Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Selasa, 3 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Strategi Fiskal terkait Tarif Resiprokal Amerika Serikat

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
15 April 2025
in Analisis, Artikel
Reading Time: 3 mins read
131 10
A A
0
Ilustrasi trade war

Sumber: Freepik

161
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Pada tanggal 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor besar-besaran yang ia sebut sebagai “Hari Pembebasan” (Liberation Day). Dalam pidatonya di Taman Mawar Gedung Putih, Trump menandatangani Executive Order 14257 yang menetapkan tarif dasar 10% untuk hampir semua impor ke AS, kecuali dari Kanada dan Meksiko.

Selain itu, diberlakukan tarif tambahan yang lebih tinggi untuk sekitar 60 negara berdasarkan apa yang disebut sebagai praktik perdagangan tidak adil. Dimana Indonesia masuk kedalam daftar tersebut dengan tarif tambahan sebesar 32%.

Sebelum diterapkannya “tarif Trump” ini, tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk dari Indonesia bervariasi tergantung pada jenis barang dan perjanjian perdagangan yang berlaku. Secara umum, Indonesia menikmati tarif yang relatif rendah untuk banyak produk ekspornya ke AS, terutama karena statusnya sebagai negara berkembang dan partisipasinya dalam program Generalized System of Preferences (GSP).

Program GSP memberikan preferensi tarif nol atau rendah untuk berbagai produk dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2023, Indonesia bahkan menjadi penerima manfaat terbesar dari program GSP ini dengan nilai ekspor mencapai USD 3,56 miliar.

Namun, besarnya tarif resiprokal (timbal balik) yang dikenakan AS untuk Indonesia adalah respons terhadap kebijakan perdagangan Indonesia yang dianggap tidak adil oleh pemerintah AS. Penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, menjadi beberapa kebijakan Indonesia yang menjadi sorotan AS.

Selain itu, tarif tinggi juga dikenakan Indonesia terhadap produk etanol asal AS, yakni sebesar 30%, sementara AS hanya mengenakan tarif 2,5% untuk produk serupa dari Indonesia. Kebijakan seperti kewajiban perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih juga dinilai tidak adil oleh AS.

Dampak dari kebijakan ini dirasakan oleh sektor-sektor ekspor utama Indonesia, seperti tekstil, alas kaki, dan minyak nabati, yang sangat bergantung pada pasar AS. Penerapan tarif ini berpotensi mengancam kelangsungan industri padat karya di Indonesia dan meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja.

Melihat dampak yang mungkin terjadi, bagaimana strategi pemerintah Indonesia dalam menanggapi kebijakan tarif resiprokal AS ini?

Respon ASEAN

Pemerintah Indonesia bersama negara-negara ASEAN saat ini sedang menjajaki negosiasi dengan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif bea masuk resiprokal yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Kebijakan tersebut menetapkan tarif bea masuk sebesar 32% hingga 49% untuk enam dari sembilan negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tarif yang dikenakan kepada Uni Eropa (20%), Jepang (24%), dan India (27%). Meskipun demikian, pelaksanaannya ditunda selama 90 hari guna memberi ruang bagi proses diplomasi.

Alih-alih mengambil langkah retaliasi (memberi tarif balasan), ASEAN memilih untuk mengedepankan pendekatan dialog konstruktif dengan Amerika Serikat. Dalam pernyataan bersama, para menteri ekonomi ASEAN menegaskan komitmen mereka terhadap sistem perdagangan multilateral yang adil dan berbasis aturan. Indonesia sendiri menunjukkan respons proaktif dengan mengirimkan delegasi tingkat tinggi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ke Washington. Delegasi ini membawa penawaran kerja sama yang mencakup peningkatan impor barang-barang dari AS seperti kapas, gandum, minyak, dan gas, serta pelonggaran hambatan non-tarif dan pemangkasan pajak atas produk-produk AS.

Salah satu langkah konkret lainnya adalah revitalisasi Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) dengan AS, yang telah berlaku sejak 1996. Pemerintah berupaya melakukan deregulasi terhadap berbagai hambatan Non-Tariff Measures (NTMs) melalui relaksasi TKDN.

Dalam acara Sarasehan Ekonomi di Jakarta pada 8 April 2025, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya fleksibilitas dalam penerapan TKDN. Menurutnya, meskipun tujuan awal TKDN adalah untuk mendorong nasionalisme dan memperkuat industri dalam negeri, penerapan yang terlalu kaku dapat menghambat daya saing Indonesia di pasar global.

Strategi Fiskal dari Pemerintah

Dari sisi fiskal, penurunan ekspor berdampak pada berkurangnya penerimaan negara dari bea keluar dan pajak ekspor. Hal ini menambah tekanan terhadap anggaran negara, terutama dalam upaya menjaga defisit fiskal. Chairul Tanjung, pengusaha dan mantan Menteri Koordinator Perekonomian, menyatakan bahwa dampak tidak langsung dari tarif resiprokal AS cukup besar terhadap fiskal pemerintah dan berisiko menyebabkan PHK besar-besaran.

Secara umum, Tarif bea masuk yang dikenakan Indonesia terhadap barang impor dari Amerika Serikat (AS) bervariasi tergantung pada jenis produk dan klasifikasi tarif. Tarif bea masuk Indonesia untuk produk asal AS berkisar antara 5% hingga 10%. Namun, sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal sebesar 32% yang diberlakukan oleh AS terhadap produk Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sarasehan ekonomi bersama presiden RI pada 9 April 2025 berencana menurunkan tarif bea masuk tersebut menjadi 0% hingga 5%.

Selain bea masuk, barang impor dari AS juga dikenakan pajak lainnya, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 impor yang sebelumnya sebesar 2,5% (dengan NPWP) atau 7,5% (tanpa NPWP). Pemerintah Indonesia juga berencana menurunkan tarif PPh Pasal 22 impor untuk produk-produk tertentu, seperti barang elektronik, ponsel, dan laptop, dari 2,5% menjadi 0,5%.

Langkah-langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi pemerintah Indonesia untuk menjaga stabilitas ekonomi dan hubungan dagang dengan AS, serta untuk mengurangi beban yang ditanggung oleh pelaku usaha dalam negeri akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh AS.

 

Penulis: Muhammad Rizqi Mardhi

Editor: Lambang Wiji Imantoro

Share64Tweet40Send
Previous Post

Enron dan Dieselgate: Dua Kasus yang Membentuk Masa Depan ESG dan Tata Kelola Global

Next Post

Jalan Terjal Indonesia Menuju High-Income Country

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Sumber: Freepik
Artikel

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

2 Juni 2025
Artikel

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

2 Juni 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Pajak untuk Pemerataan Literasi

30 Mei 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

28 Mei 2025
SP2DK
Artikel

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

26 Mei 2025
Ilustrasi tax amnesty
Analisis

Diskursus: Apakah Kebijakan Tax Amnesty Bersifat Ekses?

23 Mei 2025
Next Post
Ilustrasi High-Income Country

Jalan Terjal Indonesia Menuju High-Income Country

Ilustrasi keadilan

Diskursus: Menakar Beban Pajak Kelas Menengah

SPT PPh Badan

Manajemen Pelaporan SPT PPh Badan Guna Minimalisasi Terbitnya SP2DK

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1466 shares
    Share 586 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    943 shares
    Share 377 Tweet 236
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    918 shares
    Share 367 Tweet 230
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    760 shares
    Share 304 Tweet 190
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    728 shares
    Share 291 Tweet 182
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.