Pelaporan keberlanjutan perusahaan-perusahaan tertentu telah diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Kewajiban tersebut tentu memberi angin segar bagi proyeksi keberlanjutan di Indonesia dengan segala daya dan upayanya. Bagi perusahaan, laporan keberlanjutan yang telah disusun juga dapat menjadi sarana penjenamaan (branding) yang menarik. Label-label eco-friendly, all natural, guilt-free, green energy, dan semacamnya memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan telah menilai citra keberlanjutan sebagai medium penjenamaan yang menarik.
Di sisi lain, pengungkapan keberlanjutan bukanlah sesuatu yang mudah, terlebih untuk memastikan bahwa perusahaan tidak memiliki kinerja yang berlawanan –atau lebih buruk lagi, secara nyata merugikan lingkungan. Tidak heran muncul kecurigaan bahwa perusahaan-perusahaan telah melakukan greenwashing demi mempercantik citra di mata umum.
Baca pengertian “Greenwashing” di sini: Greenwashing pada Praktik ESG
Sebagai upaya untuk mengatasi perilaku tersebut, maka setiap sustainability report sepatutnya di-assure. Secara singkat, assurance adalah sebuah upaya kroscek dari pihak ketiga di luar pihak perusahaan serta pihak penyusun sustainability report atau laporan keberlanjutan untuk memastikan bahwa seluruh kinerja keberlanjutan yang telah diungkapkan adalah betul dan telah memenuhi standar.
Sampai dengan Oktober 2024, Pratama institute telah menelusuri 938 perusahaan yang terdaftar di website Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari 938 perusahaan tersebut, hanya 49% perusahaan yang telah menyusun laporan keberlanjutan tahun sebelumnya, yaitu 2023. Sedangkan presentase laporan keberlanjutan yang telah diasurans hanya sebanyak 6% dari total laporan keberlanjutan yang telah dipublikasi, atau senilai dengan 29 perusahaan. Kecilnya jumlah laporan keberlanjutan yang telah diasurans ini barangkali didasari oleh ketiadaan aturan resmi dari pemerintah sampai dengan saat ini.
Ignasius Jonan, Komisaris PT PT Anabatic Technologies Tbk dan PT Marsh Indonesia pada IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) Aspiring Professional Accountants Event 2024 menyinggung perihal pentingnya assurance sebuah sustainability report. “Saya komisaris 2 perusahaan Tbk kalau baca (sustainability report), ya saya bilang, ini yang review siapa? Yang periksa siapa? Di kemudian hari, pasti ada proses assurance untuk meyakinkan bahwa yang dibuat itu betul,” jelasnya pada audiens.
Masih absennya aturan mengenai kewajiban proses asurans laporan keberlanjutan saat ini tentu berisiko melestarikan praktik greenwashing yang telah berjalan. Intan Pratiwi, analis kebijakan akuntansi Pratama Institute menulis bahwa praktik greenwashing dapat menimbulkan konsekuensi serius.
“Greenwashing dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi perusahaan dan pemangku kepentingan. Bagi perusahaan, greenwashing dapat merusak reputasinya dan berujung pada menurunnya kepercayaan dari pemangku kepentingan,” tulis Intan Pratiwi dalam artikel “Greenwashing pada Praktik ESG”.
Penulis: Umar Hanif Al Faruqy (Pratama Institute)