Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 21 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Peluang dan Studi Kasus Implementasi OECD Pillar Two di Indonesia

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
23 April 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
132 3
A A
0
Pajak Minimum Global
154
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Reformasi perpajakan internasional melalui kerangka kerja OECD/G20 menjadi perhatian utama banyak negara dalam menghadapi tantangan globalisasi dan digitalisasi ekonomi. Salah satu pilar terpenting dalam reformasi ini adalah Pillar Two, yaitu penetapan pajak minimum global (Global Minimum Tax/GMT) sebesar 15% bagi perusahaan multinasional (Multinational Entity/MNE). Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak melalui mekanisme base erosion and profit shifting (BEPS), di mana perusahaan besar mengalihkan keuntungan ke yurisdiksi dengan tarif pajak rendah atau nol. Melalui Global Anti-Base Erosion (GloBE) Rules, OECD berupaya memastikan bahwa keuntungan yang dihasilkan di suatu negara dikenai pajak secara adil, terlepas dari lokasi hukum entitas atau struktur kepemilikan grup usaha.

Namun, dinamika global mengalami perubahan signifikan setelah Amerika Serikat, di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, secara resmi menarik dukungannya terhadap skema global ini. Pemerintah AS menyatakan bahwa ketentuan pajak minimum global dapat mengancam kedaulatan fiskal domestik dan melemahkan daya saing korporasi AS di pasar internasional. Meski demikian, AS tetap berpartisipasi dalam diskusi teknis dalam kerangka OECD Inclusive Framework, menunjukkan bahwa proses negosiasi belum sepenuhnya tertutup.

Penarikan diri AS menciptakan ketidakpastian bagi keberlangsungan koordinasi multilateral, namun tidak menghentikan langkah lebih dari 40 negara yang telah berkomitmen mengadopsi Pillar Two secara unilateral. Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang tetap mendukung reformasi ini dan sedang mempersiapkan adaptasi sistem perpajakan domestiknya untuk menyambut era pajak minimum global.

Income Inclusion Rule (IIR) & Undertaxed Payments Rule (UTPR)

Gambar. 1 Ilustrasi Top-up Tax

Pillar Two terdiri dari dua aturan utama, yaitu Income Inclusion Rule (IIR) dan Undertaxed Payments Rule (UTPR). IIR memberikan kewenangan kepada negara tempat induk perusahaan berada untuk mengenakan pajak tambahan (top-up tax) jika anak perusahaannya membayar pajak di bawah 15% di yurisdiksi lain. Misalnya, jika anak usaha sebuah MNE di Indonesia hanya membayar 5% pajak, maka negara tempat induk perusahaan itu bisa mengenakan tambahan 10% agar totalnya menjadi 15% (OECD, 2021). Sementara itu, UTPR berlaku sebagai pelengkap apabila negara induk tidak menerapkan IIR. Dalam skema UTPR, negara-negara lain tempat grup MNE beroperasi dapat mengenakan top-up tax secara proporsional terhadap entitas lokal yang menikmati tarif rendah. Tujuan keduanya adalah menciptakan jaring pajak global yang menyeluruh dan mencegah celah penghindaran.

Di tingkat global, implementasi Pillar Two telah menjadi sorotan politik, terutama setelah penolakan AS. Meskipun begitu, lebih dari 40 negara sudah berkomitmen untuk mengadopsi aturan ini secara unilateral, termasuk negara-negara di Uni Eropa, Jepang, dan Kanada (KPMG, 2024). Mereka melihat potensi top-up tax sebagai alat penting untuk menjaga keadilan fiskal sekaligus meningkatkan penerimaan negara.

Bagi Indonesia, implementasi Pillar Two membuka peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, pemerintah dapat memungut top-up tax dari perusahaan-perusahaan yang sebelumnya menikmati berbagai insentif fiskal namun tidak memenuhi ambang batas 15% tarif efektif. Hal ini dapat mendorong reformasi sistem insentif pajak nasional agar lebih sesuai dengan prinsip “substance over form”, yakni mengutamakan kegiatan ekonomi nyata ketimbang insentif berbasis lokasi (OECD, 2021). Di sisi lain, penerapan top-up tax membutuhkan kesiapan dari sisi administrasi perpajakan, termasuk sistem pelaporan keuangan berdasarkan aturan GloBE serta harmonisasi dengan kebijakan pajak lainnya.

