Pada akhir 2024, sebagian masyarakat dan pelaku usaha di Indonesia mulai khawatir dengan pemberlakuan opsen pajak daerah yang telah diterapkan pada 5 Januari 2025.
Kekhawatiran ini muncul karena mereka menganggap adanya potensi kenaikan beban pajak yang harus dibayar, terutama terkait Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Namun, apakah pemberlakuan opsen pajak ini benar-benar akan menambah beban pajak wajib pajak?
Selayang Pandang Opsen Pajak
Opsen pajak daerah diperkenalkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Peraturan ini menggantikan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).
Secara sederhana, opsen pajak merupakan pungutan tambahan yang dihitung berdasarkan persentase tertentu dari pajak utama. Ada tiga jenis opsen pajak yang diatur dalam UU HKPD, yaitu Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB.
Opsen PKB dan Opsen BBNKB masing-masing dikenakan sebesar 66% dari tarif pajak pokoknya, sedangkan Opsen Pajak MBLB dikenakan sebesar 25%. Opsen PKB dan Opsen BBNKB akan dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota, sementara Opsen Pajak MBLB dipungut oleh pemerintah provinsi.
Pengenaan opsen pajak ini bertujuan untuk menggantikan skema bagi hasil pajak yang sebelumnya diatur dalam UU PDRD. Dengan demikian, kemandirian fiskal pemerintah daerah dapat ditingkatkan tanpa menambah beban pajak bagi masyarakat.
Beban Tambahan Bagi Wajib Pajak?
Salah satu prinsip opsen adalah bahwa pengenaan opsen tidak menambah beban maksimum Wajib Pajak pada saat berlaku UU PDRD. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan bagaimana beban wajib pajak daerah tidak bertambah ketika opsen di UU HKPD menggantikan skema bagi hasil sesuai UU PDRD.
Sebagai ilustrasi, untuk PKB dengan nilai jual kendaraan bermotor sebesar Rp300 juta, dikalikan dengan tarif dasar PKB ditetapkan sebesar 1% (sesuai Prda PDRD Provinsi) dari nilai jual, menghasilkan PKB terutang sebesar Rp3 juta. Kemudian PKB terutang dikalikan dengan opsen sebesar 66% (sesuai UU HKPD), menghasilkan tambahan pajak yang dikenakan adalah Rp1,98 juta, sehingga total pajak yang dibayar masyarakat menjadi Rp4,98 juta atau setara dengan 1,66% dari nilai jual kendaraan. Angka ini masih lebih rendah dari batas maksimum PKB sebesar 2% yang diatur dalam Pasal 6 UU PDRD.
Ilustrasi serupa dapat dilihat pada BBNKB. Dengan nilai jual kendaraan bermotor sebesar Rp300 juta, dikalikan dengan tarif dasar BBNKB ditetapkan sebesar 8% (sesuai Perda PDRD Provinsi), menghasilkan pajak terutang sebesar Rp24 juta. Kemudian pajak terutangnya dikalikan Opsen sebesar 66% (sesusai UU HKPD) menghasilkan tarif dasar Rp15,84 juta, kemudian tarif pajak terutang ditambahkan dengan tarif dasar, sehingga total pajak yang harus dibayar menjadi Rp39,84 juta atau 13,28% dari nilai jual kendaraan. Lagi-lagi, angka ini masih jauh di bawah batas maksimum BBNKB sebesar 20% menurut Pasal 12 UU PDRD.
Baca artikel terkait : Meluruskan Mispersepsi Opsen Pajak
Untuk Pajak MBLB, skema yang sama juga berlaku. Jika nilai jual MBLB adalah Rp500 juta, dikalikan pajak dasar sebesar 20% (sesuai Perda PDRD Kabupaten/kota), menghasilkan pajak terutang Rp100 juta. Adapun besaran opsen pajak MLBB adalah sebesar 25% (sesuai UU HKPD), yang dikalijan dengan pajak terutang, sehinggaopsen pajak MLBB yang terutang adalah Rp25 juta. Total pajak yang dibayarkan menjadi Rp125 juta atau setara dengan 25% dari nilai jual, yang sesuai dengan batas maksimum pajak MLBB menyryt Pasal 60 UU PDRD yaitu sebesar 25%.
Dari ketiga ilustrasi di atas, terlihat bahwa penerapan opsen pajak tidak akan menambah beban maksimum wajib pajak dibandingkan dengan ketentuan pajak yang berlaku dalam UU PDRD. Penurunan tarif dasar pajak sebelum penerapan opsen memastikan bahwa total pajak tetap berada dalam batas yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, tujuan utama opsen pajak, yaitu meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah tanpa membebani masyarakat, dapat tercapai.
Keuntungan Skema Opsen Pajak
Selain tidak menambah beban pajak, opsen juga membawa sejumlah keuntungan lain. Salah satunya adalah efisiensi dalam pemungutan pajak. Dengan sistem split payment, pajak pokok dan opsen dipungut secara bersamaan, sehingga wajib pajak hanya perlu melakukan satu kali pembayaran.
Dalam skema ini, penerimaan dari opsen langsung masuk ke kas daerah yang berwenang tanpa melalui proses pembagian yang rumit. Misalnya, penerimaan dari Opsen PKB dan Opsen BBNKB langsung masuk ke kas pemerintah kabupaten/kota, sementara penerimaan dari Opsen Pajak MBLB akan ditransfer dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi.
Keuntungan lain adalah peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah. Dengan adanya pemisahan antara pajak pokok dan opsen, pemerintah daerah dapat dengan jelas mencatat sumber pendapatan masing-masing. Hal ini diharapkan dapat mendorong penggunaan dana yang lebih efisien dan akuntabel untuk pembangunan daerah.
Tantangan Dalam Penerapannya
Meskipun secara prinsip opsen pajak tidak menambah beban wajib pajak, masih ada tantangan dalam implementasinya. Salah satunya adalah memastikan bahwa semua daerah memiliki kapasitas untuk menyusun peraturan daerah (Perda) yang sesuai dengan ketentuan UU HKPD.
Tanpa Perda yang jelas dan konsisten, penerapan opsen dapat menimbulkan kebingungan di kalangan wajib pajak. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi yang intensif untuk menjelaskan kepada masyarakat bahwa opsen tidak akan menambah beban pajak mereka.
Secara keseluruhan, penerapan opsen pajak daerah di bawah UU HKPD merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah. Dengan skema yang dirancang untuk menjaga agar total pajak tetap dalam batas yang wajar, kebijakan ini diharapkan dapat mendukung pembangunan daerah tanpa membebani masyarakat.
Namun, keberhasilan implementasi opsen sangat bergantung pada kesiapan pemerintah daerah dalam menyusun peraturan yang tepat dan kemampuan pemerintah pusat dalam memastikan sosialisasi yang efektif kepada seluruh pemangku kepentingan.