Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 21 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Plus Minus Integrasi NIK Sebagai NPWP

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
23 Mei 2022
in Liputan Media
Reading Time: 2 mins read
127 8
A A
0
154
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Kontan.co.id | 23 Mei 2022

Pemerintah akan melakukan pengintegrasian nomor induk kependudukan (NIK) di KTP sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) pada tahun 2023.

Meskipun NIK menjadi NPWP, namun pengenaan pajak hanya berlaku bagi pihak yang sudah bekerja atau memiliki penghasilan dengan besaran tertentu. Dengan kata lain, tidak semua warga yang sudah memiliki KTP dan berumur 17 tahun otomatis menjadi wajib pajak.

Berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), besaran penghasilan kena pajak (PKP) dikenakan untuk pihak dengan pendapatan Rp 60 juta per tahun atau di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.

Sehingga masyarakat yang memiliki penghasilan Rp 4,5 juta ke bawah tidak wajib membayar pajak. Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, secara historis umur penggunaan NPWP lebih lama NIK.

Namun, masifnya penggunaan NIK untuk berbagai persyaratan administrasi kependudukan dan perbankan membuat nilai kebermanfaatan NIK lebih besar dari NPWP. “Selain itu, basis data NIK juga lebih besar dari NPWP.

Pada akhirnya, nomor di NPWP menggunakan nomor di NIK,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (22/5).

Menurutnya, dengan adanya integrasi data NIK menjadi NPWP ini akan mendorong keefektifan pengawasan kepatuhan wajib pajak yang berbasis data matching. Dengan data matching, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membandingkan data dari laporan SPT dengan data dari berbagai pihak.

Sesuai dengan pasal 35 A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), diatur kewajiban pemberian data dan informasi dari ILAP (Instansi pemerintah, Lembaga, Asosiasi & Pihak lainnya) kepada DJP.

Namun, menurut Prianto, ketiadaan data NPWP di pasokan data dari ILAP menyebabkan implementasi data matching menjadi kurang efektif. Pasalnya, petugas KPP tidak bisa langsung menentukan potensi utang pajak dari pembandingan data tersebut.

Sehingga petugas KPP masih harus mencari informasi lainnya untuk memastikan kesesuaian data. “Dengan penyatuan nomor di NPWP dengan NIK, kantor pajak bisa langsung menetukan risiko ketidakpatuhan pajak dan langsung menindaklanjutinya dengan penerbitan SP2DK untuk langsung konfirmasi ke WP-nya,” kata Prianto.

Pengamat perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako mengatakan, pemerintah harus melakukan pengujian terkait keamananan data dalam kebijakan ini.

“Untuk keamanan data itu yang semestinya harus di uji. Kita punya big data, tapi sentra big datanya ada atau tidak?,” ujar Ronny.

Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, kebijakan ini memiliki manfaat terutama untuk penyederhanaan dan integrasi data. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi pengenalan wajib pajak kepada remaja 17 tahun.

Namun, menurut Eko, yang menjadi kekurangannya adalah masih banyak masyarakat yang masih belum mengerti mengenai ketentuan pengenaan pajak bagi yang sudah memiliki KTP sehingga pemerintah perlu melakukan sosialiasasi.

“Kalau minusnya mungkin sosialisasi perlu diperbanyak, agar masyarakat tidak khawatir dan memahami bahwa punya NPWP tidak otomatis berkewajiban bayar pajak,” ujarnya.

Artikel ini telah tayang dilaman Kontan.co.id dengan tautan https://newssetup.kontan.co.id/news/plus-minus-integrasi-nik-sebagai-npwp pada 23 Mei 2022

Tags: DJPKemenkeuMenkeuNIKNPWPPrianto Budi Saptono
Share62Tweet39Send
Previous Post

Penerimaan PPN Diproyeksi Rp 549,03 Triliun di Akhir 2022, Terkerek Kenaikan Tarif

Next Post

Pembetulan SPT Sebelum Pemeriksaan, Apakah Masih Bisa?

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Zakat dan Pajak
Liputan Media

Harmoni zakat dan pajak dalam spirit Ramadhan

18 Maret 2025
Pelaporan SPT
Liputan Media

Lonjakan Lapor SPT: Tren Positif atau Kepatuhan Semu?

14 Maret 2025
Danantara
Liputan Media

Danantara dan Mimpi yang Tertunda

5 Maret 2025
Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Tata kelola Perusahaan
Liputan Media

Revisi Undang-Undang BUMN: Langkah Maju atau Tantangan Baru?

7 Februari 2025
Next Post

Pembetulan SPT Sebelum Pemeriksaan, Apakah Masih Bisa?

Tax Amnesty Masih Sepi, Pengamat Pajak Beberkan Penyebabnya

Rekonsiliasi Fiskal Sesuai PSAK 72 Untuk Pelaporan PPh Badan 2021

Rekonsiliasi Fiskal Sesuai PSAK 72 Untuk Pelaporan PPh Badan 2021

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1469 shares
    Share 588 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    957 shares
    Share 383 Tweet 239
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    932 shares
    Share 373 Tweet 233
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    779 shares
    Share 312 Tweet 195
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    737 shares
    Share 295 Tweet 184
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.