VOI.id – 11 Oktober
JAKARTA – Wacana melegalkan praktik judi online sempat mencuat ke publik. Kontan, hal ini mendapatkan berbagai respon negatif dari berbagai pihak. Dikhawatirkan generasi muda Indonesia akan sibuk bermain judi jika pemerintah menetapkan pajak atas permainan terlarang tersebut.
Wacana mengenakan pajak atas judi online terlontar dari Kementerian Komunikasi dan Informatika saat rapat dengan Komisi I DPR RI. Dalam rapat tersebut, disebutkan potensi kerugian Indonesia akibat judi online cukup besar sehingga memimta pemerintah untuk memberlakukan pajak.
Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menegaskan pajak untuk judi online masih dalam wacana dan mayoritas semua anggota di komisi satu DPR menolak hal tersebut.
“Enggak itu cuma wacana dan yang mengusulkan juga tidak setuju karena negara ini ada aturan terkait larangan perjudian dan mayoritas di komisi satu juga tidak setuju jika permainan judi online dikenakan pajak, titik,” kata politisi dari PKS ini kepada VOI, Senin, 9 Oktober.
Abdul mengatakan pernyataan dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie itu hanya sebagai perumpamaan bahwa hanya di negara ini yang melarang adanya operasi perjudian. Sementara, negara ASEAN lainnya seperti Kamboja melegalkan judi bahkan memungut pajak dari judi.
“Semua mayoritas sepakat untuk dilarang, titik. Jadi yang berkembang adalah bagaimana melarangnya ini, judi online itu ditutup seribu, tumbuh sepuluh ribu. Biar efektif cara tutupnya itu seperti apa,” ungkapnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari Setiadi menegaskan pemerintah belum akan menerapkan pajak untuk judi online. Dia menambahkan saat ini pemerintah masih tetap akan memberantas semua praktik perjudian di tanah air.
“Eggaklah, itu masih (wacana), tunggu ajalah, yang penting tugas kita diperintah untuk memberantas judi online,” ujar Budi Ari usai raker dengan Komisi I DPR RI, (4/9).
Dia juga menegaskan, sampai saat ini judi adalah tindakan ilegal di Indonesia. Budi menegaskan demikian karena jika wacana pajak direalisasikan artinya juga melegalisasi judi online.
“Sampai saat ini judi adalah tindakan ilegal di Indonesia. Jadi, semua yang melakukan judi atau tindakan perjudian dia harus berhadapan dengan hukum,” ujarnya.
Undang-undang yang melarang judi online terdapat dalam pasal 27 UU ITE Juncto pasal 45 ayat 2 Nomor 19 tahun 2016. Disebutkan dalam pasal itu memuat larangan perbuatan yang bermuatan perjudian. Hukuman untuk mereka yang melanggar adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam kitab undang-undang hukum pidana, perjudian diatur dalam pasal 303.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, ikut bersuara atas usulan adanya pungutan pajak dari judi online. Menurutnya, wacana tersebut justru memunculkan kesan pemerintah ambigu. Satu sisi memberi kelonggaran terhadap hal-hal yang merusak moralitas generasi muda dan di sisi lain ingin melegalkan dengan mengenakan pajak.
Ia meminta pemerintah mengkaji secara serius tentang maraknya judi online. Pemerintah juga diharapkan membuat kebijakan yang produktif, kondusif, konstruktif, dan positif bagi generasi muda sebagai masa depan bangsa.
Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyebutkan pungutan untuk pajak judi online bisa saja dilakukan melalui pajak pertambahan nilai dan perdagangan melalui sistem elektronik (PPN PMSE). Masalahnya dia menyebutkan jika hal tersebut digunakan maka akan bertentangan dengan aturan di undang-undang lainnya tentang perjudian.
“Tak mungkin juga kita mengenakan cukai tapi di undang-undang lain seperti di KUHP dan UU ITE melarang aktivitas perjudian tersebut,” jelas Fajry dalam pernyataan tertulisnya.
Penghasilan dari Judi termasuk PPh
Terlepas menang atau kalah saat melakukan permainan slot online, penghasilan dari judi online secara implisit bisa dikategorikan terkena pajak penghasilan (PPh). Hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPH (UU Nomor 7/1983 dengan perubahan terakhir sesuai UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja.
Jadi, penghasilan menurut ketentuan tersebut mencakup lima elemen. Pertama, ada tambahan kemampuan ekonomis. Kedua, penghasilan tersebut sudah diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis). Ketiga, sumbernya bisa dari dalam negeri atau luar Indonesia. Keempat, penghasilan tersebut dapat digunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Dan kelima, namanya dan bentuknya bisa apapun.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menjelaskan proses permainan judi saat ini bisa termasuk dalam underground ekonomi. Underground Ekonomi merupakan kegiatan produksi dan penjualan barang-barang dan jasa yang legal dan ilegal namun kegiatannya tersebut tidak tercatat dan terdaftar pada pencatatan pajak, tidak mengacu pada peraturan ketenagakerjaan dan tidak masuk dalam sistem jaminan sosial.
