Ringkasan Jawaban
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Ibu Helmida atas pertanyaan yang diajukan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2023 (“UU PPh”), Wajib Pajak yang mengalami kerugian fiskal dapat melakukan kompensasi kerugian tersebut selama 5 tahun berturut-turut, dimulai dari tahun pajak setelah terjadinya kerugian fiskal tersebut.
“Pasal 6
(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.”
– Pasal 6 ayat (2) UU PPh
Jika kerugian fiskal terjadi pada tahun 2020, maka atas kerugian tersebut dapat dikompensasikan mulai dari tahun pajak 2021 sampai dengan tahun pajak 2025. Dalam hal penghasilan neto pada tahun 2025 lebih kecil daripada sisa kerugian fiskal yang belum dikompensasikan, maka Wajib Pajak tidak diwajibkan melakukan angsuran PPh Pasal 25. Hal ini karena belum ada PPh yang terutang.
“Pasal 25
(1) Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.”
– Pasal 25 ayat (1) UU PPh
Diketahui dari kasus Ibu Helmida, terjadinya kerugian fiskal adalah di tahun 2020. Misalkan kerugian fiskal yang dialami perusahaan Ibu pada tahun 2020 adalah sebesar Rp800.000.000. Kerugian tersebut dapat dikompensasikan mulai dari tahun pajak 2021 hingga tahun 2025. Setelah sebagian kerugian dikompensasikan dengan penghasilan tahun 2021 hingga 2024, sisa kerugian yang belum dikompensasikan pada awal tahun 2025 adalah Rp300.000.000.
Namun, apabila penghasilan neto perusahaan pada tahun 2025 adalah Rp500.000.000, maka setelah dikompensasikan dengan sisa kerugian sebesar Rp300.000.000, akan terdapat laba kena pajak sebesar Rp200.000.000 (Rp500.000.000 – Rp300.000.000). Dalam kondisi ini, perusahaan wajib melakukan angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laba kena pajak tersebut, dengan perhitungan yang mengacu pada penghasilan neto tahun sebelumnya, yaitu tahun 2024.
Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 25 ayat (1) UU PPh, yang menyebutkan bahwa angsuran pajak bulanan dihitung dari PPh terutang tahun lalu yang dibagi 12, setelah dikurangi PPh yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain serta pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri.
“Pasal 25
(6) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;”
– Pasal 25 ayat (6) huruf a UU PPh
Kesimpulannya, jika pada tahun 2025 sisa kerugian fiskal sebesar Rp300.000.000 lebih besar dari penghasilan neto Rp150.000.000, maka perusahaan tidak perlu melakukan angsuran PPh Pasal 25. Namun, jika penghasilan neto adalah Rp500.000.000, maka perusahaan wajib membayar angsuran PPh Pasal 25 karena masih terdapat laba kena pajak sebesar Rp200.000.000 setelah dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal.