Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Rabu, 21 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

PMK 24/2025 dan Penguatan Efisiensi BMKG Melalui PNBP

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
28 April 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
125 9
A A
0
Ilustrasi PNBP

Sumber: Freepik

153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Bersifat Volatil pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Regulasi ini hadir di tengah tantangan berat yang dihadapi BMKG, terutama karena adanya pemotongan signifikan anggaran operasional.

Berdasarkan laporan CNBC Indonesia (2025), anggaran BMKG mengalami pengurangan sebesar Rp1,4 triliun dalam APBN 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Pemotongan ini membuat BMKG harus melakukan penghematan terhadap beberapa layanan masyarakat, seperti layanan informasi cuaca untuk penerbangan dan layanan data maritim. Kondisi tersebut mendorong BMKG untuk mencari sumber pendanaan alternatif agar pelayanan publik yang krusial, termasuk peringatan dini gempa bumi dan bencana iklim ekstrem, tetap dapat berjalan optimal.

PMK 24/2025 menggantikan ketentuan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 197/PMK.02/2021 dan sebagian PMK Nomor 210/PMK.02/2021 beserta perubahannya. Perubahan ini mengadopsi pendekatan baru dengan menyesuaikan dinamika kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Salah satu hal mendasar dalam PMK ini adalah penekanan bahwa sumber-sumber penerimaan yang bersifat tidak rutin atau tidak stabil, harus tetap dikelola secara transparan dan akuntabel (Simanjuntak, 2021).

Salah satu sumber PNBP yang diatur adalah royalti atas penjualan produk hasil rekayasa peralatan operasional utama BMKG. Produk-produk tersebut mencakup Automatic Weather Observation System (AWOS), Automatic Weather Station (AWS) Maritim, Automatic Water Level (AWL), Automatic Rain Gauge (ARG), High Volume Air Sampler (HVAS), Automatic Rain Water Sampler (ARWS), Particulate Matter (PM) 2.5 dan PM 10 Monitor, Intensity Meter, hingga Integrated Tsunami Siren System (ITSS). Tarif royalti yang dikenakan ditetapkan sebesar 7% dari harga jual produk tersebut.

Selain itu, layanan modifikasi cuaca juga menjadi sumber PNBP yang signifikan. BMKG sering kali melakukan operasi modifikasi cuaca dalam berbagai situasi, seperti pencegahan kekeringan, pengendalian banjir, hingga mendukung acara nasional besar seperti KTT ASEAN. Tarif atas layanan modifikasi cuaca ini ditetapkan berdasarkan formula tertentu, memperhitungkan komponen biaya bahan, personel, hingga logistik operasional, yang kemudian ditambah dengan biaya overhead (Sunaryo, 2023).

Secara sederhana, tarif jasa operasi modifikasi cuaca dihitung dengan rumus: total biaya bahan, personel, dan logistik dikalikan dengan faktor overhead. Misalnya, dalam satu operasi, biaya bahan mencapai Rp 1,5 miliar, biaya personel Rp 800 juta, dan biaya logistik Rp 200 juta. Dengan overhead 10%, maka tarif total yang dikenakan adalah Rp 2,75 miliar. Formula ini bertujuan menciptakan keadilan harga berdasarkan aktual biaya operasional di lapangan, sekaligus memberikan kontribusi pendapatan negara yang lebih terukur.

Namun, dalam kondisi tertentu, tarif layanan modifikasi cuaca dapat dikenakan 0%, khususnya dalam operasi yang bersifat darurat. Sebagai contoh, pada tahun 2023 terjadi kebakaran hutan besar di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat, yang menyebabkan bencana asap parah hingga mengganggu kesehatan masyarakat dan transportasi udara. Pemerintah pusat melalui BNPB kemudian menetapkan status darurat nasional dan memerintahkan BMKG melakukan operasi hujan buatan untuk mengurangi dampak kebakaran tersebut. Karena operasi ini merupakan bagian dari penanganan bencana nasional, maka layanan modifikasi cuaca dilakukan dengan tarif 0%, alias tidak dipungut biaya dari instansi pengguna.

Mengapa PNBP Bersifat Volatil?

Karena pendapatan yang dihasilkan tidak konsisten setiap tahun. Misalnya, permintaan layanan modifikasi cuaca bisa melonjak drastis saat tahun-tahun La Niña atau El Niño yang kuat, namun bisa hampir nihil pada tahun dengan iklim normal (BMKG, 2024). Data BMKG menunjukkan, pada tahun 2022, terdapat lebih dari 32 operasi modifikasi cuaca yang menghasilkan pendapatan sekitar Rp 18,5 miliar. Sebaliknya, pada tahun 2023, operasi serupa hanya berjumlah 15 kegiatan dengan total penerimaan sekitar Rp 9,2 miliar. Fluktuasi yang cukup tajam ini membuat penerimaan dari sektor ini tidak dapat diprediksi secara linear seperti jenis PNBP lainnya.