Prianto mengatakan, penghasilan dari permainan judi sudah termasuk ke dalam objek pajak. Dia juga menambahkan saat pengecekan, kantor pajak tidak peduli penghasilan yang didapat itu dari halal atau haram secara agama atau sesuai atau tidak berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
“Kantor pajak tidak melihat apakah penghasilan tersebut berasal dari sumber yang halal atau haram secara agama maupun secara hukum positif yang berlaku di Indonesia,” katanya.
Bahaya Judi Online dan Pinjaman Online
Wacana pajak judi online dinilai akan melegalkan praktik perjudian di Indonesia. Dikhawatirkan jika dilegalkan praktik perjudian akan memunculkan situs judi ilegal di tanah air. Dan pungutan pajak untuk judi online bukan solusi yang pantas.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai sangat tidak pantas jika pemerintah kesulitan dalam melakukan pengawasan lalu melakukan pemajakan untuk praktik judi yang kini dikemas dalam permainan slot online.
“Jangan karena kesulitan melakukan pengawasan dan kontrol terhadap judi online lalu dialihkan ke pemajakan permainan itu. Tidak akan ada yang berani menjamin jika judi di legalisasikan lewat pajak tidak menimbulkan permasalahan baru. Yang ada judi online yang bayar pajak eksis sementara yang ilegal tetap tumbuh subur,”katanya.
Menurutnya, dampak judi online akan sangat mengganggu produktivitas dan bisa memicu berbagai masalah kriminalitas lainnya. Dirinya mencontohkan, fenomena judi online sangat erat kaitannya dengan pinjaman online (pinjol) ilegal.
Hal ini bisa dilihat dari google trends ternyata ada tren yang hampir serupa pencarian untuk Zeus Slot dengan pinjaman online. Di tahun 2021 akhir sampai 2022 ternyata memang ada peningkatan pencarian keyword untuk Zeus Slot dan pinjaman online.
Hal senada juga disampaikan peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda. Ia mengungkapkan adanya peningkatan jumlah transaksi pinjaman online (pinjol) yang berkaitan dengan aktivitas judi online. Dia merujuk atas data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal peningkatan transaksi mencurigakan terkait perjudian yang tembus 11,84 persen dari total 94 ribu laporan pada 2022 kemarin.
Angka transaksi tersebut mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan 2020 yang hanya sebesar 1,6 persen dari 68 ribu laporan. Hal ini berarti dari 2020-2022, laporan terkait perjudian meningkat sekitar 10 kali lipat.
Peningkatan itu sejalan dengan nominal transaksi sebesar Rp69,9 triliun yang berasal dari 69,9 juta transaksi yang dianalisis PPATK pada 2022 kemarin. Huda menjelaskan hubungan antara judi online dan pinjol sangat erat terutama jika melihat nominal transaksinya yang dianalisis oleh PPATK tersebut.
“Ada hubungan yang sangat erat antara judi online dengan dengan pinjaman online. Mungkin saja ada masyarakat yang bermain judi online lalu kalah dan pinjam uang di pinjaman online untuk bermain lagi. Jadi judi online ini memang sangat berbahaya,”katanya.
Koordinator Humas dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Nasir Kongah saat dihubungi mengatakan PPATK sampai saat ini terus memantau aliran dana yang diduga terkait dengan transaksi perjudian secara online. Hal ini juga merupakan respon atas beragam laporan dari masyarakat yang masuk ke PPATK maupun ke kepolisian. Sejumlah hasil analisis baik proaktif maupun reaktif telah PPATK sampaikan kepada pihak Kepolisian untuk kemudian di tindaklanjuti.
“Khusus untuk periode Agustus hingga September 2022 PPATK telah menyampaikan Hasil Analisis terkait perjudian kepada Kepolisian, dengan rincian 21 Hasil Analisis Proaktif dan 16 Hasil Analisis Reaktif berdasarkan permintaan Kepolisian,” ungkap Nasir Kongah.
Pada periode tersebut PPATK juga telah melakukan penghentian sementara transaksi terhadap 242 rekening karena diindikasikan ada kaitannya dengan aktivitas judi. Koordinasi terus dilakukan oleh PPATK dengan pihak Kepolisian guna percepatan tindak lanjut dan pengungkapan aktivitas judi di Indonesia.
“Secara responsif koordinasi PPATK terus berjalan, dan proses penyidikan maupun penyelidikan terus dilakukan oleh Kepolisian,” imbuhnya.
Nasir mengatakan sejak PPATK berdiri pada tahun 2002, PPATK sangat serius menangani permasalahan tentang judi sebagai salah satu bagian tindak pidana pencucian uang. Dan mulai tahun 2017 transaksi terkait judi online cenderung terus meningkat.
“Sejak tahun 2017 transaksi judi online cenderung meningkat tiap tahunnya dengan jumlah total transaksi yang dianalisis lebih dari 155 triliun rupiah, dan tidak kurang dari 25 Hasil Analisis terkait judi online telah disampaikan kepada aparat penegak hukum oleh PPATK sejak tahun 2019 hingga tahun Juni 2022,” tutup Nasir Kongah.
Artikel ini telah tayang pada VOI.id dengan judul “Penghasilan dari Judi Termasuk PPh, Mungkinkah Pajak untuk Judi Online Diberlakukan?” melalui tautan berikut