Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Sabtu, 2 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Babak Baru Kemandirian Fiskal Daerah

Pratama Indomitra KonsultanbyPratama Indomitra Konsultan
21 Maret 2022
in Liputan Media
Reading Time: 3 mins read
127 6
A A
0
152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

detik news | 15 Februari 2022

Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD) telah diterbitkan. Inti dari kebijakan baru ini adalah untuk memperkuat kualitas desentralisasi fiskal Indonesia ke depan dan memperbaiki keuangan negara dari sisi belanja

Setidaknya terdapat empat spirit yang dipromosikan dalam UU HKPD. Pertama, mempersempit ketimpangan fiskal (fiscal imbalances) baik secara vertikal (pusat dan daerah) maupun horizontal (antardaerah). Kedua, harmonisasi belanja pemerintah pusat dan daerah. Ketiga, peningkatan kualitas belanja daerah. Terakhir, penguatan sistem perpajakan daerah.

Kemandirian

Selama ini, aturan yang melandasi transfer dari pusat ke daerah adalah UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Regulasi tersebut cenderung membuat pemerintah daerah semakin bergantung pada pusat. Ini karena alokasi transfer lebih banyak didasarkan pada aspek belanja namun kurang memperhitungkan kinerja daerah (pengumpulan pajak lokal). Alhasil, setiap tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar dari pusat guna membiayai pengeluarannya.

Secara umum, ada tiga jenis transfer yang dialokasikan oleh pusat ke daerah. Yakni, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Ketiga transfer ini kemudian dikenal dengan istilah dana perimbangan (fiscal equalization).

Dari ketiga jenis transfer tersebut, DAU menjadi yang paling dominan dalam menyumbang penerimaan daerah (60% dari total penerimaan daerah). Pos penerimaan ini telah mendanai setidaknya tiga per empat belanja daerah dalam satu dekade terakhir.

Di sisi lain, pendapatan asli daerah (PAD) hanya mampu menyumbang sekitar 16% dari total penerimaan daerah. Penyerapan belanjanya pun paling tinggi hanya sekitar 20% dari total belanja daerah.

Dominannya peran DAU relatif terhadap PAD dalam membiayai pengeluaran, sebenarnya tidak mencerminkan tanggung jawab pemerintah daerah terhadap konstituennya. Ini berarti, pemerintah daerah cenderung lebih berhati-hati dalam membelanjakan dana yang dikumpulkan secara mandiri ketimbang hibah yang diterima dari pemerintah pusat.

Dengan kata lain, DAU telah menciptakan efek pengeluaran stimulatif yang berlebihan di tingkat daerah. Literatur menamai fenomena ini dengan istilah “efek kertas terbang” (flypaper effect). Di satu sisi, fenomena ini menandai kemunduran semangat desentralisasi fiskal.

Sistem yang terdesentralisasi seharusnya dapat memfasilitasi pemerintah daerah untuk mengeksplorasi basis-basis penerimaan konstituennya. Namun, faktanya, elastisitas pengeluaran terhadap transfer malah lebih dominan ketimbang elastisitas pengeluaran terhadap PAD. Di sisi lain, fenomena flypaper effect bisa dibilang membawa berkah karena menginsentifkan perolehan PAD.

Sebagaimana dibahas dalam banyak literatur, tingkat belanja publik daerah yang lebih tinggi sebagai respons dari adanya transfer fiskal dapat dikaitkan dengan peningkatan pendapatan di sektor privat. Alhasil, kepatuhan pajak sukarela (voluntary tax compliance) warga lokal meningkat dan ujungnya PAD naik.

Data keuangan publik yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) agaknya mendukung tesis di atas. Antara tahun anggaran (TA) 2011 dan 2020, proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah meningkat sebesar 7,4 poin persentase (dari 8,6% di TA 2011 menjadi 15,9% di TA 2020). Tren positif ini juga diikuti oleh proporsi pos penerimaan pajak lokal terhadap total penerimaan daerah yang meningkat sekitar 4,3 poin persentase (dari 3,9% di TA 2011 menjadi 8,2% di TA 2020).

Namun, kembali lagi, penyerapan belanja yang rendah dari PAD sebagaimana disinggung di awal belum menggambarkan kemandirian daerah dalam kerangka desentralisasi.

Laporan International Monetary Fund (IMF) Working Paper bertajuk Intergovernmental fiscal relations in Indonesia: issues and reform options menyebutkan bahwa mayoritas pemerintah daerah di negara berkembang mampu membiayai 70% pengeluarannya dari PAD. Artinya, pembiayaan pengeluaran publik daerah dari PAD di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata negara berkembang.

Babak Baru

Dalam rangka mencapai titik ideal desentralisasi fiskal, UU HKPD memuat sejumlah aturan baru terkait transfer. Formulasi alokasi DAU tidak hanya didasarkan pada kebutuhan dan prioritas daerah melainkan juga kinerja daerah (swing performance) sehingga tidak one size fits all.

Selain itu, DBH tidak hanya disalurkan ke daerah penghasil, tetapi juga non-penghasil yang terdampak eksternalitas negatif dan daerah pengolah dengan memperhitungkan kinerja daerah.

Praktik alokasi yang dirumuskan dalam UU itu nampaknya sejalan dengan argumen yang ditulis dalam studi Bird dan Smart bertajuk Intergovernmental Fiscal Transfers: International Lessons for Developing Countries, bahwa efektivitas transfer tidak mungkin tercapai tanpa adanya upaya mobilisasi pajak di tingkat daerah.

Argumen di atas menyiratkan bahwa desentralisasi tidak akan memperkuat kedaulatan fiskal daerah kecuali dua kondisi terpenuhi. Pertama, transfer harus dirancang sedemikian rupa sehingga jumlah yang diterima tidak lebih besar ketika upaya fiskal daerah lebih rendah atau sebaliknya. Kedua, pemerintah daerah harus memiliki kebebasan dan tanggung jawab yang signifikan untuk memobilisasi pajak mereka sendiri.

Negara-negara berkembang seperti Brasil, India, dan Nigeria juga telah melibatkan kriteria kinerja seperti upaya fiskal dalam formula mereka untuk mendistribusikan hibah pusat. Mereka menyadari bahwa formulasi transfer yang seperti ini akan menstimulus peningkatan PAD dan membangun akuntabilitas pemerintah daerah terhadap warga lokal.

Dengan mengacu pada argumen-argumen di atas, ketentuan alokasi transfer yang dimuat dalam kebijakan baru ini (meskipun memberikan kesan “perhitungan”) seharusnya mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah. Toh Ibu Sri Mulyani juga sudah berjanji bahwa skema ini tidak akan menurunkan besaran alokasi transfer ke daerah.

Yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa secara eksplisit pelaksanaannya harus didasarkan atas prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance). Artinya, ia harus akuntabel, transparan, memiliki kejelasan tujuan, kedayagunaan, dan penguatan sistem “reward and punishment” yang efektif untuk menimbulkan efek jera.

Dengan begitu, konsep intergovernmental transfer yang dirancang dalam kerangka desentralisasi dapat menunjang komitmen daerah dan memperkuat kedaulatan fiskal daerah alih-alih memanjakan daerah. Bukan begitu?

Penulis: Gustofan Mahmud

 

Artikel Opini ini telah tayang dilaman detik news dengan tautan https://news.detik.com/kolom/d-5942879/babak-baru-kemandirian-fiskal-daerah pada 15 Februari 2022

 

 

author avatar
Pratama Indomitra Konsultan
See Full Bio
Tags: FiskalHarmonisasi Peraturan PerpajakanHKPDKemenkeuMenkeu
Share61Tweet38Send
Previous Post

Gender-conscious tax policy to promote equality

Next Post

Terkini, Mutual Agreement Procedure

Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Indomitra Konsultan

Related Posts

Padel
Liputan Media

Menimbang Pajak Olahraga Bagi Gaya Hidup Sehat Warga

9 Juli 2025
Zakat dan Pajak
Liputan Media

Harmoni zakat dan pajak dalam spirit Ramadhan

18 Maret 2025
Pelaporan SPT
Liputan Media

Lonjakan Lapor SPT: Tren Positif atau Kepatuhan Semu?

14 Maret 2025
Danantara
Liputan Media

Danantara dan Mimpi yang Tertunda

5 Maret 2025
Tax Buoyancy
Liputan Media

Pelemahan Daya Respons Penerimaan Pajak

19 Februari 2025
Image by freepik
Liputan Media

Skandal eFishery, Cermin Buram Tata Kelola Perusahaan

17 Februari 2025
Next Post

Terkini, Mutual Agreement Procedure

Penyesuaian Ketentuan Penyusutan dan Amortisasi

Kini, Penghasilan dari Bunga atau Diskonto Termasuk Objek PPh Final Pasal 4 ayat (2)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1477 shares
    Share 591 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    999 shares
    Share 400 Tweet 250
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    955 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    812 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    768 shares
    Share 307 Tweet 192
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.