Prioritas dari setiap pemerintahan baru umumnya adalah bagaimana mewujudkan janji-janji kampanye dalam waktu yang sesegera mungkin. Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menghadapi situasi demikian sebagai pembuktian dalam 100 hari pertama mereka.
Prabowo telah mencanangkan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) atau disebut pula quick win yang diperkirakan menghabiskan anggaran sebesar Rp121 triliun.
Program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), pengembangan rumah sakit tipe C di daerah tertinggal, dan pemeriksaan kesehatan gratis menjadi ujung tombak awal pemerintahan ini. Namun, pelaksanaan janji-janji tersebut tak terlepas dari tantangan besar, yaitu pembiayaan yang memadai dalam kerangka fiskal yang tetap sehat.
Berdasarkan APBN 2025, belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun, sementara pendapatan negara diproyeksikan mencapai Rp3.005,1 triliun. Dengan defisit sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% dari PDB, tantangan fiskal muncul dalam bentuk pemenuhan anggaran untuk program prioritas tanpa memperlemah ketahanan fiskal jangka panjang.
Program Quick Win dalam Anggaran
Program MBG yang menjangkau 650.000 penerima manfaat dalam tahap awal adalah langkah nyata memenuhi janji politik Prabowo-Gibran. Tetapi, perluasan jangkauan hingga 82,9 juta pelajar memerlukan tambahan anggaran signifikan.
Selain itu, pengembangan 32 rumah sakit pada tahun 2025 dan pemeriksaan kesehatan gratis yang menargetkan 60 juta orang juga membutuhkan total anggaran setidaknya Rp4,7 triliun.
Sumber pembiayaan program-program tersebut perlu mencerminkan efisiensi sekaligus inovasi. APBN menyediakan kerangka umum, tetapi optimalisasi penerimaan perpajakan dan pembiayaan yang kreatif sangat penting.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara belanja quick win dengan program jangka panjang. Belanja untuk kesehatan dalam APBN 2025 mencapai Rp218,5 triliun. Namun, reformasi belanja kesehatan seperti efisiensi subsidi dan penguatan belanja modal perlu terus ditingkatkan agar dana yang ada benar-benar digunakan secara optimal.
Sementara itu, belanja pendidikan yang dialokasikan sebesar Rp724,3 triliun mencerminkan komitmen membangun SDM unggul. Tetapi, pengintegrasian dana tersebut dengan program-program baru perlu pengelolaan yang akuntabel agar dampaknya dapat langsung dirasakan masyarakat.
Strategi Pembiayaan
Untuk mendanai program-program tersebut, pemerintah perlu menerapkan beberapa strategi. Ada beberapa strategi pembiayaan yang bisa dipertimbangkan pemerintah dalam mendanai program quick win pemerintahan baru.
Pertama, peningkatan kepatuhan pajak. Penerimaan perpajakan yang ditargetkan mencapai Rp2.490,9 triliun dalam APBN 2025 memerlukan langkah konkret untuk memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Salah satu cara strategis adalah melalui penerapan core tax administration system (CTAS). Sistem ini berfungsi untuk mengintegrasikan data perpajakan secara digital, meningkatkan transparansi, dan mengurangi potensi penghindaran pajak.
Berdasarkan studi oleh OECD, digitalisasi administrasi perpajakan terbukti meningkatkan efektivitas pengumpulan pajak dengan mengurangi kesalahan sistem manual dan mempercepat proses administrasi.
Selain itu, edukasi wajib pajak melalui kampanye sadar pajak yang melibatkan tokoh masyarakat dan insentif bagi pelaporan pajak yang tepat waktu dapat meningkatkan kesadaran kolektif untuk mendukung pembangunan nasional.
Kedua, penerbitan Surat Utang Negara (SUN). Penerbitan SUN, termasuk Sukuk dan obligasi ritel, menjadi salah satu mekanisme pembiayaan yang cukup efektif dalam menjaga keberlanjutan fiskal.
Sukuk negara khususnya memiliki daya tarik besar karena sesuai dengan prinsip syariah yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Dengan pasar obligasi Indonesia yang cenderung stabil dan kepercayaan investor terhadap manajemen fiskal pemerintah, instrumen ini bisa dioptimalkan untuk mendanai proyek-proyek strategis seperti pembangunan rumah sakit dan fasilitas pendidikan.
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa penerbitan SUN selama lima tahun terakhir memiliki tingkat imbal hasil kompetitif dan berkontribusi signifikan terhadap pembiayaan anggaran.
Namun, pemerintah perlu menjaga rasio utang terhadap PDB tetap dalam batas aman, seperti yang telah diarahkan dalam strategi pengelolaan utang nasional. Diversifikasi investor dengan memperkenalkan instrumen inovatif, seperti green bonds atau SDG-linked bonds, juga dapat memperluas basis pendanaan sekaligus mendorong transformasi ekonomi hijau.
Ketiga, pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Melibatkan perusahaan dalam mendukung program quick win melalui CSR bisa menjadi salah satu langkah inovatif untuk mengurangi beban APBN.
Misalnya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan rumah sakit dapat diselaraskan dengan fokus CSR perusahaan dalam sektor kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, setiap perusahaan diwajibkan untuk mengalokasikan anggaran CSR.
Pemerintah bisa memfasilitasi kolaborasi tersebut melalui skema insentif, seperti pengurangan pajak bagi perusahaan yang berpartisipasi aktif dalam pembiayaan program prioritas nasional. Kita bisa belajar dari kisah sukses terdahulu di mana program CSR dalam penyediaan sarana air bersih dan sanitasi di daerah tertinggal, yang telah didukung oleh perusahaan multinasional dan BUMN.
Keempat, skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). KPBU telah menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang terbukti efisien untuk pembangunan infrastruktur publik, termasuk rumah sakit dan fasilitas pendidikan.
Dalam model KPBU, pemerintah dapat berbagi risiko dengan pihak swasta, sementara masyarakat memperoleh manfaat dari akses layanan yang lebih baik. Berdasarkan laporan Asian Development Bank (ADB), KPBU telah membantu banyak negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan infrastruktur.
Untuk meningkatkan keberhasilan KPBU, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola proyek serta menyediakan jaminan atau fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pengelola Investasi (Indonesia Investment Authority). Di antara contoh implementasi KPBU yang telah berhasil adalah proyek pembangunan jalan tol dan pengelolaan sistem air minum di beberapa daerah di Indonesia.
Upaya Reflektif
Meski program quick win berpotensi meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran, perlu diingat bahwa program populis hanya dapat menjadi solusi sementara jika tidak ditopang oleh fondasi ekonomi yang kuat. Pelaksanaannya harus selaras dengan prinsip efisiensi, akuntabilitas, dan keberlanjutan.
Pemerintahan yang baru ini memiliki momentum besar untuk mengukuhkan legitimasi. Namun, apakah mereka mampu memanfaatkan momentum tersebut untuk menciptakan dampak jangka panjang atau hanya sekadar menuai pujian sesaat?
Pemerintah harus menjawab pertanyaan ini dengan kebijakan nyata, bukan hanya retorika. Sebab, sejarah akan menilai bukan dari janji yang diucapkan, tetapi dari hasil yang dirasakan.