Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi wajib dilaporkan paling lama 3 (tiga) bulan setelah Tahun Pajak berakhir. Artinya, jika Tahun Pajak Orang Pribadi tersebut adalah Januari s.d. Desember, SPT Tahunannya wajib dilaporkan paling lambat pada akhir bulan Maret tahun berikutnya.
Pelaporan SPT Tahunan merupakan bentuk dari self assessment system, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung/memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai Pasal 3 ayat (1) UU KUP (UU No. 6/1983 s.t.d.t.d UU No. 6/2023), SPT wajib diisi dengan benar, lengkap, dan jelas.
Wajib Pajak perlu memperhatikan bahwa bukan hanya penghasilan yang harus dilaporkan di SPT, tetapi juga harus melaporkan harta dan utang Wajib Pajak di tahun bersangkutan.
Kenapa Pelaporan Harta di SPT Menjadi Hal Penting?
Wajib Pajak perlu memahami konsep “Penghasilan = Harta + Konsumsi“. Artinya, jika penghasilan Wajib Pajak tidak dikonsumsi, penghasilan tersebut akan digunakan sebagai tambahan harta. Tambahan harta tersebut bisa dalam bentuk uang tunai/tabungan, maupun dibelikan aset seperti rumah/tanah ataupun investasi lainnya.
Konsep tersebut melandasi mekanisme pengawasan oleh kantor pajak karena dengan bertambahnya harta, dapat mengindikasikan bahwa Wajib Pajak tersebut memperoleh tambahan penghasilan untuk memperoleh harta tersebut.
Perlu diketahui, DJP saat ini bisa memperoleh berbagai data dari instansi atau lembaga lainnya terkait transaksi Wajib Pajak. Apabila di kemudian hari diketahui ada harta yang belum dilaporkan di SPT Tahunan Wajib Pajak, DJP dapat menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) untuk meminta tanggapan dari Wajib Pajak.
Apa Saja Harta yang Wajib Dilaporkan?
Wajib Pajak harus melaporkan seluruh hartanya di dalam SPT. Selain itu, ketentuan perpajakan tidak membatasi jumlah harta yang dilaporkan Wajib Pajak, namun mengelompokkan harta menjadi 6 jenis, sbb.:
- Kas dan Setara Kas
- Harta berbentuk Piutang
- Investasi
- Alat Transportasi
- Harta Bergerak
- Harta Tidak Bergerak
Melaporkan Harta di SPT sebagai Bentuk Kontribusi Wajib Pajak
Sejatinya pelaporan harta di SPT merupakan langkah awal tax compliance Wajib Pajak. Sebagai Wajib Pajak yang taat, sudah sepatutnya melaporkan SPT secara benar, lengkap, dan jelas. Wajib Pajak juga dihimbau untuk tidak takut melaporkan hartanya di SPT karena tidak ada pajak tambahan yang dikenakan atas harta yang dilaporkan di SPT. Selain itu, dengan melaporkan harta yang akurat, Wajib Pajak ikut berkontribusi di dalam basis data perpajakan Indonesia yang lebih akurat.