PMK 24/2025 berfungsi sebagai instrumen untuk memastikan bahwa sekalipun penerimaan bersifat volatil, tata kelolanya tetap disiplin dan pendapatan negara tetap optimal. Dengan pengaturan ini, BMKG tidak hanya bertindak sebagai penyedia layanan publik, tetapi juga sebagai badan usaha berbasis inovasi yang mampu memberikan nilai tambah ekonomis bagi negara.

Dari sisi efisiensi, penerapan PMK 24/2025 membawa beberapa dampak positif. Pertama, adanya kejelasan jenis dan tarif PNBP membuat perencanaan keuangan BMKG menjadi lebih adaptif. Dengan mengetahui kemungkinan sumber dan besarnya pendapatan, BMKG bisa menyusun program kerja dan anggaran tahunan yang lebih fleksibel, mengantisipasi tahun-tahun dengan penerimaan rendah akibat volatilitas.

Secara makro, kebijakan ini selaras dengan reformasi pengelolaan keuangan negara yang berbasis outcome dan value for money, sebagaimana diamanatkan dalam RPJMN 2020–2024 (Bappenas, 2020). Transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi menjadi kunci dalam mengelola seluruh sumber daya keuangan negara, termasuk dari PNBP yang sebelumnya dianggap minor.

Namun demikian, penerbitan PMK 24/2025 tidak dapat dilepaskan dari realitas bahwa pemerintah tengah mendorong efisiensi anggaran secara masif, seringkali dengan mengorbankan kualitas layanan publik yang sangat vital. Pemotongan anggaran BMKG hingga Rp1,4 triliun seharusnya menjadi alarm serius, mengingat peran lembaga ini sangat krusial dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim.

Mengandalkan skema PNBP yang volatil untuk menjaga keberlanjutan layanan esensial seperti peringatan dini bencana adalah langkah berisiko, terutama di negara rawan bencana seperti Indonesia. Pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada optimalisasi penerimaan, tetapi juga memastikan bahwa kebutuhan dasar BMKG tetap dijamin melalui APBN yang memadai. Tanpa komitmen anggaran yang kuat, transformasi BMKG menjadi lembaga modern, profesional, dan responsif hanya akan menjadi retorika semata yang gagal melindungi keselamatan rakyat Indonesia.

Penulis: Muhammad Rizki Mardhi
Editor: Lambang Wiji Imantoro

Tags: KemenkeuPajakPMKPNBP
Share61Tweet38Send
Previous Post

PMK 26 tahun 2025 dan Tantangan Perlindungan Ketenagakerjaan

Next Post

CTAS dan Penurunan Realisasi Penerimaan Pajak

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Kantor DJP. Sumber: Metro TV
Analisis

Penerimaan Pajak di Bawah Kepemimpinan Baru

21 Mei 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Setelah Retribusi, Saatnya Kualitas Layanan Dibenahi

20 Mei 2025
Artikel

Penerapan ESG dalam Dunia Usaha Indonesia: Meningkatkan Nilai atau Beban Tambahan?

20 Mei 2025
Alert to Greenwashing - concept with text against a woodland and magnifying glass
Artikel

Mengungkap Praktik Greenwashing: Kasus Coca-Cola dan Tantangan Implementasi ESG

20 Mei 2025
Artikel

Membangun Standar Nasional Assurance Keberlanjutan

20 Mei 2025
Artikel

Implementasi Tarif PPN 12% dan Skema Nilai Lain 11/12

19 Mei 2025
Next Post
Coretax atau CTAS dan Efek Domino Penurunan Realisasi Penerimaan Pajak

CTAS dan Penurunan Realisasi Penerimaan Pajak

Perliaku Fraud di Indonesia: Sampai Kapan Mimpi Buruk GCG ini Berlanjut?

Perilaku Fraud: Apa Akar Masalahnya?

Membaca pembalikan tren penerimaan pajak di Maret 2025

Membaca Pembalikan Tren Penerimaan Pajak di Maret 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1463 shares
    Share 585 Tweet 366
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    931 shares
    Share 372 Tweet 233
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    908 shares
    Share 363 Tweet 227
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    753 shares
    Share 301 Tweet 188
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    721 shares
    Share 288 Tweet 180
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.