Ringkasan Jawaban
Usaha jasa konstruksi pada umumnya memperoleh objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final (PPh final). Jika usaha jasa konstruksi memperoleh penghasilan yang bersifat final dan tidak final sekaligus, pembukuan atas kedua jenis penghasilan ini harus dipisahkan. Biaya-biaya yang berkaitan dengan penghasilan tersebut juga harus dipisahkan. Sebab, yang boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah biaya yang semata-mata berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh tidak final dan penghasilan yang merupakan objek pajak. Apabila biaya-biaya tersebut tidak dapat dipisahkan, maka untuk kepentingan perhitungan PPh pembebanannya dialokasikan secara proporsional.
Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca pada pembahasan di bawah ini.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Ibu Erlina atas pertanyaan yang disampaikan.
Usaha jasa konstruksi pada umumnya memperoleh objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final (PPh final). Hal tersebut seperti diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”).
“Pasal 4
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;”
– Pasal 4 ayat (2) huruf d UU
Dalam hal usaha jasa konstruksi memperoleh penghasilan yang bersifat final dan tidak final sekaligus, pembukuan atas kedua jenis penghasilan ini harus dipisahkan. Hal ini diatur di dalam Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 s.t.d.t.d. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2019 (PP-94/2010 s.t.d.t.d. PP-45/2019) sbb.:
“Pasal 27
(1) Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:
a. memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan tidak final;
b. menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak; atau
c.mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.”
– Pasal 27 ayat (1)
Pembukuan secara terpisah dilakukan dengan memisahkan pencatatan untuk setiap transaksi. Klasifikasi jenis penghasilan tersebut berupa:
1) penghasilan dari kegiatan usaha yang dikenai PPh non-final (menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh),
2) penghasilan dari kegiatan usaha yang dikenai PPh final (sesuai dengan usaha jasa konstruksi), dan
3) penghasilan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan.
Begitu halnya dengan biaya-biaya yang berkaitan dengan penghasilan tersebut, pelaku usaha jasa konstruksi juga harus melakukan pemisahan. Sebab, biaya yang boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah biaya yang semata-mata berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh tidak final dan penghasilan yang merupakan objek pajak. Hal ini dipertegas dalam Pasal 13 PP-94/2010 s.t.d.t.d. PP-45/2019 sbb.:
“Pasal 13
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, termasuk:
a. biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
1) bukan merupakan objek pajak;
2) pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau
3) dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan.”
– Pasal 13 PP-94/2010 s.t.d.t.d. PP-45/2019
Biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh final ataupun non-objek pajak tidak dapat dikurangkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak. Hal ini karena biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh final telah diperhitungkan dalam tarif pajak yang berlaku untuk penghasilan tersebut. Dengan demikian, biaya-biaya tersebut tidak boleh lagi dikurangkan dari penghasilan bruto lainnya yang pengenaan pajaknya dilakukan berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh (penghasilan yang dikenakan PPh tidak final).
Apabila biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang dikenakan PPh tidak final tersebut tidak dapat dipisahkan, maka untuk kepentingan perhitungan PPh pembebanannya dialokasikan secara proporsional. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 27 ayat (2) PP-94/2010 s.t.d.t.d. PP-45/2019 sbb.:
“Pasal 27
(2) Biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.”
– Pasal 27 ayat (2) PP-94/2010 s.t.d.t.d. PP-45/2019
Contoh perhitungan pembebanan secara proporsional adalah sebagai berikut:
PT A bergerak di bidang usaha jasa konstruksi yang penghasilannya dikenakan PPh bersifat final. Dalam suatu tahun pajak, PT A memperoleh penghasilan bruto dengan jumlah Rp500.000.000 yang terdiri dari:
1. penghasilan dari usaha yang telah dikenakan PPh yang bersifat final: Rp300.000.000
2. penghasilan bruto lainnya yang dikenakan PPh yang bersifat tidak final: Rp200.000.000
Apabila biaya-biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan setelah dilakukan penyesuaian fiskal adalah sebesar Rp250.000.000, maka biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar:
Demikian penjelasan dari kami, semoga dapat membantu. Terima kasih.