Free Webinar ke-106 berjudul “Membedah PP-55/2022 sebagai Peraturan Pelaksana UU PPh Baru: Jilid 3” diselenggarakan pada Rabu, 25 Januari 2023 dan merupakan lanjutan dari dua webinar sebelumnya. Pratama-Kreston Tax Research Institute bekerja sama dengan Divisi Knowledge and Development Center sebagai bagian dari PT Pratama Indomitra Konsultan telah rutin menyelenggarakan seri web based seminar (Webinar) gratis yang saat ini sampai pada pertemuan ke-106. Webinar tersebut dibawakan langsung oleh seorang praktisi, akademisi, dan peneliti di bidang perpajakan sekaligus CEO PT Pratama Indomitra Konsultan, Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., M.B.A. dan dipandu oleh seorang moderator yaitu Desy Putri Utami, A.Md., Konsultan Pajak di PT Pratama Indomitra Konsultan.
Free Webinar tersebut mengusung dua agenda utama yaitu mengenai: 1) allowable deductions; dan 2) penyusutan dan amortisasi.
Salah satu fokus pembahasaan pada webinar tersebut adalah mengenai biaya-biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto badan usaha (allowable deductions) sesuai Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 7/2021 (UU PPh) dan Pasal 18 s.d. Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP-55/2022).
Model pengaturan di Indonesia tentang biaya-biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto menggunakan pendekatan deduktif. Pada awalnya, ketentuan allowable deductions tersebut menggunakan bahasa yang luas dan tidak terbatas. Selanjutnya, aturan turunan akan mengatur hal yang lebih spesifik tentang jenis deductible expenses dan jenis non-deductible expenses. PP-55/2022 merupakan aturan pelaksana terkait “pengurangan”, sebagai bagian dari pengaturan khusus untuk pemajakan atas penghasilan dari usaha.
Konsep yang mendasari allowable deductions sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU PPh adalah matching cost against revenue atau matching principle, khususnya pada frasa “… biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk…”.
Di dalam webinar tersebut, narasumber memberikan salah satu contoh pangkal sengketa pajak terkait Pasal 6 ayat (1) UU PPh, yaitu mengenai biaya promosi. Jika Wajib Pajak merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 02/PMK.03/2010 (PMK-02/2010) sebagai peraturan pelaksana dari ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh, perlu ada dokumen formal berupa daftar nominatif agar biaya promosi dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Sesuai kaidah “lex superiori derogat legi inferiori” yang diadopsi di Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, peraturan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Pada sengketa biaya promosi di atas, Wajib Pajak dapat berpegang pada kaidah “lex superiori derogat legi inferiori”.
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU PPh dapat menjadi dasar bagi Wajib Pajak dalam memberikan argumentasi ketika terjadi sengketa pajak tentang koreksi fiskal atas biaya promosi. Di dalam praktik pemeriksaan pajak, seringkali pemeriksa menggunakan pendekatan legalistik secara formal, khususnya Pasal 6 ayat (5) PMK-02/2010.
Pada ranah sengketa pajak, Majelis Hakim biasanya memenangkan Wajib Pajak sebagai pemohon banding karena menggunakan Pasal 6 ayat (1) UU PPh yang menjelaskan konsep matching cost against revenue atau biaya 3M dengan frasa “… biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk…” di dalam argumentasinya.
Berdasarkan Pasal 76 UU No. 14/2002 tentang pembuktian sengketa di Pengadilan Pajak dengan pendekatan material, Majelis Hakim tidak memerlukan bukti mengenai persyaratan formal sesuai Pasal 6 PMK-02/2010 (lampiran daftar nominatif di dalam laporan SPT Tahunan PPh), sepanjang Wajib Pajak dapat menjelaskan bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan secara substantif merupakan biaya 3M sesuai konsep matching principle.
Jika pemeriksa pajak merujuk pada Surat Edaran atau Peraturan Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar hukum argumentasi, Wajib Pajak dapat menggunakan PMK, PP sebagai peraturan yang lebih tinggi, atau UU sebagai peraturan tertinggi untuk mengalahkan pendapat pemeriksa saat bersengketa.
Selain poin-poin yang telah disebutkan di atas, masih banyak hal lainnya yang diatur lebih rinci melalui PP-55/2022. Setiap ketentuan yang diatur dalam ketentuan tersebut perlu diperhatikan dan dipahami implikasinya terhadap proses bisnis dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Pada akhir sesi Free Webinar tersebut ada sesi tanya-jawab sehingga para peserta memiliki ruang untuk mendiskusikan permasalahan perpajakan yang dialami terkait topik Free Webinar. Setiap peserta yang mengikuti Free Webinar juga berhak mendapatkan e-certificate dan materi lengkap. Peserta dan Sobat Pratama yang terlewat mengikuti Free Webinar tersebut dapat menyaksikannya kembali pada kanal Youtube Pratama Indomitra.
Pelajari dan kupas bersama-sama ketentuan baru lainnya di dalam Free Webinar yang diselenggarakan setiap hari rabu, dengan pembicara utama Dr. Prianto Budi Saptono Ak., C.A., M.B.A. Informasi lebih lanjut mengenai Free Webinar dapat diperoleh pada media sosial PT Pratama Indomitra Konsultan.