Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 9 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Bank Dunia Minta Indonesia Turunkan Batas Omzet Pengusaha Kena Pajak

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
26 Juni 2024
in Liputan Media
Reading Time: 2 mins read
131 3
A A
0
153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kontan | 25 Juni 2024

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Dunia merekomendasikan Indonesia untuk menurunkan threshold atau ambang batas omzet pengusaha kena pajak (PKP). Hal ini untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak.

Meski begitu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, sepertinya kebijakan tersebut masih perlu ditunda alias tidak tepat diterapkan tahun ini. Alasannya, karena kondisi perekonomian saat ini masih diliputi ketidakpastian akibat masalah geopolitik dan transisi pemerintahan baru.

“Selain itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga cenderung melemah, sehingga dikhawatirkan berdampak pada pengusaha kecil,” Tutur Prianto kepada Kontan, Senin (24/6).

Adapun Prianto menyampaikan, dalam memutuskan ambang batas pengusaha kena pajak tersebut, pemerintah memiliki dua opsi yang tentunya ada sisi negatif dan positifnya.  Jika setuju untuk menurunkan ambang batas PKP,  maka biaya administrasi  kantor pajak akan bertambah.

Pasalnya, jumlah PKP akan bertambah sehingga tambahan PKP baru tersebut harus melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN) setiap bulannya. Ditambah pula beban kepatuhan pengusaha kecil yang baru dikukuhkan sebagai PKP juga akan meningkat.

Akan tetapi, dampak positifnya jika kebijakan tersebut diterapkan adalah, penerimaan PPN akan berpotensi meningkat karena ada penambahan PKP yang sebelumnya memilih tetap menjadi pengusaha kecil sehingga tidak harus lapor SPT.

“Penambahan PKP baru tersebut akan meningkatkan pelaporan SPT PPN, dan penerimaan PPN juga dapat meningkat,” ungkapnya.

Opsi kedua adalah, jika ambang batas PKP tidak diturunkan, maka biaya administrasi bagi kantor pajak tidak meningkat karena tidak ada penambahan PKP baru dari pengusaha kecil.

Disamping itu, biaya kepatuhan bagi pengusaha kecil juga tidak meningkat karena mereka tidak harus dikukuhkan sebagai PKP dan tidak harus lapor SPT PPN.

Sementara itu dampak negatifnya adalah potensi penambahan penerimaan PPN dari pengusaha kecil yang menjadi PKP tidak muncul. Dengan demikian, pemerintah harus mencari cara lain untuk meningkatkan penerimaan PPN.

Untuk diketahui, Bank Dunia menilai ambang batas PKP Indonesia harus diturunkan karena ambang batas PPN yang tinggi secara signifikan tersebut dinilai mempersempit basis pajak PPN.

Selain itu, terdapat lebih banyak sektor di Indonesia yang dibebaskan dari pajak dibandingkan negara-negara sejenis, seperti pertambangan dan produk pengeboran. Artinya, permasalahan tersebut justru membuat penerimaan pajak menjadi berkurang.

Bank Dunia mencatat ambang batas wajib pajak yang wajib mendaftar PPN di Indonesia saat ini sebesar US$ 320.000 atau sekitar Rp 5,2 miliar (kurs Rp 16.404 per dollar AS).

Ambang batas tersebut enam kali lebih tinggi dari ambang batas rata-rata di negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dikisaran US$ 57.000 atau Rp 935,1 juta pada tahun 2022

 

Artikel ini telah tayang di laman Kontan dengan judul “Bank Dunia Minta Indonesia Turunkan Batas Omzet Pengusaha Kena Pajak” pada 25 Juni 2024, melalui tautan berikut:

https://nasional.kontan.co.id/news/bank-dunia-minta-indonesia-turunkan-batas-omzet-pengusaha-kena-pajak 

Tags: Bank DuniaPKPPPN
Share61Tweet38Send
Previous Post

Bagaimana Perhitungan Fasilitas Pasal 31E UU PPh WP Badan?

Next Post

Annual Report sebagai Sarana Mengekspos Nilai Perusahaan

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Zakat dan Pajak
Liputan Media

Harmoni zakat dan pajak dalam spirit Ramadhan

18 Maret 2025
Pelaporan SPT
Liputan Media

Lonjakan Lapor SPT: Tren Positif atau Kepatuhan Semu?

14 Maret 2025
Danantara
Liputan Media

Danantara dan Mimpi yang Tertunda

5 Maret 2025
Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
Next Post

Annual Report sebagai Sarana Mengekspos Nilai Perusahaan

2 sektor butuh insentif pajak tahun depan

Dua Sektor Ini Dinilai Masih Perlu Mendapat Insentif Pajak Tahun Depan

dampak perpres nomor 63 tahun 2024 terhadap tax treaty

Perpres No. 63/2024 tentang Tax Treaty

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1459 shares
    Share 584 Tweet 365
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    916 shares
    Share 366 Tweet 229
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    898 shares
    Share 359 Tweet 225
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    742 shares
    Share 297 Tweet 186
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    712 shares
    Share 285 Tweet 178
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.