Ringkasan Jawaban
Sama halnya dengan aktivitas pembelian rumah dari developer, KMS juga dikenakan PPN. KMS yang terutang PPN harus memenuhi ketentuan bangunan yang menjadi objek PPN dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012. Besarnya tarif PPN atas KMS yaitu 2% dari total pengeluaran. KMS dapat mencakup kegiatan membangun yang diperuntukkan tidak hanya untuk kepemilikan pribadi melainkan dapat juga bagi pihak lain. Dari definisi tersebut dapat dimaknai bahwa PPN KMS tidak saja timbul ketika dilakukan di tanah sendiri, tetapi juga timbul isu PPN ketika dilakukan di atas properti pihak lain.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Pak Jimmy atas pertanyaan yang Bapak ajukan. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri (KMS), terlebih dahulu kita perlu memahami definisi dari KMS yang dimaksud dalam Undang-undang PPN.
Pasal 16C UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU PPN”) memberikan pijakan mengenai definisi KMS, baik yang dilakukan oleh orang pribadi ataupun badan.
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.”
(Pasal 16C UU PPN)
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012 (“PMK-163/2012”), KMS didefinisikan sebagai kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Lalu bagaimana ketentuan PPN dari kegiatan membangun sendiri (“PPN KMS”)?
Penjelasan Pasal 16C UU PPN menyebutkan bahwa latar belakang dikenakannya PPN atas KMS adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pengenaan PPN. Dengan demikian, sama halnya dengan aktivitas pembelian rumah dari developer, KMS juga dikenakan PPN.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) PMK-163/2012, meskipun KMS terutang PPN, namun tidak semua KMS terutang PPN. KMS yang terutang PPN harus memenuhi ketentuan bangunan yang menjadi objek PPN sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (4) PMK-163/2012.
“Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).”
(Pasal 2 ayat (4) PMK-163/2012)
Apabila KMS yang dilakukan Wajib Pajak memenuhi ketentuan kriteria bangunan tersebut, maka KMS yang dilakukan Wajib Pajak terutang PPN. Besarnya tarif PPN atas KMS yaitu 2% dari total pengeluaran. Tarif ini berasal dari tarif umum PPN yaitu sebesar 10% yang kemudian dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar 20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. Hal tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) PMK-163/2012 yang berbunyi:
“Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.”
(Pasal 3 ayat (1) PMK-163/2012)
“Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.”
(Pasal 3 ayat (2) PMK-163/2012)
Berikutnya, untuk saat terutangnya PPN KMS yaitu dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Apabila KMS dilakukan secara bertahap, maka KMS tersebut dianggap sebagai satu kesatuan kegiatan jika tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 tahun.
Sementara itu, tempat PPN terutang untuk KMS adalah mengacu pada tempat di mana bangunan tersebut didirikan. Ketentuan teknis mengenai penyetoran dan pelaporan PPN KMS dapat dilihat lebih lanjut di dalam PMK-163/2012 maupun aturan turunan lainnya seperti Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2012 s.t.d.d PER-25/PJ/2012, dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-53/PJ/2012 s.t.d.d SE-22/PJ/2013.
Terkait pertanyaan kedua mengenai KMS yang dilakukan di lokasi yang bukan milik orang pribadi atau badan yang bersangkutan, maka kegiatan tersebut tetap dapat dikenakan PPN KMS sepanjang memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 ayat (4) PMK-163/2012. Justifikasinya adalah karena objek PPN KMS tidak melihat pada dimana KMS dilakukan, melainkan yang terpenting adalah adanya kegiatan KMS itu sendiri.
Jika mencermati definisi dalam Pasal 2 ayat (3) PMK-163/2012, definisi KMS dapat mencakup kegiatan membangun yang diperuntukkan tidak hanya untuk kepemilikan pribadi melainkan dapat juga bagi pihak lain. Dari definisi tersebut dapat dimaknai bahwa PPN KMS tidak saja timbul ketika dilakukan di tanah sendiri, tetapi juga timbul isu PPN ketika dilakukan di atas properti pihak lain.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan, semoga membantu.