Wajib Pajak berfungsi sebagai penghubung antara wajib pajak dan DJP secara terdigitalisasi. Akses ke akun ini memerlukan autentikasi yang dilakukan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mekanisme verifikasi tambahan, seperti Tanda Tangan Elektronik, yang diatur pada Pasal 1 ayat 30 dan 31. Implementasi tanda tangan elektronik memastikan keamanan data yang tinggi dan melindungi informasi sensitif dari penyalahgunaan atau pemalsuan.
2. Sistem Pelaporan dan Pembayaran Elektronik
PMK No. 81/2024 turut mengatur mengenai pelaksanaan pelaporan dan pembayaran pajak secara elektronik. Sistem pelaporan elektronik ini memungkinkan wajib pajak untuk melakukan pembayaran dan melaporkan pajak mereka tanpa harus datang ke kantor pajak. Sistem ini dioperasikan dengan beberapa komponen penting seperti:
Sistem pembayaran daring/sistem pembayaran elektronik yang memungkinkan wajib pajak untuk mengakses portal pembayaran, di mana mereka dapat membayar pajak terutang dengan metode digital yang telah disediakan, seperti transfer bank, kartu kredit, atau dompet digital yang bekerja sama dengan DJP.
Selanjutnya pelaporan elektronik di mana melalui portal ini, wajib pajak juga dapat mengisi dan mengunggah Surat Pemberitahuan (SPT) serta laporan lainnya yang wajib disampaikan dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak. Sistem pelaporan daring merupakan terobosan yang menarik dari DJP, pasalnya sistem ini dapat mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan ketimbang proses pelaporan dilakukan secara manual, sekaligus memastikan bahwa data yang masuk langsung terintegrasi dengan basis data DJP.
3. Basis Data Elektronik dan Sistem Informasi Elektronik
Penerapan basis data elektronik menjadi salah satu inovasi utama dalam digitalisasi sistem administrasi perpajakan. Dalam Pasal 1 ayat 27, Informasi Elektronik didefinisikan sebagai sekumpulan data elektronik yang mencakup tulisan, gambar, peta, dan jenis data digital lainnya yang dapat diolah dan dianalisis. Penggunaan basis data ini memungkinkan proses yang lebih efisien dan akurat dalam pencatatan serta pemantauan data wajib pajak.
Data yang terekam dalam sistem informasi DJP ini mencakup berbagai dokumen perpajakan, seperti riwayat transaksi, serta data lain yang terkait dengan kewajiban perpajakan wajib pajak. Data ini disimpan dalam basis data terpusat yang mudah diakses oleh otoritas pajak untuk keperluan verifikasi, analisis, dan pengawasan. Dengan begitu, DJP dapat menjalankan proses pemeriksaan dan penelusuran yang lebih efektif terhadap kepatuhan pajak wajib pajak.
4. Tanda Tangan Elektronik dan Sertifikat Elektronik untuk Autentikasi Data
Penggunaan Tanda Tangan Elektronik dan Sertifikat Elektronik dalam sistem digital ini berperan penting dalam verifikasi data dan keamanan transaksi. Tanda Tangan Elektronik, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 30, adalah informasi elektronik yang melekat pada dokumen pajak untuk memastikan keaslian dan integritas dokumen tersebut. Hal ini memungkinkan DJP untuk memverifikasi identitas pihak yang menandatangani dokumen dan menjamin bahwa dokumen tidak mengalami perubahan setelah ditandatangani.
Sementara itu, Sertifikat Elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 31 merupakan sertifikat yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik yang sah. Sertifikat ini berfungsi untuk mengautentikasi identitas wajib pajak atau petugas DJP yang terlibat dalam transaksi elektronik, memastikan bahwa semua pihak yang mengakses data atau melakukan transaksi memiliki identitas yang terverifikasi.
5. Penggunaan Data Elektronik dalam Penilaian Pajak
Dengan adanya basis data elektronik, DJP dapat melakukan penilaian pajak berbasis data yang lebih efektif. Data yang terkumpul dari pelaporan dan transaksi daring memungkinkan DJP untuk memanfaatkan teknologi analitik untuk menganalisis data wajib pajak secara terstruktur. Dengan bantuan algoritma dan perangkat lunak analitik, DJP dapat mengidentifikasi pola transaksi, potensi ketidakpatuhan, dan perhitungan pajak yang lebih akurat berdasarkan profil wajib pajak.
Data yang telah terverifikasi dan tersimpan dalam basis data elektronik ini juga dapat dimanfaatkan DJP dalam penyusunan kebijakan pajak yang lebih tepat sasaran. Analisis terhadap data wajib pajak ini memberikan gambaran lebih rinci mengenai perilaku pajak dari berbagai sektor ekonomi sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih didasarkan pada data.
6. Sistem Pengawasan dan Pemantauan Real-Time
PMK 81/2024 juga mengatur mengenai aspek pengawasan dan pemantauan real-time terhadap data wajib pajak. Dengan sistem yang terhubung secara daring, DJP memiliki kemampuan untuk memantau kepatuhan pajak secara langsung. Setiap transaksi yang dilakukan oleh wajib pajak dan data yang masuk ke dalam sistem langsung tercatat dan dapat ditelusuri oleh DJP.
Pemantauan ini juga didukung oleh penggunaan algoritma pengawasan yang dapat mendeteksi ketidaksesuaian atau anomali dalam pelaporan pajak. Dengan pendekatan ini, DJP tidak hanya dapat mengidentifikasi potensi penyimpangan tetapi juga dapat memberikan peringatan dini kepada wajib pajak jika terdapat indikasi ketidakpatuhan.
7. Integrasi dengan Lembaga Lain untuk Pengawasan
Selain melibatkan teknologi internal, dalam PMK No. 81/2024 juga mengatur mengenai integrasi data dengan lembaga eksternal, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan kementerian lain. Integrasi data antar-lembaga ini mempermudah DJP dalam mengakses informasi penting yang berkaitan dengan transaksi finansial, kegiatan usaha, serta data ekonomi lainnya yang relevan dalam pelaksanaan kebijakan perpajakan.
Kolaborasi antar-lembaga ini tidak hanya memperkuat pengawasan terhadap pelaksanaan pajak tetapi juga membantu mencegah terjadinya penghindaran pajak dan manipulasi data perpajakan. Integrasi ini menjadi langkah proaktif dalam mengidentifikasi dan menindak wajib pajak yang mencoba menghindari kewajiban pajaknya.