Studi Kasus

Dalam menggambarkan potensi implementasi pilar two, mari kita simulasikan dua skenario pada sebuah anak perusahaan multinasional di Indonesia, sebut saja PT GlobalIndo. Dalam skenario pertama, perusahaan tersebut membayar pajak sesuai tarif normal Indonesia sebesar 22%. Dengan laba kena pajak sebesar USD 30 juta, perusahaan membayar pajak USD 6,6 juta. Tarif efektif (Effective Tax Rate/ETR) yang dihasilkan adalah 22%, sehingga tidak diperlukan top-up tax.

Tabel 1. Skenario Pajak Minimum Global

Skenario Laba Kena Pajak (Juta USD) Pajak Dibayar (Juta USD) ETR (%) Top-up Tax (%) Top-up Tax (Juta USD)
Normal (22%) 30 6,6 22 0 0
Tax Holiday (5%) 30 1,5 5 10 3

Namun dalam skenario kedua, PT GlobalIndo mendapatkan insentif tax holiday yang menurunkan tarif pajaknya menjadi 5%. Dengan laba yang sama, pajak yang dibayarkan hanya USD 1,5 juta, menghasilkan ETR sebesar 5%. Dalam konteks Pillar Two, negara yang menerapkan IIR atau UTPR dapat mengenakan tambahan 10% untuk mencapai ambang batas global. Artinya, akan ada tambahan pajak sebesar USD 3 juta. Jika negara induk tidak memberlakukan IIR, Indonesia berpeluang mengenakan top-up tax tersebut melalui UTPR, asalkan sudah mengadopsi aturan tersebut dalam sistem perundangannya (Deloitte, 2023).

Dalam jangka panjang, Indonesia dapat mengambil peran strategis sebagai negara asal (jurisdiction of headquarter) bagi perusahaan nasional yang memiliki operasi lintas negara, seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berskala global. Dalam hal ini, Indonesia tidak hanya menerima manfaat dari UTPR atas kehadiran MNE asing, tetapi juga dapat mengklaim hak atas top-up tax dari anak perusahaan luar negeri milik MNE domestik melalui mekanisme IIR.

Namun untuk merealisasikan skenario IIR, Indonesia perlu menyusun kebijakan yang komprehensif. Pertama, perlu dilakukan transposisi aturan GloBE ke dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan atau peraturan pelaksananya. Kedua, pemerintah perlu menyiapkan sistem pelaporan berbasis country-by-country reporting (CbCR) yang terintegrasi dengan data keuangan global perusahaan. Ketiga, sistem penagihan dan pengawasan atas pembayaran top-up tax juga harus diperkuat agar pelaksanaan kebijakan ini berjalan efektif dan adil.

Dengan segala peluang dan tantangannya, implementasi Pillar Two oleh Indonesia akan menandai babak baru dalam sistem perpajakan nasional yang lebih adaptif terhadap dinamika global. Langkah ini sekaligus menunjukkan komitmen Indonesia dalam mendukung tata kelola perpajakan internasional yang lebih adil dan berkelanjutan.


Penulis : Muhamad Mardhi Rizky

Editor : Muhamad Akbar Aditama

Tags: Global Minimum TaxMultinational EntityPilar Two OECD
Share62Tweet39Send
Previous Post

Menakar Kebijakan Pajak dalam Ajang Internasional

Next Post

Langkah Strategis Relaksasi Tarif PBBKB di Jakarta

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Kantor DJP. Sumber: Metro TV
Analisis

Penerimaan Pajak di Bawah Kepemimpinan Baru

21 Mei 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Setelah Retribusi, Saatnya Kualitas Layanan Dibenahi

20 Mei 2025
Artikel

Penerapan ESG dalam Dunia Usaha Indonesia: Meningkatkan Nilai atau Beban Tambahan?

20 Mei 2025
Alert to Greenwashing - concept with text against a woodland and magnifying glass
Artikel

Mengungkap Praktik Greenwashing: Kasus Coca-Cola dan Tantangan Implementasi ESG

20 Mei 2025
Artikel

Membangun Standar Nasional Assurance Keberlanjutan

20 Mei 2025
Artikel

Implementasi Tarif PPN 12% dan Skema Nilai Lain 11/12

19 Mei 2025
Next Post
PBBKB

Langkah Strategis Relaksasi Tarif PBBKB di Jakarta

Menyelaraskan Langkah Peta Jalan SPK IAI dan Roadmap Tool ISSB

Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi Fiskal Sebagai Data Matching Laporan Komersial dan Fiskal

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1463 shares
    Share 585 Tweet 366
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    931 shares
    Share 372 Tweet 233
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    907 shares
    Share 363 Tweet 227
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    753 shares
    Share 301 Tweet 188
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    721 shares
    Share 288 Tweet 180
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.