Ringkasan Jawaban
Komisi yang diberikan oleh pemberi penghasilan kepada lawan transaksi merupakan suatu penghasilan yang harus dipotong pajak oleh pemberi penghasilan. Komisi merupakan penghasilan yang dibayarkan atas pemberian jasa yang menjadi objek PPh Pasal 23. Pemberian komisi yang dilakukan oleh perusahaan kepada OVO sebagai pihak ketiga atau perantara harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto atas komisi yang diberikan. Namun, jika OVO termasuk kategori jenis usaha berupa bank digital, pemberian komisi kepada OVO akan dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Ibu Ellyana atas pertanyaannya. Komisi yang diberikan oleh pemberi penghasilan kepada lawan transaksi merupakan suatu penghasilan yang harus dipotong pajak oleh pemberi penghasilan. Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d. Undang-undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”) menyebutkan bahwa komisi merupakan bagian dari tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.
“(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;”
– Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh
Lebih lanjut, komisi merupakan penghasilan yang dibayarkan atas pemberian jasa yang menjadi objek PPh Pasal 23. Atas pemberian komisi kepada lawan transaksi harus dipotong PPh Pasal 23 oleh pemberi penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh yang berbunyi:
“(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan:
c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.”
– Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh
Komisi merupakan imbalan atas jasa perantara yang dikategorikan sebagai jasa lain diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (6) huruf o Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015 (“PMK-141/2021”) sebagai berikut:
“Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
o. Jasa perantara dan/atau keagenan;”
– Pasal 1 ayat (6) huruf o PMK-141/2021
Jika OVO merupakan lembaga jasa keuangan non bank, maka pemberian komisi kepada OVO tetap akan dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2%. Namun, jika OVO termasuk kategori jenis usaha berupa bank digital, pemberian komisi kepada OVO akan dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (4) huruf a UU PPh yang berbunyi sebagai berikut:
“Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan atas:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;”
– Pasal 23 ayat (4) huruf a UU PPh
Dengan demikian, pemberian komisi yang dilakukan oleh perusahaan Ibu Ellyana kepada OVO sebagai pihak ketiga atau perantara harus dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto atas komisi yang diberikan. Namun, perlu diperhatikan apakah OVO merupakan lembaga jasa keuangan non bank atau termasuk kategori bank digital. Hal ini akan membedakan perlakuan atas pemberian komisi yang dibayarkan kepada OVO.