Ringkasan Jawaban
Pembahasan Lengkap
Terima kasih atas pertanyaan Bapak. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Perppu No. 1 Tahun 2020 yang telah ditetapkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020. Lebih lanjut, ketentuan terkait PMSE diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2019 dan Peraturan Menkeu No. 60/PMK.03/2022. Melalui peraturan tersebut, pemerintah dapat menunjuk pelaku usaha PMSE di luar negeri termasuk sebagai pemungut PPN atas transaksi pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Penunjukkan pemungut PPN PMSE berdasarkan kriteria tertentu meliputi nilai-nilai transaksi dan/atau jumlah traffic melebihi jumlah tertentu dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Pelaku PMSE yang memenuhi kriteria sebagai pemungut PPN kemudian ditunjuk melalui Peraturan Dirjen Pajak. Pemungut PPN PMSE kemudian diberikan nomor identitas perpajakan dalam melaksananakan hak dan kewajiban perpajakannya. Pemungutan PPN dan pelaporan atas pemungutan PMSE tersebut dilakukan melalui sarana tertentu khusus untuk pemungut PPN PMSE.
Dalam konteks PPh, pada dasarnya pelaku PMSE tersebut masih berstatus Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) karena penunjukkan pemungut PPN PMSE sebatas kewajiban pemungutan PPN atas pemanfatan JKP atau BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Dalam hal ini, penunjukkan pemungut PPN PMSE tidak secara otomatis menjadikannya sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN).
Pengenaan PPh atas transaksi dengan WPLN tergantung kepada apakah WPLN tersebut memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau tidak. Merujuk ketentuan PPh, WPLN dapat dianggap memiliki BUT jika memenuhi kriteria Pasal 2 ayat (5) UU PPh. Dalam hal terdapat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara domisili WPLN, kriteria BUT ditentukan sesuai P3B Indonesia dengan negara tersebut. Jika WPLN memiliki BUT di Indonesia, berdasarkan Pasal 23 UU PPh, atas pembayaran jasa atau royalti kepada BUT dipotong PPh Pasal 23. Sebaliknya, jika WPLN tidak memiliki BUT di Indonesia, maka atas pembayaran jasa atau royalti kepada WPLN dipotong PPh sesuai ketentuan Pasal 26 UU PPh.
Dengan demikian, sepanjang WPLN pemungut PPN PMSE tidak memiliki BUT di Indonesia, maka atas pembayaran jasa atau royalti kepada WPLN pemungut PPN PMSE dipotong PPh Pasal 26. Dalam hal terdapat P3B antara Indonesia dengan negara domisili WPLN pemungut PPN PMSE tersebut, pengenaan PPh Pasal 26 mengacu kepada P3B Indonesia dengan negara tersebut. Perlu diperhatikan juga ketentuan Peraturan Dirjen Pajak No. PER – 25/PJ/2018 agar perusahaan Bapak dapat menerapkan pengenaan PPh Pasal 26 berdasarkan P3B tersebut.
Demikian penjelasan kami, semoga dapat membantu Bapak Raka.